Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tanggapan Guru Mengenai Pemberian Hadiah Saat Pembagian Rapor

2 Juli 2022   06:10 Diperbarui: 7 Juli 2022   06:10 2199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penilaian Akhir Semester (PAS) sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu untuk tingkat SD di beberapa daerah termasuk di sekolah kami mengajar.

Segala rangkaian kegiatan penilaian atau asesmen atas proses belajar siswa selama satu semester pada semester genap ini sudah dilaksanakan dengan sangat baik.

Lalu, kemudian para guru akan mengolah nilai siswa berdasarkan nilai-nilai yang didapat dari penilain harian yang terdiri dari nilai pengetahuan (KI-3) dan nilai keterampilan (KI-4).

Serta pula akumulasi dari nilai MID semester atau Penilaian Tengah Semester (PTS).

Jadi total dari keseluruhan nilai yang telah direkap oleh guru kemudian dijumlahkan dan didapatlah nilai rata-rata sesuai yang tertera di rapor lengkap dengan deskripsi atas kemampuan siswa terhadap salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan.

Pada aplikasi rapor Kurikulum 2013 yang masih harus digunakan dan menjadi tahun terakhir penggunaannya sebelum nanti di tahun ajaran baru sudah menerapkan Kurikulum Merdeka.

Baiklah kalau begitu. Kembali kita pada proses pengolahan nilai, lalu pembagian rapor kepada orang tua atau wali murid yang hadir di sekolah untuk menerima rapor anak secara langsung.

Dalam proses pembagian rapor ini, kerap diselingi dengan sesi pemberian hadiah atau kado dari orang tua wali murid kepada guru yang bersangkutan.

Memang penyerahan kado atau hadiah kepada guru ini sudah menjadi tren atau budaya unik yang terjadi di sekolah lintas daerah. 

Termasuk kami mengira bahwa pemberian hadiah atau kado yang diberikan orang tua kepada guru ini di daerah kami sudah menjadi tradisi atau budaya tersendiri di lingkungan sekolah, baik negeri maupun swasta.

Pemandangan penyerahan hadiah dari orang tua kepada guru menjadi sebuah hal baru bagi diri kami pribadi karena mulai diangkat menjadi seorang guru sejak 2019 yang lalu.

Di tahun awal kami ditempatkan di sekolah tersebut, pemandangan penyerahan hadiah ini menjadi sesuatu yang membuat kami menerka-nerka apakah hal tersebut wajar atau tidak.

Dimana bahwa selama ini kami jarang sekali menjumpai ada orang tua yang memberikan hadiah kepada guru dari anak-anaknya.

Sejak di bangku TK hingga SMA di kota yang sama, sejauh itu kami mengira bahwa tidak ada kami menjumpai bahwa ada orang tua yang memberikan hadiah kepada guru.

Entah apakah itu diserahkan secara sembunyi atau mungkin diserahkan setelah aktifitas sekolah telah usai. Atau mungkinkah diserahkan oleh orang tua  kepada guru di suatu tempat misalnya. 

Tapi dari penerawangan kami bahwa memang kami tidak pernah menemukan hal semacam itu selama ini.

Kemudian kami melanjutkan studi di Jawa yakni di kota pelajar, Yogyakarta. Di masa akhir untuk semester perkuliahan, kami melaksanakan kegiatan PPL-KKN di suatu SMA negeri di Kulon Progo.

Ketika kami ditugaskan di sekolah tersebut, menurut hemat kami juga tidak ada sesi pemberian hadiah oleh orang tua kepada guru di akhir semester tahun ajaran yang tengah berlangsung.

Tapi entahlah mungkin saja belakangan ini sesi pemberian hadiah oleh orang tua kepada guru di sekolah-sekolah tersebut telah terjadi.

Yang jelas, ketika kami sudah memasuki dunia sekolah dan menjadi seorang guru di tahun 2019 hingga detik ini, pemerian hadiah dari orang tua kepada guru ini memang sudah menjadi sebuah catatan tersendiri bagi kami untuk diangkat ke permukaan.

Nah, kebetulan Kompasiana mengangkat isu ini sebagai Topik Pilihan sejak tiga hari yang lalu sehingga uneg-uneg yang telah diendapkan dalam benak selama ini sudah waktunya untuk dikristalisasi menjadi butir-butir argumen yang akan kami sampaikan dalam artikel kali ini.

Jika dihitung sejak 2019 hingga kini 2022, maka sudah 4 kali kami mendapati momen pembagian rapor di akhir semester atau akhir tahun ajaran.

Sejauh ini sudah beberapa kami menerima hadiah secara tidak langsung yang diberikan oleh orang tua kepada kami sebagai guru dari anak-anaknya telah kami didik di sekolah.

Ya, secara tidak langsung. maksudnya adalah kami menerima hadiah tersebut dari wali kelas yang dititipkan oleh orang tua atau wali kelas saat sesi penyerahan rapor siswa di ruangan kelas.

Kebetulan kami mengajar mata pelajaran yang menjadi bagian dari bidang studi. Kami bukanlah seorang wali kelas.

Maka pada sesi penyerahan rapor oleh wali kelas kepada orang tua siswa, kami sebagai guru bidang studi tidak ikut-ikutan stand by di dalam ruangan kelas. semua itu sudah di-handle dengan baik oleh setiap wali kelasnya.

Biasanya kami para guru bidang studi berdiam di ruangan majelis guru, di perpustakaan atau membantu mengatur kendaraan yang parkir di sekitar halaman sekolah.

Lalu, tiba-tiba setelah sesi pembagian rapor ini berakhir. Wali kelas keluar dari ruangan kelas dengan menenteng bingkisan hadiah dari orang tua yang kemudian diberikan kepada guru bidang studi sesuai yang telah dititipkan oleh orang tua atau wali murid kepada wali kelas.

Kami dan sesama rekan guru bidang studi seringkali tidak menyangka bahwa akan ikut menerima bingkisan dari orang tua siswa yang sudah kami didik selama ini.

Hadiah atau bingkisan kado dari orang tua yang sudah pernah kami terima sejauh ini berupa makanan dan beberapa barang sederhana yang dari segi harga bukanlah barang mewah atau sangat mahal.

Kami dalam posisi sebagai guru sebenarnya tidak pernah mengharapkan hal itu terjadi dengan perkiraan bahwa bisa saja orang tua akan memberatkan atau merepotkan orang tua siswa saja.

Sedangkan untuk mengembalikan bingkisan hadiah tersebut kepada orang tua sepertinya tidak bisa dilakukan begitu saja.

Selain dikarenakan kami tidak tahu alamat kediaman orang tua siswa yang memberikan bingkisan hadiah tersebut. Juga sepertinya hal itu akan menyinggung perasaan orang tua siswa.

Budaya yang berkembang di negara kita ini adalah budaya "tidak enakan". 

Ketika orang tua wali murid tidak enakan jika tidak memberikan hadiah padahal guru sudah berjuang mencerdaskan anaknya dalam proses menuntut ilmu dan pengetahuan.

Serta guru pun tidak enakan jika menolak pemberian dari orang tua.

Dalam kacamata posisi sebagai guru sebenarnya jika memungkinkan akan menolak pemberian hadiah tersebut.

Setiap kali orang tua memberikan hadiah pasti yang dilakukan oleh guru pertama kali adalah menunjukkan sikap penolakan.

Tapi sudah pasti bahwa orang tua siswa tidak akan menyerah begitu saja, tidak akan pernah ada ceritanya bahwa hadiah yang telah disiapkan tersebut kembali dibawa pulang. 

Bahkan dari penolakan yang ditunjukkan oleh guru, orang tua siswa malah akan memaksa guru untuk menerimanya.

Sebuah dilema yang akan dialami oleh para guru. Niat awal dari orang tua mungkin mengandung nilai positif dimana hal itu sebagai bentuk apresiasi atau ucapan terima kasih. 

Apakah guru harus serta merta menolak semua bentuk pemberian dari orang tua kepada guru?

Mengapa guru tidak boleh menerima rezeki Tuhan yang disampaikan lewat jalan pemberian hadiah dari orang tua? Bukankah menolak rezeki itu dilarang agama karena dapat menjadi sebuah bentuk rasa tidak bersyukur atas rezeki yang datang menghampiri?

Anggap saja, hadiah yang diberikan orang tua tersebut menjadi sebuah sedekah. Apakah salah jika orang tua memberikan sedekah kepada guru dari anaknya sendiri?

Lalu, bagaimana jika pemberian hadiah tersebut masuk kategori gratifikasi?

Kami rasa tidak semudah itu pemerintah atau aturan terkait memvonis bahwa pemberian tersebut menjadi sebuah bentuk gratifikasi.

Gratifikasi bisa terjadi jika terjadinya kesepakatan antara orang tua dan guru untuk menentukan nilai terbaik yang akan diberikan kepada siswa yang menjadi subjek sekaligus objek.

Tapi, sejauh ini tidak ada yang namanya kesepakatan atau deal-deal'an antara orang tua dengan guru untuk mengatur nilai siswa.

Jika hal tersebut sempat ditempuh, maka pemberian hadiah tersebut barulah bisa dikategorikan sebagai gratifikasi.

Karena memang, kami para guru tidak akan pernah terpengaruh dalam pemberian nilai hanya karena orang tua telah memberikan hadiah.

Kami para guru masih teguh memegang prinsip bahwa nilai yang diberikan atau tercantum di rapor adalah murni dari hasil kemampuan siswa itu sendiri.

Tidak ada istilah guru akan memberikan nilai diluar kewajaran kepada siswa yang dianggap belum menguasai materi pelajaran dengan baik.

Memberikan hadiah atau tidak sekalipun, guru tetap akan memberikan nilai secara real sesuai dengan kemampuan siswa.

Apakah hadiah tersebut dapat menjadi jaminan bagi orang tua bahwa di kemudian hari anaknya akan mendapatkan nilai yang terus-menerus bagus dan sesuai harapan orang tua?

Oh tunggu dulu, orang tua jangan pernah berpikiran sampai kesitu.

Guru tetap akan memegang prinsip bahwa siswa memperoleh nilai sesuai usaha dan perjuangannya selama ini dalam proses pembelajaran yang telah dilalui siswa.

Guru tidak akan memberikan nilai yang dilatarbelakangi faktor kasihan atau perasaan tidak enakan kepada orang tua karena telah memberikan hadiah.

Jika siswa memang belum menguasai materi sehingga tidak naik kelas, maka guru tetap akan menyampaikan hal itu kepada orang tua dengan alasan dan bukti yang masuk akal.

Maka kepada para orang tua hilangkanlah kebiasaan memberikan hadiah saat pembagian rapor agar nilai-nilai yang tertera di rapor siswa dapat dipertanggungjawabkan dengan baik oleh guru tanpa ada embel-embel perasaan "tidak enakan".

Guru tidak akan menandai siapa saja orang tua yang jarang memberikan hadiah atau tidak pernah sekalipun memberikan hadiah.

Oleh karena itu, orang tua jangan merasa khawatir dan cemas jika tidak pernah memberikan hadiah maka nilai anaknya akan dipertaruhkan. Sama sekali tidak!

Lalu apakah orang tua masih boleh memberikan hadiah kepada guru?

Kami menilai jika orang tua memang masih berkeinginan untuk bersedekah dengan cara pemberian hadiah kepada guru. Maka hendaklah pemberian sedekah hadiah itu tidak dilakukan bertepatan dengan momentum pembagian rapor.

Demikianlah pandangan kami sebagai seorang guru menanggapi fenomena pemberian hadiah yang dilakukan oleh orang tua kepada guru disaat momen pembagian rapor.

Satu hal penting sebagai sebuah bentuk edukasi guna mengubah mindset atau mencerahkan pandangan para orang tua bahwa pemberian hadiah atau kado tersebut tidak akan berpengaruh pada penggenjotan nilai anaknya. 

Hadiah atau bingkisan kado itu tidak akan mempengaruhi nilai anaknya dan tidak akan menjadi tolok ukur keberhasilan siswa.

Oleh sebab itu, daripada orang tua sibuk memikirkan kado atau hadiah apa yang hendak diberikan kepada guru. Maka hendaklah yang perlu dilakukan adalah mengatur strategi jitu tentang bagaimana anaknya meraih kesuksesan dalam proses pembelajaran yang dialaminya di sekolah atau ruang kelas.

"Tiada hasil yang mengkhianati usaha", dimaknai bahwa nilai anak bergantung pada kemampuan dan usaha belajar sungguh-sungguh yang telah dilakukan siswa. Pemberian hadiah atau kado itu tidak akan berpengaruh sama sekali.

Pemberian hadiah yang diberikan oleh orang tua, biar hanya Tuhan yang membalasnya sebagai sebuah amal kebaikan yang telah dilakukan orang tua siswa.

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun