Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Razia Cukur Rambut dalam Dinamika Kurikulum Merdeka, Apakah Masih Relevan?

8 September 2023   22:48 Diperbarui: 10 September 2023   18:33 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memotong rambut anak. (Shutterstock via Kompas.com)

Aturan tentang rambut siswa perlu dieksekusi guru dengan semangat pendidikan yang memerdekakan. (via sentralnews.com)
Aturan tentang rambut siswa perlu dieksekusi guru dengan semangat pendidikan yang memerdekakan. (via sentralnews.com)

Transformasi penerapan aturan di era Kurikulum Merdeka

Seiring dengan perubahan dalam pendekatan-pendekatan pendidikan yang dihadirkan oleh Kurikulum Merdeka, guru dan sekolah perlu beradaptasi dengan strategi yang lebih bijak dalam menerapkan aturan sekolah, termasuk aturan mengenai rambut siswa. 

Dalam upaya mempertahankan semangat pendisiplinan murid di sekolah, maka pendekatan yang diterapkan haruslah mempertimbangkan kesehatan mental siswa serta dampak sosial yang bisa muncul, terutama di era media sosial yang dikit-dikit viral dan heboh.

Pertama, guru dan sekolah mengadopsi gaya komunikasi yang persuasif. 

Dalam menegakkan aturan, hindari menakut-nakuti atau mengancam siswa karena hanya akan menciptakan tekanan dan stres pada siswa. Sebaliknya, guru harus mampu berbicara atau berkomunikasi secara persuasif atau dalam bentuk bujukan untuk mempengaruhi dan meyakinkan siswa guna memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya aturan tersebut.

Kedua, memahami latar belakang dan profil siswa yang beragam (berdiferensiasi). 

Terkadang, siswa yang tidak mematuhi aturan secara tepat waktu lantaran memiliki kendala ekonomi yang membuat sulit untuk menyiapkan biaya pangkas rambut. Itulah gunanya peran Kurikulum Merdeka yang mendorong guru untuk memahami profil setiap siswanya agar supaya guru selalu mampu memilih keputusan atau tindakan yang paling tepat dan wajar untuk siswanya.

Sisi sensitivitas atau kemanusiaan guru perlu dikembangkan secara terus-menerus terhadap hal ini dan mencari solusi bersama dengan siswa maupun orangtua mereka. Lebih mulia lagi bila sekiranya guru ikhlas memberikan bantuan atau mengatasi masalah finansial tersebut.

Ketiga, memberikan peringatan tanpa kekerasan. 

Peringatan tentu dapat disampaikan dengan cara yang baik dan penuh empati. Cukuplah guru memperingatkan siswa secara terus-menerus tanpa mengenal batas kesabaran. Namun, bila siswa tetap tidak mengindahkan peringatan ini, perlu dipahami bahwa masalah yang lebih kompleks mungkin berasal dari orangtua terkait dengan pola asuh di rumah. 

Keempat, guru wajib menunjukkan keteladanan. 

Di sekolah, para guru adalah sosok sentral yang selalu diperhatikan oleh siswa. Bila misalnya sekolah ingin menertibkan rambut siswa laki-laki, maka harus dipastikan bahwa para guru laki-laki juga tampil dengan rambut yang sesuai aturan yang diberlakukan sekolah. Bila tidak, maka tentu hal tersebut mencerminkan sesuatu yang tidak sinkron.

Kelima, menjalin komunikasi dan berkolaborasi dengan orangtua siswa. 

Guru dan sekolah dapat memberikan informasi secara langsung saat orangtua mengantar atau menjemput anak di sekolah. Jika tidak sempat atau tak memungkinkan, maka guru dapat menghubungi orangtua melalui panggilan suara atau pesan chat melalui WhatsApp atau platform media sosial lainnya. Orangtua harus menjadi mitra dalam menegakkan aturan sekolah dan mendukung upaya sekolah dalam mendidik siswa.

Kolaborasi antara guru dan orangtua dapat membantu mendorong penerapan hal-hal positif di sekolah. Orangtua dapat memberikan masukan dan pemahaman yang berharga tentang kebutuhan anak mereka, sementara guru dan sekolah dapat memberikan panduan dan saran yang didasarkan pada pengalaman guru dalam mendidik.


Di era Kurikulum Merdeka, ada semangat untuk memerdekakan siswa namun guru atau sekolah tidak pula "menghambakan" murid.

Dalam menjalankan aturan rambut, guru perlu mempertimbangkan pendekatan-pendekatan yang lebih humanis dan responsif terhadap kebutuhan dan kondisi siswa yang sebenarnya. 

Ini akan membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang berkesinambungan, dimana aturan-aturan yang ada tetap dihormati oleh seluruh siswa, namun tidak ada siswa yang terkekang atau merasa belum merdeka karena masalah aturan di sekolah.

Dengan demikian, sekolah dapat menjawab tantangan zaman yang terus berubah dengan lebih bijak dan bersahabat, serta diakui kebermanfaatannya oleh semua pihak.

Untuk tambahan informasi, penerapan aturan rambut siswa di sekolah tempat saya bertugas, bahwa kami para guru hanya melakukan beberapa hal berikut:

1. Menjaring siswa yang rambutnya sudah panjang. ini dilakukan biasanya pada hari Sabtu setelah melaksanakan kegiatan senam bersama di halaman sekolah.

2. Mengumpulkan siswa-siswa yang rambutnya masih panjang pada hari Senin pasca melaksanakan Upacara Bendera.

3. Menghimbau kepada siswa yang terjaring untuk segera merapikan rambutnya.

4. Bila dalam beberapa hari kedepannya siswa masih belum menjalankan himbauan, maka guru tetap mengingatkan. Tanpa melakukan kekerasan ataupun memberikan sangsi hukuman.

5. Terakhir, jika siswa masih belum mau mengindahkan informasi dari guru, maka pihak sekolah akan mengabari orangtua terkait kendala yang dihadapi guru di sekolah.

Catatan: razia yang dilakukan rekan guru tidak ada yang sampai mencukur rambut siswa. Dan itu berlaku sampai hari ini di sekolah kami.

Seorang anak yang diantar orangtuanya untuk melakukan pangkas rambut. (foto Akbar Pitopang)
Seorang anak yang diantar orangtuanya untuk melakukan pangkas rambut. (foto Akbar Pitopang)

Orangtua adalah madrasah utama tentang aturan 

Pendidikan adalah perjalanan panjang yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, dan salah satunya adalah peran penting orangtua dalam menegakkan aturan dan tata tertib yang disepakati, terutama dengan pihak sekolah. 

Sekolah adalah tempat untuk merangsang potensi-potensi yang ada dalam diri siswa, ilmu pengetahuan diajarkan, dan karakter mereka dibentuk. 

Meskipun guru dan sekolah berperan besar dalam proses ini, namun peran orangtua sejatinya adalah yang terbesar.

Sebuah aturan atau tata tertib sekolah, apapun bentuknya, akan lebih efektif jika didukung oleh orangtua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun