Banyak sekolah tengah kota yang dulunya penuh sesak kini mulai kekurangan siswa. Fenomena ini memaksa sekolah-sekolah di tengah kota untuk beradaptasi dan mencari cara agar tetap menarik bagi para siswa dan orang tua.
Migrasi siswa dari tengah kota ke pinggiran kota membawa perubahan signifikan dalam dunia pendidikan. Ini menimbulkan tantangan baru terutama bagi sekolah-sekolah di tengah kota khususnya terkait masalah PPDB.
Sekolah negeri merger untuk efisiensi
Dengan diberlakukannya sistem zonasi dalam PPDB, banyak sekolah di tengah kota kini menghadapi tantangan yaitu penurunan jumlah siswa yang mendaftar.Â
Misalnya di Kota Pekanbaru, banyak sekolah berada dalam satu kompleks, dimana beberapa sekolah jenjang yang sama seperti Sekolah Dasar (SD) berbagi lahan yang sama.Â
Saya memperhatikan sekolah yang berada dalam satu kompleks, dulunya terdapat tiga SD. Namun, karena beberapa alasan dan menurut saya juga terdampak sistem zonasi PPDB mengurangi jumlah siswa yang mendaftar, salah satu dari tiga SD tersebut terpaksa bergabung dengan sekolah lain. Kini, hanya dua SD yang tersisa di kompleks tersebut.
Fenomena merger sekolah ini tidak hanya terjadi di satu kompleks. Berdasarkan pengamatan, banyak sekolah di tengah kota Pekanbaru yang mengalami hal serupa. Sekolah-sekolah harus beradaptasi dengan jumlah siswa yang lebih sedikit.Â
Efisiensi sekolah menjadi perhatian utama, sehingga beberapa sekolah harus digabungkan guna mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Efisiensi sekolah lewat merger ini tidak hanya sebatas mengurangi jumlah sekolah, tetapi juga mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan sumber daya pendidikan.Â
Sekolah-sekolah yang digabungkan dapat memanfaatkan ruang kelas, guru, dan peralatan secara lebih efektif. Untuk memastikan bahwa kualitas pendidikan tetap terjaga dan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang optimal.
Itulah dinamika yang terjadi, sekolah-sekolah tersebut harus terus berinovasi untuk mempertahankan minat orang tua dan siswa.Â