Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ada 6 Kiat Mahasiswa dan Dosen Menolak Praktik Joki Ilmiah

17 Februari 2023   11:41 Diperbarui: 17 Februari 2023   22:02 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa. (SHUTTERSTOCK via Kompas.com)  

Berbicara masalah joki ilmiah dalam dunia akademik merupakan sebuah cerita lama dan sudah menjadi rahasia umum di di kalangan mahasiswa maupun dosen.

Memang terasa miris apabila keberadaan joki ilmiah ini tidak segera diberantas tentu menjadikan pandangan masyarakat awam tentang dunia pendidikan menjadi sinis karena dianggap sudah tidak lagi memiliki integritas sebagai bentuk terkikisnya karakter dan moral para pelakunya.

Sebenarnya eksistensi joki ilmiah ini terjadi karena adanya kesempatan. Saat ada banyak mahasiswa yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugas akhir namun dengan cara instan saja.

Sejatinya, para mahasiswa dan dosen yang berkecimpung dalam dunia pendidikan sudah harus terdidik dengan pola kompetensi yang dibangun.

Tugas akhir bagi mahasiswa dan karya/jurnal ilmiah bagi para dosen merupakan sebuah hal yang harus dirancang sedemikian rupa sebagai buah dari hasil pemikiran dan proses literasi yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan sejak masa awal saat memutuskan terjun dalam dunia akademisi ini.

Namun, terkadang mahasiswa yang kuliah bukanlah bersumber dari kemauan dan kesadaran diri sendiri melainkan karena adanya faktor paksaan dari orang tua atau keluarga. Sedangkan dosen yang hendak menjadi guru besar dilatarbelakangi karena faktor gengsi atau status sedangkan kemampuan diri masih terbatas untuk dapat meraih gelar yang diinginkan tersebut. Ada pula yang beralasan bahwa karena minimnya waktu dan kesempatan yang dilatar belakangi oleh faktor usia meskipun yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kompetensi.

Sehingga keberadaan joki ilmiah dianggap menjadi sangat penting dan berguna bagi para mahasiswa dan dosen yang hanya mementingkan hasil akhir tanpa mengedepankan pentingnya sebuah proses berpikir dan mengaktualisasikan diri. 

Sekali lagi, seperti yang saya sampaikan di atas bahwa joki ilmiah hadir karena adanya peluang dan kesempatan yang diberikan oleh para mahasiswa dan dosen itu sendiri.

Apakah keberadaan joki ilmiah ini bisa "ditolak" dari dunia akademik? Jawabannya tentu saja bisa. 

Lalu, bagaimana caranya agar tercipta iklim pendidikan dalam arti yang sesungguhnya hingga menjadikan para manusia yang terlibat di dalamnya menjadi "orang-orang yang terdidik".

1. Kuliah bukan hanya sekedar meraih gelar akademik

Sebuah permasalahan yang sangat mendasar yang dialami oleh mahasiswa adalah ketika ia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi namun menganggap hal itu sebagai fase dari sebuah jenjang pendidikan yang harus dilalui.

Banyak orang yang hanya menganggap bahwa belajar itu dimulai dari jenjang PAUD atau TK - pendidikan dasar dan menengah - pendidikan tinggi.

Sehingga tak afdol rasanya apabila setamat SMA tidak melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Lantaran bila menengok teman-teman dalam circle pertemanan malah hampir pada umumnya mereka melanjutkan kuliah.

Sehingga tujuan untuk kuliah hanya dipengaruhi oleh faktor psikologis atau beban mental semata tanpa berpijak pada tujuan atau goals yang akan dicapai.

Seharusnya para calon mahasiswa ini diberikan bekal pemahaman oleh sekolah maupun orang tua bahwa kuliah bukan untuk mengejar gengsi. Bukan pula menjadi bukti telah mengikuti "arus utama". Melainkan sebagai proses pembentukan cara berpikir dan membangun perspektif atau sudut pandang.

Bila tidak ingin kuliah maka tidak perlu memaksakan diri untuk kuliah. Karena proses pendewasaan diri tidak hanya dapat dilalui dari bangku kuliah semata. 

Begitu pula proses meraih kesuksesan tidak hanya dibuktikan dari gelar akademik dan ijazah yang diperoleh tersebut.

Namun, tak tertutup pula kesempatan kuliah bisa menjadi jembatan menuju perubahan pola pikir untuk dapat menggerakkan segala potensi diri demi kesuksesan hidup di kemudian hari.

2. Kemauan untuk berproses dan bertransformasi

Hal penting selanjutnya yang harus dimiliki dalam diri setiap mahasiswa dan dosen adalah kemauan untuk berproses dan bertransformasi meraih perubahan cara berpikir dan menilai segala sesuatu.

Bila status sebagai seorang mahasiswa telah diraih maka diperlukan semangat yang kuat dan motivasi yang tinggi untuk memantaskan diri menjadi seorang yang akan menjadi dewasa dalam segi mentalitas.

Ubah pola pikir dari seorang siswa yang mungkin masih terkukung dan terkekang oleh berbagai tekanan, menjadi seseorang yang telah bertransformasi menjadi siswa yang "maha". Selanjutnya akan nge-push diri dengan berbagai potensi untuk memerdekakan dan menghargai diri sendiri.

3. Sadar akan tanggung jawab moral kepada orang tua yang telah berjasa

Ada mahasiswa yang sengaja menggunakan jasa joki ilmiah agar dapat memuluskan jalannya memperoleh tugas akhir sebagai syarat untuk kelulusan dan meraih gelar akademik, maka hal tersebut merupakan sebuah langkah menuju jurang kehinaan.

Sebuah langkah yang sangat tidak terpuji dengan dasar mengkambing hitamkan orang tua yang sudah berkorban banyak hal untuk mahasiswa tersebut.

Padahal apabila seorang mahasiswa paham akan konsep berbakti kepada orang tuanya maka ia akan berjuang dengan sungguh-sungguh sebagai bentuk tanggung jawab moral.

Persembahkanlah gelar akademik kepada orang tua dari hasil menguras dan mengasah kemampuan diri sendiri, bukan karena joki.

4. Pentingnya arahan dari dosen pembimbing akademik dan pembimbing tugas akhir

Sebenarnya sejak awal masa kuliah para mahasiswa sudah ditentukan dosen pemimpin akademiknya untuk mendorong mahasiswa tersebut menjadi lebih giat dalam belajar dan berkegiatan yang positif. 

Hingga pada akhirnya pada proses pembuatan skripsi sebagai tugas akhir juga sudah ditentukan dosen pembimbing yang akan mengarahkan dan memberi masukan kepada mahasiswa agar dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi tersebut dengan baik.

Apabila mahasiswa tersebut dapat menjalin kedekatan dengan dosen pembimbingnya tentu segala kendala dalam proses penyelesaian tugas akhir dapat diselesaikan tanpa kehilangan arah sebagaimana yang sering dialami oleh mahasiswa tingkat akhir.

Sebagai seorang mahasiswa yang sedang mendapatkan bimbingan harus selalu berprasangka baik kepada dosen pembimbing. Apabila ada koreksi atau masukan yang disampaikan oleh dosen pembimbing terhadap draft tugas akhir, maka hal tersebut merupakan sebuah proses menuju perbaikan tugas akhir menjadi sebuah karya ilmiah yang terpuji.

Namun sayangnya kebanyakan mahasiswa banyak yang menganggap hal tersebut sebagai sebuah batu sandungan untuk memperlambat gerak mahasiswa dalam proses penyelesaian tingkat akhir. Padahal itu tidak benar sama sekali.

Mahasiswa yang sedang berkutat dalam proses penyelesaian tugas akhir ---yang sebelumnya belum memiliki pengalaman membuat skripsi--- tentu selayaknya mampu bersikap bijaksana dalam menanggapi masukan dan arahan yang disampaikan oleh dosen pembimbingnya.

Percayalah bahwa apabila mahasiswa menuruti dan mematuhi arahan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing niscaya proses penyelesaian tugas akhir dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Saya pun dulu sebagai mahasiswa juga merasakan bagaimana proses bimbingan dengan dosen pembimbing tugas akhir. Karena saya yang butuh bimbingan tentu saya yang harus berjuang dan mendekati dosen pembimbing tersebut.

Alhamdulillah, dengan keseriusan dan ketekunan maka tugas akhir dapat diselesaikan dengan baik sehingga saya pun dapat menyelesaikan masa studi dengan tepat waktu.

5. Berkolaborasi dengan rekan sesama mahasiswa

Dukungan dalam proses penyelesaian tugas akhir , makalah, dan berbagai karya ilmiah lainnya sebenarnya dapat diselesaikan oleh mahasiswa dengan cara saling berkolaborasi antar sesama rekan mahasiswa.

Sharing yang dilakukan dengan sesama rekan mahasiswa merupakan sebuah bantuan moril untuk membangun semangat dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini secara bersama-sama.

Pengalaman saya pribadi ketika dulu menyelesaikan skripsi adalah dengan saling bertukar pikiran dengan rekan-rekan dan sahabat mahasiswa.

Dengan kedekatan yang telah terbangun antar sesama mahasiswa tentu di mereka menginginkan untuk dapat menyelesaikan skripsi dan wisuda secara bersama-sama.

Hal tersebutlah yang saya alami pada saat menyelesaikan skripsi dulu. Saya dan rekan mahasiswa hampir setiap hari menyelesaikan skripsi tersebut secara bersama-sama dengan mengunjungi perpustakaan dan ruang referensi lainnya.

6. Meluangkan waktu untuk kegiatan yang membangun proses aktualisasi diri

Menjadi mahasiswa berarti bersedia untuk mengaktualisasikan dirinya dalam proses analisa yang diwujudkan melalui proses berpikir secara matang dan terkonsep.

Seorang mahasiswa diharapkan tidak hanya menyibukkan diri dalam proses belajar di ruang kelas semata, melainkan juga harus aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Apabila mahasiswa itu aktif dalam kegiatan organisasi maka ia akan memiliki wawasan yang luas yang dapat membantunya nanti dalam proses pembuatan tugas akhir skripsi dan karya ilmiah lainnya.

Untuk meningkatkan kemampuan menulis maka mahasiswa juga bisa mengisi waktu luangnya dengan kegiatan blogging. Saya beruntung ketika dulu semasa kuliah saya dapat mengisi waktu luang dengan kegiatan menulis di Kompasiana ini. Hal tersebut sedikit banyaknya memberikan bekal kepada saya dalam proses penulisan skripsi terkait penyusunan kata dan merangkai ide menjadi sebuah tulisan yang layak dan sesuai kriteria ilmiah.

Dengan berbagai proses aktualisasi diri yang dilakukan oleh mahasiswa selama masa studi di perguruan tinggi, serta melalui berbagai kegiatan yang positif baik di dalam kampus maupun di luar kampus, maka hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam proses penyelesaian tugas akhir, skripsi dan karya ilmiah lainnya.

Dari keenam poin yang telah disampaikan di atas, apabila mahasiswa dapat mencermati dan mengamalkannya dengan baik maka saya percaya bahwa setiap mahasiswa tidak perlu lagi membutuhkan yang namanya joki ilmiah untuk menyelesaikan berbagai tugas dan karya ilmiah yang dituntut oleh kampus.

Dengan tekad dan kemampuan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki oleh diri sendiri, disertai dengan kolaborasi yang dilakukan antara sesama mahasiswa maka proses penyelesaian karya ilmiah dapat dilakukan dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Apabila hal tersebut dilakukan oleh mahasiswa maka saya yakin para joki ilmiah ini dengan sendirinya akan mundur dengan tertib.

Pada akhirnya para mahasiswa dan dosen yang terlibat dalam dunia akademik dapat menjadi manusia-manusia yang berintegritas dalam membangun peradaban dunia pendidikan yang terhindar dari praktik-praktik "jahiliah".

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun