Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Razia Cukur Rambut dalam Dinamika Kurikulum Merdeka, Apakah Masih Relevan?

8 September 2023   22:48 Diperbarui: 10 September 2023   18:33 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memotong rambut anak. (Shutterstock via Kompas.com)

Sekolah adalah tempat untuk belajar dan berkembang, dan pendekatan yang mendukung pertumbuhan siswa dalam segala aspek, mungkin lebih sesuai atau relevan dengan semangat pendidikan di era digital dan Kurikulum Merdeka saat ini.

Aturan rambut di sekolah ada bukan tanpa alasan

Setiap sekolah tentu memiliki tata tertibnya sendiri. Jangankan di sekolah, tapi dimanapun kita berada pasti ada aturannya. Begitu pula, ada aturan yang diterapkan di rumah tangga kita masing-masing.

Meskipun sering menjadi bahan perdebatan, penting untuk mencermati alasan di balik adanya aturan penertiban rambut siswa ini dari sudut pandang sekolah. 

Sebenarnya terdapat beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi aturan mengenai rambut ini yang perlu dipahami lebih dalam.

  1. Demi menjaga kesehatan siswa. Rambut yang tidak terjaga dengan baik dapat menjadi tempat berkembangnya masalah kesehatan seperti ketombe, kutu, atau masalah kulit kepala lainnya. Rambut yang sudah panjang misalnya juga bisa menjadi sarang kuman dan bakteri karena keringat yang dihasilkan dari aktivitas anak di sekolah dan bisa membuat anak gatal atau iritasi.

  2. Demi menciptakan kondusivitas proses belajar-mengajar. Rambut yang terlalu panjang atau tidak sesuai dengan standar sekolah dapat mengganggu konsentrasi siswa. Kadang, saya melihat bahwa siswa yang non-muslim yang terus-menerus merapikan rambut mereka saat belajar. Hal seperti itu tentu dapat gangguan dalam proses belajarnya. Oleh sebab itu, aturan ini dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih fokus dan menjaga konsentrasi.

  3. Tuntutan dan norma yang berlaku di masyarakat. Menurut saya, sampai saat ini masyarakat pasti banyak yang belum membenarkan adanya siswa laki-laki yang berambut gondrong. Masyarakat akan bertanya apakah wajar ada anak SD yang rambutnya gondrong. Dari pertanyaan sepele seperti itu dapat mempengaruhi citra dan reputasi sekolah. Dengan menjaga standar yang telah ditetapkan, sekolah dapat mempertahankan reputasinya sebagai lembaga pendidikan yang serius dalam mendidik dan membina peserta didiknya.

  4. Upaya menanamkan kesadaran akan aturan sebagai bekal kehidupan sosial. Kehidupan di masyarakat memang diatur oleh berbagai aturan, dan anak-anak perlu dipersiapkan untuk menghadapi kenyataan ini. Dengan mematuhi aturan sekolah, anak-anak dapat belajar untuk taat aturan sejak awal, yang akan menjadi bekal berharga dalam menjalani kehidupan bermasyarakat nantinya. Masyarakat umumnya mengharapkan bahwa sekolah menjalankan aturan yang konsisten dan mempersiapkan anak didik menjadi anggota masyarakat yang taat aturan.

Meskipun polemik seputar razia cukur rambut terus berlanjut, sebagai stakeholder pendidikan, kita semua perlu memahami sudut pandang sekolah dalam menerapkan aturan ini. 

Meski tampak kaku atau ketinggalan zaman di mata beberapa pihak, aturan rambut ini memiliki alasan dan tujuan tertentu sesuai dengan keempat poin yang telah disebutkan, dan utamanya demi pembentukan karakter siswa. 

Dengan memahami sudut pandang sekolah, kita dapat berbicara tentang perubahan yang lebih baik dan seimbang. dan mendiskusikan mengenai kebijakan sekolah yang relevan dengan zaman kita saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun