Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Janji Belajar Kelompok di Era Disrupsi, Apakah Semuanya Seindah yang Terlihat?

7 Februari 2024   09:09 Diperbarui: 9 Februari 2024   06:53 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar kelompok bareng teman sepulang sekolah. (via KOMPAS.id)

Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, dunia pendidikan mengalami perkembangan pesat yang menuntut adanya transformasi dalam strategi pengajaran dan model pembelajaran. 

Pendidikan tidak lagi terbatas pada fisik ruang kelas, melainkan telah melangkah ke ranah digital dengan memanfaatkan e-learning secara daring misalnya. 

Pandemi yang melanda dunia juga turut memaksa dunia pendidikan untuk beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh, menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan metode pembelajaran yang inovatif.

Kemudian salah satu aspek yang mencolok saat ini adalah implementasi Kurikulum Merdeka, yang memberikan kebebasan kepada guru untuk menyesuaikan metode pengajaran dengan karakteristik/profil siswa. 

Pembelajaran Berdiferensiasi menjadi salah satu model pembelajaran yang diaplikasikan secara luas, sehingga memungkinkan pengajar mengakomodasi perbedaan gaya belajar dan kecepatan pemahaman setiap siswa. 

Dengan pendekatan ini, maka setiap siswa diberikan ruang untuk berkembang sesuai dengan potensinya melalui lingkungan belajar yang inklusif dan responsif.

Penetrasi teknologi dan digitalisasi di dunia pendidikan menjadi salah satu pendorong utama perubahan ini. Pemanfaatan perangkat e-learning menjadikan pembelajaran lebih fleksibel dan dapat diakses dari mana saja. 

Siswa tidak lagi terbatas oleh batasan tempat atau waktu, juga memungkinkan mereka untuk belajar sesuai dengan ritme dan preferensi masing-masing. 

Di sisi lain, guru dapat mengakses berbagai sumber daya pendidikan secara online demi memperkaya materi pembelajaran dan meningkatkan kualitas pengajaran.

Nuansa pembelajaran menjadi semakin dinamis. Pentingnya adaptasi terhadap perubahan ini tidak hanya terletak pada peran pendidik, tetapi juga pada kemampuan siswa untuk mengelola pembelajaran secara mandiri. 

Pembelajaran berbasis kolaborasi antar-siswa masih menjadi aspek penting dalam mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan dunia modern.

Transformasi ini memungkinkan adanya peluang untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. 

Memangnya anak zaman now masih tertarik belajar kelompok?

Seiring dengan terus berkembangnya teknologi, paradigma pendidikan pun terus mengalami pergeseran. Termasuk media sosial menjadi salah satu alat yang digunakan baik oleh pendidik maupun siswa untuk mendukung proses belajar mengajar. 

Lalu, di tengah gempuran e-learning dan perubahan gaya belajar, muncul pertanyaan menarik, apakah "belajar kelompok" masih relevan bagi murid masa kini?

Masihkah anda melihat siswa masa kini yang sibuk pergi belajar kelompok ke rumah temannya?

Pada masa lalu, kegiatan belajar kelompok memegang peranan penting dalam mendukung tren gaya belajar siswa. Momen berbagi pengetahuan atau ngerjain PR di rumah teman setelah pulang sekolah atau pada waktu-waktu yang disepakati menciptakan atmosfer kebersamaan dan saling mendukung. 

Namun, sejalan dengan kemajuan teknologi khususnya e-learning, apakah belajar kelompok masih memiliki daya tarik?

Yang mana e-learning menawarkan kemudahan akses dan fleksibilitas waktu yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri. Meskipun demikian, belajar kelompok tetap memegang nilai-nilai positifnya. 

Keterlibatan siswa dalam kelompok belajar dapat mengasah keterampilan sosial, meningkatkan kemampuan berkolaborasi, dan memperluas pengetahuan melalui konsep tutor sebaya (peer teaching).

Belajar kelompok di era digital juga tercermin dalam pemanfaatan media sosial. Dengan hadirnya grup belajar online atau forum diskusi via chat room, atau hanya untuk membahas kapan belajar kelompok akan dilaksanakan.

Meskipun bukan lagi hanya terbatas pada pertemuan fisik, akan tetapi apakah esensi dari kegiatan belajar kelompok bisa tetap terjaga?

Karenanya, tantangan muncul seiring dengan pergeseran ini. Siswa harus mampu mengelola efektivitas belajar kelompok. Guru juga perlu memberikan panduan yang jelas untuk memastikan tujuan pembelajaran kelompok tetap tercapai.

Sejalan dengan perkembangan zaman, relevansi belajar kelompok di era digital terbuka untuk ditinjau ulang. 

Dengan pemahaman yang baik tentang tantangan dan peluang yang ada, belajar kelompok dapat tetap menjadi metode pembelajaran yang memperkaya pengalaman belajar siswa.

Pesan penting untuk orangtua bijak

Berdasarkan pengalaman, terkadang tak semua janji belajar kelompok berjalan sebagaimana mestinya. Ada orangtua yang pernah menyaksikan ada gelagat mencurigakan dari dua orang remaja yang masih duduk di bangku SMP terlibat dalam janji belajar kelompok.  

Kejadian ini mengingatkan kita bahwa semua janji belajar kelompok tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini membuka ruang untuk refleksi dan (mungkin) peringatan bagi para orangtua untuk tetap menjalankan fungsi controlling.

Kewaspadaan yang muncul dari adanya contoh kejadian tersebut bukanlah semata-mata untuk meragukan esensi belajar kelompok, tetapi sebagai alarm untuk tetap mengawasi dan terlibat secara aktif dalam dinamika aktivitas belajar/pendidikan anak. 

Meskipun belajar kelompok dapat memberikan manfaat signifikan, tapi rasanya juga terdapat potensi risiko yang perlu diwanti-wanti.

Penting bagi orangtua untuk tetap terhubung dengan anak-anak mereka. Dengan mendiskusikan rencana belajar kelompok anak dengan teman-teman sekolah. 

Komunikasi terbuka dapat membantu membangun kepercayaan dan memastikan keamanan anak. Karena pola anak zaman now semakin susah diprediksi semenjak adanya penggunaan Hp di tengah-tengah kehidupan mereka saat ini.

Selain itu, orangtua sangat perlu mengetahui siapa teman-teman sekelas anak dan atau siapa saja teman yang kerap menjadi teman belajar kelompok anak. Bahkan bila perlu juga mengenal orangtua mereka juga dapat menjadi langkah preventif yang efektif.

Reputasi belajar kelompok tidak seharusnya tercemar oleh kejadian seperti yang digambarkan diatas. Orangtua memiliki hak dan tanggung jawab untuk menjaga keamanan anak-anak mereka. 

Ini juga merupakan kesempatan bagi orangtua untuk mengajarkan nilai-nilai kewaspadaan dan keamanan diri anak dalam interaksi sosial, bahkan di dunia belajar kelompok yang seharusnya memberikan rasa aman.

Dengan memahami kejadian-kejadian tak terduga tersebut, kita dapat membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas dunia pendidikan di era digital saat ini. 

Belajar kelompok tetap bermanfaat dan berdampak, akan tetapi perlu dijalankan dengan bijak, penuh kehati-hatian, dan keterlibatan orangtua secara aktif. 

Intinya, kalau menurut saya, jangan semuanya dipercayakan begitu saja kepada anak. Karena anak masih labil dan lost control. Maka orangtua harus pintar-pintar, supaya tidak dianggap enteng oleh anak sendiri.

Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan aman bagi generasi muda. Dengan tetap menjadikan belajar kelompok sebagai suatu kegiatan yang membantu, bukan "merusak" perkembangan anak-anak kita.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun