Mohon tunggu...
SUARDI
SUARDI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kajian Sosial dan Budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Manusia adalah makhluk yang bertanya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Makhluk yang Bertanya

29 Maret 2022   12:19 Diperbarui: 29 Maret 2022   12:22 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber foto: kompas.com)

Penulis: Suardi


Kita adalah makhluk yang bertanya. Manusia akan menanyakan segala sesuatu yang dilihatnya melalui rasa ingin tahunya.


Meskipun kita tidak menanyakan kepada orang lain tentang suatu hal tapi kita sesungguhnya bertanya kepada diri kita sendiri. Contohnya seperti pada judul tersebut, "apa itu makhluk yang bertanya,".

Betul! Ini adalah pembahasan filsafat, saya sangat senang filsafat tapi sedikit sekali yang senang filsafat. Entah kenapa yang pasti hingga saat ini banyak orang menilai bahwa filsafat itu sesat, abstrak sehingga alergi.

Saya rasa bukan soal filsafatnya tetapi soal pemahaman kita terhadap filsafat. Orang dulu  menjadikan filsafat sebagai dasar dan wajib diajarkan kepada muridnya. Tapi bagaimana dengan sekarang?

Nah, untuk itu saya ingin mengajak kepada pembaca yang punya ketertarikan belajar filsafat tapi susah sekali untuk memahaminya dan harus dimulai darimana,?

Oke kenapa saya harus memulai dari pernyataan "Makhluk yang bertanya," karena meskipun kita tidak bertanya kepada orang lain tapi sesungguhnya tidak kita sadari bahwa kita sering bertanya kepada diri kita sendiri.

"Satu-satunya yang kita butuhkan untuk menjadi filsof yang baik adalah rasa ingin tahu," Jostein Gaarder.

Bayangkan saja bahwa kita saat ini sedang belajar bagaimana menjadi filsuf,? Apakah harus diawali dengan banyak membaca,? Banyak bertanya,? 


Semakin banyak orang bertanya semakin mulai tertanam dalam dirinya rasa ingin tahu. Ini yang harus ditanamkan kepada generasi sekarang menumbuhkan rasa ingin tahu.

Bagaimana caranya menumbuhkan rasa ingin tahu,? Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan mengajak pembaca dengan sedikit menceritakan pengalaman saya.

Saya dulu pernah nonton televisi mengenai pesulap yang memegang sebatang tongkat dan topi. 

Pesulap itu mempertunjukan dengan memperlihatkan kepada penonton topi yang kosong, tapi topi yang kosong itu tiba-tiba ada seekor kelinci atau bunga.


Sontak penonton tepuk tangan. Apa yang membuat senang penonton,? karena pertunjukan tadi. Lalu pernahkah kita bertanya bagaimana pesulap melakukannya. 

Kita mungkin telah diberdaya tapi kita bertanya bagaimana ia melakukannya,? Oke tak usah dijawab karena pembahasan kita hanya berhak menanyakan bukan untuk menjawabnya.


Menuju Filsafat

Kita akan berjalan menuju filsafat tapi saya akan menceritakan lagi pengalam saya sedikit tentang awal mula belajar filsafat. 

Pertama kali saya belajar filsafat yaitu semester 1. Saya membaca sebuah pengertian filsafat secara etimologi. 

"Filsafat filosophia, filos artinya cinta dan Sophia artinya kebenaran atau kebijaksanaan,".


Saya rasa kita tidak akan bisa memahami jika belajar filsafat seperti ini, karena orang yang sudah mendefenisikan filsafat berarti ia memahaminya. Maka pengertian filsafat bukanlah jalan menuju pemahaman filsafat.

Untuk menjelaskan tentang filsafat saya akan mengajak pembaca untuk mencoba menyadari pengalaman yang terjadi pada diri kita. Mengapa pengalaman,? karena sebetulnya banyak hal yang tidak kita sadari bahwa kita sedang belajar filsafat.

Dulu ternyata saya sudah diajari filsafat oleh orang tua saya. Kamu tahu "pamali" ? Orang tua saya mengatakan kepada saya untuk tidak duduk di jalan pintu masuk  karena menurutnya "mantak burung babakalan," artinya menikah tidak jadi. Siapa yang tidak sakit hati tinggal menghitung jam, atau hari akan menikah tapi tidak jadi menikah.

Masih banyak hal lain yang kata orang tua jaman dulu pamali. Tapi saya bertanya, Apakah pamali itu,? lalu apa hubungannya duduk dipintu dengan menikah yang tidak jadi atau batal menikah. Oke lagi-lagi kita tidak perlu menjawabnya karena yang kita bahas adalah bertanya.

Kita lanjutkan dengan membaca. Banyak orang yang senang membaca. Namun selera membaca itu berbeda-beda. Sebagian orang senang membaca novel, puisi, komik sebagian lagi senang membaca tentang ekonomi, politik dan filsafat.

Jika kebetulan kita tertarik pada filsafat maka kita tidak bisa memaksa orang lain untuk ikut menyukai kesenangan kita. Atau jika kita senang menonton semua program olahraga di televisi kita harus menyadari bahwa orang lain mungkin menganggap olaht itu membosankan.

Tapi apakah tidak ada suatu hal yang memikat kita semua? Tidak adakah sesuatu yang menyangkut kepentingan semua orang, tidak soal siapa mereka atau dimana mereka tinggal di dunia ini? Apakah hal yang terpenting dalam kehidupan,?

Jika kita bertanya kepada seseorang yang kelaparan, jawabannya adalah makanan. Jika kita bertanya kepada orang yang sedang kedinginan maka jawabannya adalah kehangatan. Jika kita ajukan pertanyaan yang sama kepada orang terasing dan kesepian maka jawabannya adalah ditemani orang orang lain.

Namun bagaimana jika kebutuhan-kebutuhan tersebut sudah terpuaskan? Masih adakah sesuatu yang dibutuhkan semua orang? Para filsof menganggapnya ada. Sudah pasti setiap orang membutuhkan makanan dan setiap orang juga membutuhkan cinta dan perhatian.

Namun, ada sesuatu yang lain lepas dari semua itu, yang dibutuhka semua orang yaitu mengetahui siapakah kita dan mengapa kita ada disini? Tertarik pada pertanyaan seperti ini bukanlah sambilan semata. 

Orang-orang yang mempertanyakan pertanyaan seperti itu turut serta dalam suatu perdebatan yang telah berlangsung selama manusia hidup dalam planet ini.

"Untuk mendekati filsafat adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan filosofis," Jostein Gaarder.

Pada saat belajar mata kuliah filsafat di kampus, saya mendapati pertanyaan dari dosen saya, bagaimana dunia diciptakan? Adakah kehendak atau makna dibalik apa yang terjadi? Adakah kehidupan setelah kematian? Bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan inl? Dan yang terpenting, bagaimana seharusnya kita hidup?

Orang-orang telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini selama berabad-abad. Kita tidak mengenal kebudayaan yang tidak mengaitkan diri dengan pertanyaan apakah manusia itu dan dari mana datangnya dunia.

Pada dasamya tidak banyak pertanyaan fi losofis yang harus diajukan. Kita sudah mengajukan sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang paling penting.

Namun sejarah memberi kita banyak jawaban yang berbeda untuk setiap pertanyaan. Maka adalah lebih mudah untuk mengajukan pertanyaan filosofis daripada menjawabnya.

Sekarang pun setiap individu harus menemukan jawabannya sendiri untuk pertanyaan-pertanyaan yang sama. Kita tidak akan tahu apakah ada Tuhan atau apakah ada kehidupan setelah kematan dengan mencarinya di buku ensiklopedia.

Buku ensiklopedia juga tidak akan memberitahu kita bagaimana sebaiknya kita hidup. Namun, membaca apa yang telah diyakini orang lain dapat membantu kita untuk merumuskan sudut pandang kehidupan kita sendiri.

Banyak teka-teki kuno yang kini telah berhasil dijelaskan melalui ilmu pengetahuan. Seperti apa sisi gelap bulan itu sebelumnya pernah terselubung misteri. Dulu, itu bukanlah sesuatu yang dapat dipecahkan lewat diskusi, melainkan diserahkan pada imajinasi setiap individu.

Seorang filosof Yunani yang hidup lebih dari dua ratus tahun yang lalu percaya bahwa asal-mula fisafat adalah rasa ingin tahu manusia. Manusia menganggap betapa menakjubkannya hidup itu
sehingga pertanyaan-pertanyaan pun filosofis muncul dengan sendirinya.

Seperti menonton tipuan sulap. Kita tidak mengerti bagaimana tipuan itu dilakukan. Maka kita bertanya: bagaimana pesulap itu mengubah sepasang selendang sutera putih menjadi seekor kelinci hidup?

Dalam kasus kelinc i, kita tahu bahwa pesulap itu telah memperdaya kita. Yang ingin kita ke tahui hanyalah bagaimana dia melakukannya. Tapi jika menyangkut dunia masalahnya agak berbeda.

Bersambung,,, semoga kita bisa ngobrol lagi disalin kesempatan ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun