Dikenal pertama kali di Sulawesi Selatan pada tahun 1905, penyakit ini telah menyebar ke berbagai provinsi di Indonesia, bahkan hingga saat ini masih menjadi ancaman serius bagi tanaman pisang. [sumber]
Meskipun telah lama berlalu, sifat penyakit yang sulit diidentifikasi dan kurangnya pemahaman menyebabkan sulitnya penanganan dan pencegahan secara efektif. serta membuat langkah pencegahan pun masih rumit.
Seiring berjalannya waktu dan pengalaman petani pisang, pesan penting dari mereka adalah: "jangan menebang pohon pisang yang sakit dan hindari menggunakan parang yang sama untuk menebang pisang yang sehat."
Mengapa pesan ini menjadi kunci dalam upaya preventif?
Sebagai "penyakit darah", dapat dengan mudah menular dari satu tanaman ke tanaman lain melalui berbagai cara, termasuk melalui alat-alat tajam seperti parang yang digunakan untuk menebangnya.Â
Ini disampaikan langsung oleh petani pisang yang telah berpengalaman mencermati fenomena yang terjadi pada pisang selama belasan tahun.
Dalam mencegah penyebaran penyakit ini, para petani secara bijaksana menolak untuk menebang pohon pisang yang telah terinfeksi. Dalam pikiran mereka, menebang pohon pisang yang sakit hanya akan membantu menyebarkan penyakit lebih luas.
Di samping itu, upaya preventif para petani menyadari bahwa penggunaan alat-alat tajam untuk menebang, seperti parang, juga dapat menjadi alat penularan penyakit.Â
Meskipun telah dibersihkan, petani tidak bisa memastikan apakah sudah benar-benar steril dan tidak akan menyebarkan penyakit ke pisang yang lain yang masih sehat.
Jadi, intinya adalah agar tidak usah menebang pohon yang sakit. biarkan saja ia musnah atau mati dengan sendirinya.
Bila tetap hendak ditebang maka mesti memastikan untuk menggunakan parang yang berbeda ketika memotong pisang yang berbeda, khususnya antara pisang yang terinfeksi dan yang sehat.Â