Sekolah adalah rumah kedua bagi semua warga sekolah. Terutama bagi peserta didik yang harus merasakan bahwa sekolah adalah tempat terbaik baginya selain di rumah sendiri.
Sudah selayaknya sekolah memang menjadi tempat yang menyenangkan dengan berbagai pengalaman yang akan dinikmati oleh seluruh peserta didik.
Setiap satuan pendidikan pasti akan berupaya bagaimana mewujudkan sekolah yang ramah anak dengan iklim yang kondusif untuk interaksi antar sesama peserta didik.
Walau demikian, sekolah tetap saja tidak tidak akan sepenuhnya luput dari berbagai jenis konflik yang terjadi di kalangan peserta didik.
Pergaulan anak-anak atau remaja di usia sekolah, tidak akan terbebas dari konflik pertemanan di antara mereka.
Hal tersebut merupakan hal yang normal terjadi dan selaku orangtua seharusnya dapat memaklumi hal tersebut selagi masih bisa ditolerir.
Hanya saja bagi sebagian orangtua --- yang masih dalam fase transisi dari perilaku sangat memanjakan anak-anaknya --- tatkala anak mengalami konflik kecil atau ringan akhirnya malah ditanggapi menjadi sebuah masalah yang besar.
Belum lama ini di sekolah kami terjadi hal tak terduga berupa kecelakaan kecil yang dialami oleh salah seorang siswa saat berinteraksi dengan temannya.
Siswa tersebut mengalami luka sobekan di bagian kaki. Alhamdulillah dapat segera dilarikan oleh orangtuanya ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
Karena kebetulan kejadian tersebut terjadi saat proses pembelajaran memang telah usai dan dalam suasana para siswa sedang menunggu jemputan orangtua untuk pulang ke rumah.
Saat malam hari, orangtua murid yang bersangkutan melaporkan hal tersebut kepada wali kelas.
Wali kelas agak merasa sedikit tersinggung karena isi pesan chat yang dikirimkan oleh orangtua cenderung memojokkan pihak guru atau sekolah yang kurang bertanggung jawab mengawasi interaksi siswa di lingkungan sekolah.
Daripada urusan terlalu melebar ke mana-mana dan mencari-cari kesalahan untuk dikambinghitamkan, lebih baik pihak sekolah mengetahui kronologis kejadiannya dengan bantuan rekaman CCTV.
Kebetulan sekolah kami telah dipasangi CCTV (closed circuit television) atau televisi sirkuit tertutup di beberapa sudut sekolah.
Sistem televisi sirkuit tertutup ini memang digunakan oleh sekolah untuk tujuan pemantauan.
Tidak mungkin beberapa pasang mata guru dan tenaga kependidikan yang ada mampu memantau segala gerak-gerik dan tingkah laku seluruh peserta didik di lingkungan sekolah yang jumlahnya sampai ratusan siswa.
Sehingga dengan adanya CCTV ini diharapkan dapat menjadi patokan untuk mengetahui segala kronologis kejadian yang terjadi di lingkungan sekolah terutama yang dialami oleh siswa.
Oke, baiklah.
Nah, operator sekolah langsung mengutak-atik rekaman CCTV dari layar monitor. Setelah diketahui titik lokasi kejadian dan memilih kamera terdekat dari lokasi tersebut.
Akhirnya setelah di-crosscheck oleh operator bersama beberapa orang guru ditemukan jejak rekaman yang memperlihatkan kronologis kejadian yang dialami oleh siswa tersebut.
Kemudian jejak rekaman tersebut rencananya akan disimpan ulang sebagai barang bukti apabila orangtuanya datang ke sekolah untuk komplain atau melayangkan keluhan.
Namun, setelah beberapa hari pihak sekolah menunggu kedatangan orangtua dari siswa yang bersangkutan namun ternyata sampai hari ini beliau tidak pernah melayangkan komplain kepada pihak sekolah atas kejadian tersebut.
Kami dari pihak sekolah menduga bahwa di malam hari orangtua mengirimkan pesan kurang beretika kepada wali kelas, semua itu dilakukan hanya karena faktor emosi sesaat.
Kemungkinan besar sang anak mungkin saja melaporkan kronologi kejadian yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Lalu, ketika orangtua mengkonfirmasi kepada temannya yang terlibat maka bisa saja argumen yang diterimanya mampu mematahkan niat orangtua untuk komplain ke sekolah.
Terlepas dari itu semua, ternyata CCTV memiliki manfaat yang besar untuk membantu sekolah menanggulangi dampak konflik yang dialami oleh peserta didik di lingkungan sekolah.
Kegunaan CCTV bagi pihak sekolahÂ
Pertama, agar sekolah dapat mengetahui dengan pasti seperti apa segala kronologis kejadian yang telah menyebabkan terjadinya konflik antar siswa di sekolah.
Kedua, sebagai barang bukti yang otentik terhadap suatu peristiwa yang terjadi di sekolah yang dapat dipertanggungjawabkan kepada orangtua atau wali murid.
Ketiga, untuk menghindari komplain atau keluhan dari orangtua dengan argumen yang di luar konteks masalah yang sesungguhnya telah terjadi di lingkungan sekolah.
Keempat, menghindari potensi siswa berkata bohong dengan tidak menyampaikan kronologi kejadian yang apa adanya.
Di sekolah, para guru dan tenaga kependidikan selalu berupaya mewujudkan situasi dan keamanan sekolah yang kondusif demi mewujudkan suasana pembelajaran di sekolah yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik.
Program Sekolah Ramah Anak yang disandang oleh sekolah kami menjadikan pihak sekolah selalu berupaya untuk mewujudkan suasana sekolah yang kondusif dan minim konflik.
Oleh sebab itu, para orangtua dan atau wali murid perlu memahami upaya yang telah dilakukan sekolah untuk menjadikan sekolah sebagai rumah kedua bagi anak.
Upaya orangtua meminimalisir potensi terjadinya konflik siswa di sekolah
Berkaca dari pengalaman diatas, inilah yang perlu dilakukan oleh orangtua sebagai kerjasama penanggulangan potensi konflik di sekolah.
1. Membangun rasa kepercayaan orangtua terhadap pihak sekolah dengan cara memahami upaya-upaya sekolah yang terus berupaya mewujudkan situasi yang kondusif.
2. Perlunya orangtua selalu bersikap profesional dalam keterlibatan penyelesaian konflik atau masalah yang terjadi walau sekecil apapun masalah yang tengah dihadapi itu.
3. Tidak serta merta percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan oleh anak. Dalam arti bahwa orangtua perlu melakukan konfirmasi kejadian yang sebenarnya ke pihak-pihak yang terlibat.
4. Orangtua sejatinya harus selalu menanamkan kejujuran kepada anak dan terus mendorong anak mengamalkan perilaku terpuji tersebut dalam berbagai situasi dan kondisi termasuk saat dalam suasana konflik sekolah yang sedang dihadapi.
5. Jangan menjadi sumber masalah baru bahwa karena sikap orangtua yang tidak terpuji menyebabkan masalah kecil dapat berubah menjadi masalah besar yang dapat menarik perhatian wali murid lain sehingga berpotensi menjadi viral.
6. Mengutamakan sinergitas antara orangtua dengan pihak sekolah demi mewujudkan suasana belajar yang kondusif dalam segala proses belajar-mengajar (PBM) sebagaimana mestinya.
Semoga informasi ini bermanfaat dan menambah wawasan orangtua dalam menumbuhkan perilaku yang bijak dalam manajemen penanggulangan konflik di lingkungan sekolah.
Bagi para orangtua yang sudah menyimak ulasan ini, bagaimana tanggapannya?
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H