Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Konsekuensi Guru Membawa Anak ke Sekolah

27 Februari 2024   06:03 Diperbarui: 28 Februari 2024   14:40 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika anak berada di ruang majelis guru. (foto Akbar Pitopang)

Mungkin merasa lebih nyaman dan yakin ketika anak berada di dekatnya, bahkan jika itu berarti membawa anak ke sekolah. 

Keputusan ini mencerminkan komitmen guru-guru ini terhadap dua sisi yang sama-sama penting, yakni tugas mengajar dan juga peran mereka sebagai orang tua.

Meskipun mungkin terlihat tidak umum, namun itu sebenarnya dapat menginspirasi banyak orang tentang semangat dan dedikasi mereka dalam kedua sisi.

Disamping menjaga anak, sang guru tetap senantiasa menjaga lingkungan yang mendukung belajar di kelas. 

Kisah-kisah seperti ini memberikan gambaran tentang kerja keras dan tanggung jawab yang diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.

Ketika anak berada di ruang majelis guru. (foto Akbar Pitopang)
Ketika anak berada di ruang majelis guru. (foto Akbar Pitopang)

Menjadi guru sekaligus "super daddy" 

Menjadi orangtua dengan tanggung jawab ganda sebagai pekerja dan pengasuh anak tentu bukan perkara mudah. Saya, sebagai seorang ayah yang sedang merasakannya, kerap membawa anak yang masih kecil berusia 4 tahun ke sekolah. Dua kali dalam sepekan, saya membagi peran antara menjadi guru di kelas dan mendampingi anak kecil yang riang itu.

Beberapa alasan mendasar mengapa saya memilih untuk membawa anak ke sekolah adalah karena faktor situasi dan kondisi yang mengharuskan. Pekerjaan istri yang membutuhkan shift/dinas malam membuat saya berada di garis depan untuk menyeimbangkan peran sebagai orangtua dan pekerja. 

Meskipun ini tampak tak terlalu umum, pengalaman ini menunjukkan bahwa kehidupan keluarga dan pekerjaan tidak selalu bisa dipisahkan dengan jelas.

Mengatasi keterbatasan pilihan, kami menghadapi kenyataan bahwa tidak ada anggota keluarga lain yang bisa menitipkan anak. Situasi ini memaksa saya untuk merencanakan langkah-langkah yang dapat memastikan anak tetap mendapatkan perhatian dan pengasuhan sementara saya tetap dengan serius melaksanakan tugas mengajar di sekolah. 

Meskipun terkadang terasa cukup menantang, namun hal ini juga membuka mata kita akan tantangan-tantangan nyata yang dihadapi banyak orang tua di era modern saat ini.

Sementara itu, rasanya masih sulit mencari tempat penitipan anak yang sesuai dan dapat memberikan rasa aman lantaran anak kami masuk kategori ASIK ---sangat aktif sekali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun