Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Simak 5 Tindakan Guru Bisa Menumbuhkan Benih Kekerasan oleh Siswa

9 Oktober 2023   14:05 Diperbarui: 10 Oktober 2023   07:25 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anti-perundungan menjadi salah satu materi yang diberikan pada masa pengenalan lingkungan sekolah. (Foto: RUNIK SRI ASTUTI/KOMPAS)

Dalam dunia pendidikan Indonesia, kita saat ini dihadapkan pada darurat kekerasan yang memerlukan perhatian serius dan kepedulian bersama. 

Fenomena kekerasan oleh siswa, termasuk bullying dan tindakan kriminalitas, bahkan potensi tindakan pidana yang semakin sering dilakukan oleh siswa, telah menjadi perhatian utama. 

Untuk mengurai akar permasalahan ini, kita perlu memahami bahwa perilaku anak-anak tidak muncul begitu saja. Salah satu aspek penting yang telah kita bahas adalah peran orangtua. 

Terkadang, tanpa disadari, orangtua dapat secara tidak langsung mendorong anak-anak menjadi pelaku kekerasan dengan pola asuh yang kurang mendukung perkembangan emosi dan sosial mereka. 

Orangtua pada posisi ini seolah sedang menciptakan "monster" dalam diri anak, yang kemudian dapat muncul dalam bentuk sikap agresif atau tak terkontrol yang akan terjadi di kemudian hari.

Sementara itu, peran guru dan sekolah juga memiliki dampak signifikan dalam mengatasi masalah kekerasan ini. 

Guru harus menanamkan kepada siswa untuk memiliki kontrol diri yang kuat agar tidak menjadi pelaku kekerasan. Mereka juga perlu menjaga diri sebagai benteng dari potensi menjadi korban kekerasan oleh temannya. Juga, yang tak kalah penting adalah bagaimana siswa mampu merespons situasi ini di sekitar mereka. 

Sikap respon sosial yang tepat saat melihat indikasi kekerasan di sekitar siswa sangat penting. Sebagai upaya mendeteksi dan menangani tindakan kekerasan sejak dini. serta memberikan pemahaman dan mendampingi siswa tentang konsekuensi dari tindakan mereka bila mengarah kepada kekerasan.

Dalam menghadapi darurat kekerasan di dunia pendidikan, kolaborasi antara orangtua, guru, dan sekolah menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung upaya penghentian kasus kekerasan oleh siswa.

Berhubungan dengan hal itu, sekarang kita perlu membahas lebih dalam bahwa ternyata tanpa disadari pula ada beberapa sikap atau perlakuan guru ke siswa yang bisa menumbuhkan benih-benih kekerasan dalam diri siswa. 

Hal ini jelas saja bahwa kebanyakan guru mungkin tidak menyadarinya sehingga perlakuan tersebut bisa dianggap biasa saja oleh guru, namun sebenarnya itu sebuah bom yang akan meledak suatu saat nanti. 

Nah, apa sajakah itu? Mari simak artikel ini selengkapnya.

1. Candaan tak peka kekerasan verbal dan non-verbal

Peran guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman sangatlah penting, dan tindakan kekerasan oleh siswa bisa saja diawali oleh perlakuan kasar yang mereka alami dari guru. 

Kekerasan dapat berupa tindakan verbal atau non-verbal yang dapat memiliki dampak jangka panjang pada perkembangan emosional siswa. 

Meskipun kurikulum pendidikan Indonesia sedang mengalami transisi menuju Kurikulum Merdeka, masih ada guru yang membawa pola pengajaran masa lalu yang erat kaitannya dengan tindakan kekerasan.

Saat ini, masih terdapat beberapa guru yang mungkin belum sepenuhnya menguasai keterampilan pengelolaan emosi dan kesehatan mental mereka. 

Terkadang, guru yang merasa frustrasi atau kesal bisa saja melampiaskannya dalam bentuk tindakan kekerasan terhadap siswa. Mereka mungkin menganggap tindakan semacam itu sebagai hal yang biasa atau dianggap normal dalam pendekatan pengajaran.

Pentingnya melibatkan guru dalam pelatihan dan edukasi tentang manajemen emosi, kemampuan komunikasi yang efektif, serta tentang kiat-kiat mengelola kelas seperti dari Pelatihan Mandiri di Platform Merdeka Mengajar. 

Guru perlu mendapatkan panduan, dukungan dan bimbingan untuk mengembangkan keterampilan yang memungkinkan guna menangani situasi sulit dengan bijaksana dan tanpa kekerasan.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pihak sekolah dan pemerintah (Kemdikbud) untuk terus memberikan sumber inspirasi dan pelatihan yang memadai kepada guru tentang kekerasan di sekolah.

Serta mengedepankan budaya sekolah yang menghargai dan mendorong komunikasi yang positif, responsif, empati, dan saling pengertian. 

Hal ini dapat membantu mencegah tindakan kekerasan oleh guru kepada siswa, menciptakan lingkungan belajar yang aman, dan mendukung pertumbuhan karakter siswa yang positif dalam era Kurikulum Merdeka seperti saat ini.

2. Celetukan yang tak sengaja membunuh karakter siswa

Isu yang sangat penting dalam proses pembelajaran, yaitu dampak dari tindakan guru yang mungkin dimaksudkan untuk menghibur atau mencairkan suasana, tetapi malah berujung pada bullying terhadap siswa. 

Bullying yang dilakukan oleh guru memiliki konsekuensi yang sangat berbeda dengan bullying yang dilakukan oleh sesama siswa.

Dalam kasus seperti ini, siswa yang menjadi korban bullying dari guru mungkin merasa tidak berdaya dan sulit untuk menanggapinya secara langsung. Karena mungkin siswa dapat merasakan bahwa guru adalah figur yang harus dihormati, sehingga sulit bagi mereka untuk melawan atau melaporkan perlakuan tersebut. 

Dalam banyak kasus, bullying yang dilakukan oleh guru dapat menyebabkan trauma emosional yang mendalam pada siswa serta meninggalkan bekas sakit hati yang sulit dihilangkan.

Penting bagi pihak sekolah dan guru untuk senantiasa memahami bahwa tugas utama guru adalah menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung bagi semua siswa. 

Maka tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menghibur atau mencairkan suasana sebaiknya tidak mencederai atau melukai perasaan siswa. 

Guru harus lebih peka terhadap perasaan dan emosi siswa, serta berusaha untuk memastikan bahwa tindakan mereka tidak memberikan dampak negatif.

Ilustrasi: Anti-perundungan menjadi salah satu materi yang diberikan pada masa pengenalan lingkungan sekolah. (Foto: RUNIK SRI ASTUTI/KOMPAS)
Ilustrasi: Anti-perundungan menjadi salah satu materi yang diberikan pada masa pengenalan lingkungan sekolah. (Foto: RUNIK SRI ASTUTI/KOMPAS)

3. Pemberian punishment yang tidak humanis

Reward dan punishment adalah dua hal yang sejalan dalam proses pembelajaran. murid tidak harus terus-menerus mendapatkan reward (penghargaan/pujian), karena ketika mereka berbuat tindakan lost control yang sebelumnya mereka telah diedukasi maka siswa yang bersangkutan perlu juga diberikan punishment.

Hukuman yang sifatnya memulihkan pemahaman yang salah kepada pemahaman yang baik dan benar sebagaimana mestinya. 

Hanya saja dalam praktiknya ternyata pemberian hukuman ini banyak yang meninggalkan kesan negatif dan dianggap tidak humanis oleh siswa.

Perspektif yang sangat penting dalam konteks pendidikan, yaitu keseimbangan antara reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) dalam proses pembelajaran.

Hukuman yang berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat pelanggaran dapat mengundang rasa ketidakadilan. Guru harus mendengarkan dan memahami sudut pandang siswa, serta memberikan ruang bagi mereka untuk mengemukakan pendapat mereka.

Misalnya, ketika ada razia cukur rambut yang terpaksa ditempuh lantaran siswa sudah berulang kali melanggar, yang ternyata hasilnya malah mempermalukan siswa. meskipun guru berniat baik, tapi sinyal yang ditangkap siswa mungkin negatif.

Dengan menjalankan pemberian hukuman dengan cara yang humanis dan mengedepankan pendekatan yang memanusiakan siswa, guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, mendukung perkembangan pribadi siswa, dan membantu siswa memahami nilai-nilai dan norma-norma yang baik dalam masyarakat.

Serta pentingnya memberikan pemahaman kepada siswa mengapa perilaku mereka dianggap salah dan bagaimana mereka dapat memperbaikinya. Ini membantu siswa untuk belajar dari kesalahan mereka.

4. Gengsi meminta maaf mengabaikan pentingnya validasi emosi siswa

No body is perfect! Bahwa tidak ada seorang pun manusia yang sempurna di dunia ini. Menggarisbawahi pentingnya pemahaman tentang ketidaksempurnaan manusia, termasuk guru, dalam proses pembelajaran. 

Memang benar bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan semua orang pasti pernah melakukan kesalahan atau kekeliruan, termasuk guru. 

Namun, bagaimana guru menangani kesalahan mereka dan berinteraksi dengan siswa setelahnya dapat memiliki dampak yang signifikan pada lingkungan belajar.

Penting untuk memahami bahwa guru yang bijaksana adalah guru yang tidak hanya mengakui kesalahan mereka, tetapi juga bersedia untuk memperbaikinya. 

Guru meminta maaf kepada siswa ketika guru melakukan kesalahan yang dapat memengaruhi siswa. Meminta maaf dengan tulus sepenuh hati adalah tanda kedewasaan dan integritas yang dimiliki guru.

Selain itu, validasi terhadap perasaan siswa sangat penting. Supaya siswa merasa bahwa perasaan mereka dihargai, mendengarkan siswa dengan empati, serta membantu siswa merasa didengar dan dipahami.

Oleh sebab itu, guru jangan gengsi meminta maaf dan memvalidasi perasaan siswa. guru juga dapat menggunakan kesalahan sebagai peluang untuk mengajarkan pentingnya belajar dari kesalahan.

5. Guru arogan, siswa jadi pendendam

Selain ada guru yang gengsi untuk mengakui kesalahan dan gengsi untuk meminta maaf, ternyata ada juga guru suka bersikap arogan di lingkungan sekolah. 

Sikap arogan atau kasar dari seorang guru dapat memiliki dampak yang sangat negatif pada siswa. Sikap ini tidak hanya dapat menciptakan ketegangan dalam lingkungan sekolah, tetapi juga dapat merangsang rasa dendam pada siswa, yang kemudian dapat berdampak buruk pada semua pihak lainnya.

Rasa dendam pada diri siswa dapat merugikan semua pihak, yakni siswa itu sendiri, guru, sekolah, guru dan masyarakat sekitar. 

Rasa dendam pada siswa adalah masalah yang serius, karena dapat mengarah pada tindakan yang tidak baik seperti kekerasan. Rasa dendam dapat memicu emosi yang sangat negatif dan mengganggu perkembangan pribadi siswa.

Rasa dendam dari siswa itulah yang dapat mendorong siswa melakukan tindakan kekerasan kepada guru misalnya melukai secara langsung maupun memfitnah guru kepada orangtua. itulah sebabnya kita mendengar kisah kekerasan yang dilakukan orangtua kepada guru.

Diharapkan bagi guru dan sekolah untuk menghindari sikap arogan dalam berinteraksi dengan siswa. Guru harus selalu menjalani pendekatan yang bijaksana dan penyelesaian konflik yang sehat harus diterapkan sebagai bagian dari pendekatan guru dalam menghadapi situasi sulit dengan siswa.

Disamping itu, penting juga untuk mendorong pendekatan restorative justice dalam menangani konflik di sekolah. Pendekatan ini menekankan pentingnya memperbaiki hubungan dan memahami dampak tindakan-tindakan negatif, bukan hanya memberikan hukuman.

Introspeksi diri

Pendidikan selalu harus menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan jiwa positif siswa, bukan menciptakan situasi yang memicu rasa dendam atau konflik. 

Dengan pendekatan yang bijaksana dan relevan, guru dapat mengurangi risiko tindakan kekerasan dan konflik di sekolah, menjaga keamanan siswa dan guru, serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan perkembangan peserta didik.

Selain itu, penting juga bagi siswa untuk diarahkan agar mereka merasa memiliki hak untuk melaporkan tindakan bullying secara bertanggung jawab, bahkan jika itu berasal dari seorang guru. 

Sekolah harus memiliki prosedur pelaporan yang aman dan menjaga privasi untuk kasus-kasus terkait bullying oleh guru, sehingga siswa merasa nyaman melaporkan masalah tanpa takut mendapatkan konsekuensi yang lebih lanjut.

Dengan kesadaran akan potensi dampak negatif dari tindakan guru terhadap siswa, kita dapat menuju lingkungan belajar yang lebih aman dan mendukung bagi semua siswa.

Kita semua harus menggarisbawahi pentingnya pemahaman mendalam tentang peran setiap pihak dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan siswa.

Serta mendukung upaya bersama untuk mengatasi masalah ini agar anak-anak kita dapat tumbuh dan berkembang tanpa terpengaruh atau terdampak oleh adanya kekerasan meski sekecil apapun itu levelnya.

Meskipun Hari Guru Sedunia ditandai setiap tanggal 5 Oktober, namun hal ini perlu terus diperhatikan oleh para guru bahwa jangan sampai peran pendidik berubah menjadi sumber malapetaka kekerasan siswa di kemudian hari.

Semoga ini menginspirasi seluruh guru untuk sama-sama mewujudkan sekolah dan dunia pendidikan anti kekerasan, bullying, kriminalitas siswa, serta bebas tindak pidana anak/siswa.

Sebelum kita para guru "dikambinghitamkan", mending lebih baik kita introspeksi diri untuk transformasi pendidikan Indonesia..

Bismillah wal hamdulillah...

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun