Mohon tunggu...
abubakr saleh
abubakr saleh Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa geologi yang tak lulus lulus, tapi mempunyai ambisi menjadi penulis handal...doa para pembaca sangat berperan disini...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bengkel Cinta

4 Februari 2015   04:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:52 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Media-media di negeri ini kebanyakan dibuat hanya untuk menjaga muka para penguasa. Kadang-kadang tak masuk akal. Manusia kok dianggap sampah, dibuang begitu saja." kata bapak yang tampak kecewa. Jaring laba-laba disudut atap tampak masih kokoh menahan sayup kipas yang hampir tak punya raga. Aku termenung kaku, seperti kabel yang melintang seenaknya di dinding atas bengkel. Jalan raya menyepi. Suara bapak juga semakin samar. Hatiku berbicara riuh. Dari hanya hobi mendengar radio, bapak bisa menjadi bijak dan berpengetahuan. Benar kata gerombolan manusia bijak yang menyepakati bahwa banyak mendengar membuat bicara lancar.

Lamunanku hancur berkeping-keping ketika suara resah anak bapak. "pak, pinggang ibu kembali sakit. Ibu tak bisa menahannya." dengan sigap bapak merapikan radionya. Dimintanya aku untuk membantunya menutup bengkel. Kulihat wajah bapak muram. Bapak tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Aku mendorong pintu kayu bengkel dan menggemboknya. Apa gerangan yang terjadi dengan istri bapak?

Hampir tiap hari aku duduk di bengkel itu. Tak satupun huruf yang pernah keluar dari mulut bapak yang menjelaskan prihal penyakit ibu. Ketika anak-anaknya kutanya, mereka menjawab hanya nyeri otot tulang belakang. Tidak mungkin bapak secemas itu. Ketika basa-basi kutanyakan kepada tetangga, nihil. Aku masih curiga. Sampai kupaksakan mampir ke rumah bapak dan menemukan beberapa tiket di meja ruang tamu bapak saat bapak membukakanku pintu.

"Kebetulan kau datang. Bapak titip rumah untuk beberapa hari. Mau bawa ibu berobat ke Jakarta besok," kata Bapak membuka pembicaraan.

"Emang ibu sakit apa Pak?"

Bapak tak menjawab, kecuali menyuruhku pulang. Ada rasa cemas yang rapi terkemas dari raut muka bapak. Aku pamit dan mencium tangannya. "semoga ibu cepat sembuh"

Itu kalimat terakhirku untuk bapak. Seminggu kemudian, hingga keramaian mengisi rumah bapak yang tengah menunggu bapak pulang dengan jenazah sang istri tercinta.

*****

Berbulan-bulan kemudian, aku baru tahu bahwa istri bapak terkena kangker. Bapak menyimpan rapat penyakit ibu hanya karena tak ingin anak-anaknya sampai tahu. Jangankan tetangga, saudara-saudara kandung bapak dan ibu pun tak ada yang tahu. Kangker itu telah menyantap habis tulang punggung ibu. Karenanya ibu tak mungkin bisa berdiri. Lalu secara perlahan melahap nyawa ibu.

Bengkel menjadi tak berwarna setelah kematian istri bapak. Tak jarang aku melihatnya tutup. Padahal jam-jam itu adalah saat biasanya bapak mengkhotbahkan kebijakannya. Atau hanya sekedar membahas perspektif Nuim Khaiyath di Melbourne sana dalam memandang dinamika kejadian dunia. Bahkan di rumahpun bapak jarang ada. Anak anaknya jarang ada yang tahu bapaknya pergi kemana.

Kemana bapak pergi? Aku ingin tahu. Siapa tahu bisa menemani. Sebuah rencana menyilaukan otakku. Ingin membuntuti kemana pergi bapak. Hingga momen itu tercipta, aku melihat bapak keluar rumah. Magrib sebentar lagi berkumandang. Tak lebih dari lima menit lagi. Di tangan bapak tergenggam korek api gas yang ada lampunya yang bisa menyala seperti senter. Dengan tegas dan mantap langkah bapak menuju utara dari rumah. Sebenarnya langkah bapak akan melewatiku. Tapi aku yakin bapak tak mungkin menyadari aku memantaunya. Kepada orang-orang yang akan ke masjid, kulihat bapak menyebarkan senyumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun