Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Kisah Pejuang Sahur Ketika Klitih Mati Suri

10 April 2022   08:30 Diperbarui: 10 April 2022   12:50 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sahur.| Sumber: Shutterstock/Odua Images via kompas.com

Status ini akan didapatkan bagi kami yang tinggal berkelompok di asrama. Status menjadi pejuang sahur ini akan didapatkan secara bergiliran selama bulan puasa ramadhan ini.

Tapi pejuang sahur tergolong menjadi dua kategori, yakni pejuang sahur untuk diri sendiri dan pejuang sahur untuk kebersamaan. Adakah perbedaannya?

Pejuang sahur untuk dirinya sendiri dimana dia berjuang untuk dirinya sendiri. Mungkin lantaran karena dia ngekos sendiri. Atau bisa juga walaupun dia tinggal bareng dengan temannya tapi dia tidak mau dititipkan beli makan sahur. Dan bisa juga dia orang yang "I don't care". Seorang anak rantau yang berprinsip, mau makan ya usaha sendiri.

Tapi anak rantau banyak yang lebih memilih menjadi pejuang sahur untuk kebersamaan. Dia rela jika harus bangun lebih awal dan membelikan makanan sahur untuk teman-temannya.

Pukul 03.00 WIB sudah bangun. Untuk kemudian bergerilya ke warung makan yang menyediakan menu untuk sahur. Bangun lebih cepat atau bangun tepat waktu harus dilakukan agar bisa kebagian porsi nasi bungkus untuk sahur.

Bagaimana tidak, di jam-jam seperti itu semua anak rantau yang akan sahur tentu juga sudah bangun dan ikut antrean di warung makan-warung makan yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal.

Belum lagi kalo lokasi warung makannya agak jauh dari lokasi tempat tinggal. Kalau telat bangun dan kemudian dapat antrean diakhir, bisa tak makan sahur dong teman yang lainnya yang sudah menunggu. Jangan sampai perang dunia ketiga terjadi karena hal ini.

Selama 4 tahun menetap di Jogja yakni dari tahun 2010 sampai 2014. Pada saat itu tidak ada kejadian klitih seperti yang baru-baru ini terjadi. Klitih pada saat itu sepertinya belum kambuh. Mungkin masih dalam keadaan mati suri.

Sehingga tidak ada kekhawatiran diantara kami jika harus keluar pada saat suasana dini hari untuk menjadi pejuang sahur. Baik itu keluar sendirian untuk mencari menu makanan sahur, maupun pergi bareng ditemani teman.

Lebih kurang habis 1 jam lamanya untuk keperluan membeli makanan sahur ini. Mulai dari menyiapkan kendaraan untuk pergi, menunggu antrean, sampai bisa kembali lagi ke tempat tinggal anak rantau.

Waktu yang cukup panjang itu bisa terjadi karena banyaknya antrean. Ditambah faktor jumlah warung makan yang tidak semuanya buka untuk menjual makan sahur. Otomatis kami harus keliling mencari warung makan yang masih buka dengan sedikit antrean pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun