Dalam dunia pendidikan yang selalu dinamis, banyak terdapat kisah-kisah luar biasa yang jarang terungkap. Sebuah ketika guru yang dengan penuh dedikasi membawa anak kecil mereka ke sekolah sambil tetap aktif dalam kegiatan mengajar.Â
Meskipun kejadian ini tidak sering terjadi, namun di satu sekolah, kita menemukan satu atau dua guru yang melakukan hal ini. Dan ternyata, mereka memiliki alasan mendasar.
Salah satu alasan utama mengapa ada guru mengajak anak kecil mereka ke sekolah adalah karena keterbatasan pilihan. Dalam beberapa kasus, baik guru perempuan maupun guru laki-laki, pasangan mereka juga bekerja.Â
Ini menciptakan situasi untuk merancang solusi dalam menyeimbangkan tugas-tugas sebagai guru maupun tanggung jawab sebagai orangtua.Â
Guru tersebut mencoba untuk menciptakan keseimbangan yang harmonis antara dunia kerja dan kehidupan keluarga.
Seiring dengan itu, ada situasi di mana guru-guru ini memang tinggal di luar kota/daerah (baca: merantau), dan tidak memiliki anggota keluarga yang dapat membantu untuk menitipkan anaknya.Â
Ini menjadi tantangan tersendiri, karena pilihan penitipan anak mungkin terbatas atau masih belum menemukan tempat penitipan yang cocok dan pas dengan fase tumbuh-kembang anak.Â
Guru ini menghadapi dilema antara mencari tempat penitipan yang sesuai dengan syarat-syarat tertentu yang diyakini, atau membawa anak mereka ke sekolah untuk sementara waktu.Â
Keputusan untuk membawa anak ke sekolah mungkin diambil sebagai bentuk solusi sementara hingga alternatif yang lebih baik sudah ditemukan.
Ada guru-guru yang belum menemukan tempat penitipan anak yang cocok dan dapat memberikan ketenangan hati. Proses mencari tempat penitipan anak yang aman bisa menjadi tantangan nyata.Â
Mungkin merasa lebih nyaman dan yakin ketika anak berada di dekatnya, bahkan jika itu berarti membawa anak ke sekolah.Â
Keputusan ini mencerminkan komitmen guru-guru ini terhadap dua sisi yang sama-sama penting, yakni tugas mengajar dan juga peran mereka sebagai orang tua.
Meskipun mungkin terlihat tidak umum, namun itu sebenarnya dapat menginspirasi banyak orang tentang semangat dan dedikasi mereka dalam kedua sisi.
Disamping menjaga anak, sang guru tetap senantiasa menjaga lingkungan yang mendukung belajar di kelas.Â
Kisah-kisah seperti ini memberikan gambaran tentang kerja keras dan tanggung jawab yang diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.
Menjadi guru sekaligus "super daddy"Â
Menjadi orangtua dengan tanggung jawab ganda sebagai pekerja dan pengasuh anak tentu bukan perkara mudah. Saya, sebagai seorang ayah yang sedang merasakannya, kerap membawa anak yang masih kecil berusia 4 tahun ke sekolah. Dua kali dalam sepekan, saya membagi peran antara menjadi guru di kelas dan mendampingi anak kecil yang riang itu.
Beberapa alasan mendasar mengapa saya memilih untuk membawa anak ke sekolah adalah karena faktor situasi dan kondisi yang mengharuskan. Pekerjaan istri yang membutuhkan shift/dinas malam membuat saya berada di garis depan untuk menyeimbangkan peran sebagai orangtua dan pekerja.Â
Meskipun ini tampak tak terlalu umum, pengalaman ini menunjukkan bahwa kehidupan keluarga dan pekerjaan tidak selalu bisa dipisahkan dengan jelas.
Mengatasi keterbatasan pilihan, kami menghadapi kenyataan bahwa tidak ada anggota keluarga lain yang bisa menitipkan anak. Situasi ini memaksa saya untuk merencanakan langkah-langkah yang dapat memastikan anak tetap mendapatkan perhatian dan pengasuhan sementara saya tetap dengan serius melaksanakan tugas mengajar di sekolah.Â
Meskipun terkadang terasa cukup menantang, namun hal ini juga membuka mata kita akan tantangan-tantangan nyata yang dihadapi banyak orang tua di era modern saat ini.
Sementara itu, rasanya masih sulit mencari tempat penitipan anak yang sesuai dan dapat memberikan rasa aman lantaran anak kami masuk kategori ASIK ---sangat aktif sekali.Â
Belum terpenuhinya kriteria-kriteria khusus yang membuat saya lebih memilih untuk membawa anak ke sekolah sebagai solusi sementara.Â
Kebetulan saya sebagai seorang guru bidang studi, jadi tidak seharian punuh berada di kelas. Ketika jam mengajar saya sudah selesai, maka saya akan kembali ke ruang majelis guru. Sehingga tentunya para siswa tak akan terganggu dengan kehadiran anak saya di sekolah.
Meski penuh dengan tantangan, prosesnya sejauh ini berjalan dengan lancar dan harmonis.
Anak saya tampaknya senang bisa bermain atau menghabiskan waktu bersama saya di sekolah. Sementara saya dapat menjalankan tugas mengajar tanpa khawatir.Â
Bagi saya, peran ganda sebagai guru dan orangtua bisa dijalani dengan indah dan tetap efektif. Yang penting kedua peran ini dapat dijalankan secara seimbang tanpa berat sebelah.
Pahami 5 hal penting bila guru membawa anak ke sekolah
Secara pribadi, saya telah melakukan kajian mendalam untuk memahami alasan di balik keputusan membawa anak ke sekolah. Pertimbangan ini melibatkan beberapa aspek yang penting agar segalanya berjalan dengan baik dan tetap sesuai dengan aturan sekolah.
Membawa anak ke sekolah, terutama dalam situasi di mana guru merasa harus terpaksa melakukannya, memang membutuhkan pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan.Â
Meski tidak selalu ada larangan, namun sebagai guru yang bertanggung jawab, penting untuk memastikan bahwa langkah ini diambil dengan bijak dan dipertimbangkan dengan seksama.
Dalam situasi di mana seorang guru terpaksa membawa anak ke sekolah, langkah-langkah yang bijak dan terencana sangat diperlukan agar keseimbangan antara peran sebagai guru dan orang tua dapat terjaga dengan baik.Â
Di bawah ini terdapat indikator dalam mengambil keputusan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan cermat.
1. Memastikan adanya izin dari atasanÂ
Pertama-tama, penting untuk mengkaji apakah ada izin dari atasan atau Kepala Sekolah terkait dengan keputusan ini.
Izin ini bukan hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap aturan dan kebijakan sekolah, tetapi juga untuk kejelasan terkait tanggung jawab ganda yang diemban.
Izin dari Kepala Sekolah meskipun diberikan secara lisan, tetapi juga sebagai langkah awal untuk memastikan bahwa langkah yang diambil sudah diketahui oleh pihak penanggung jawab sekolah.
2. Menjalin komunikasi terbuka dengan warga sekolah
Dukungan dari warga sekolah ---diantaranya rekan guru sejawat, staf tenaga kependidikan, penjaga sekolah, orang kantin--- sangatlah penting.Â
Ini tidak hanya untuk menjamin kelancaran aktivitas sehari-hari, tetapi juga untuk mencegah potensi ketidaknyamanan rekan kerja yang mungkin merasa terganggu oleh kehadiran anak di lingkungan sekolah.
Kajian melibatkan komunikasi terbuka untuk mendapatkan dukungan warga sekolah merupakan faktor krusial untuk menjaga keharmonisan di lingkungan kerja.Â
Mengkomunikasikan alasan dan langkah-langkah yang akan diambil untuk memastikan tidak ada ketidaknyamanan di antara rekan kerja adalah langkah yang bijaksana.
3. Prioritas tanggung jawab di sekolah
Walaupun memiliki izin dan dukungan dari warga sekolah, namun tanggung jawab sebagai guru tetap harus menjadi prioritas utama. Guru perlu menjaga kualitas pengajaran dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalani profesi, termasuk memastikan ketepatan waktu untuk datang ke sekolah.
Saya juga menilai tanggung jawab di sekolah dan keputusan membawa anak ke sekolah tidak boleh mengorbankan kinerja dan keseriusan dalam menjalani tugas sehari-hari sebagai pendidik.
4. Senantiasa menjaga kondusivitas mengajar di kelas
Selanjutnya, kondusivitas di dalam kelas harus dijaga dengan cermat. Guru harus peka terhadap segala potensi gangguan yang dapat muncul dari kehadiran seorang anak balita.Â
Oleh karena itu, langkah-langkah preventif harus diambil untuk meminimalisasi gangguan dan memastikan suasana belajar tetap berjalan fokus dan kondusif.
Guru harus peka dengan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi murid saat belajar di kelas.
Dengan melakukan persiapan dan pencegahan, maka guru dapat meminimalisir potensi gangguan terhadap proses belajar mengajar.
5. Mengawasi interaksi anak dengan warga sekolah secara bijaksanaÂ
Melengkapi anak dengan barang-barang yang disukainya, seperti mainan, alat tulis, atau buku bacaan, dapat membantu menghibur dan menyeimbangkan perhatian anak. Sehingga tidak mendorong anak untuk mengganggu murid yang sedang belajar di kelas.
Penting untuk memberikan batasan yang jelas terkait interaksi anak dengan murid lainnya. Misalnya hanya akan mengizinkannya bergabung dalam kegiatan tertentu seperti senam, kegiatan olahraga, atau aktivitas yang dilakukan di luar kelas atau halaman sekolah.
***
Dengan langkah-langkah pertimbangan yang matang, guru dapat memastikan bahwa keputusan membawa anak ke sekolah diambil dengan bijak dan sesuai dengan konteks yang ada.Â
Keseluruhan kajian berdasarkan pengalaman ini memberikan keyakinan bahwa semua aspek telah dipertimbangkan dengan matang. Dan dengan demikian, segalanya akan berjalan dengan baik.
Semoga dapat menjadi gambaran bagi rekan guru yang nantinya harus berada dalam situasi yang cukup dilematis seperti ini..
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==