Mohon tunggu...
AkakSenja
AkakSenja Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan yang terus belajar, bertumbuh, dan sembuh melalui tulisan.

Ekspresif yang aktif. Menulis untuk diri sendiri. Fotografi dan pejalan jiwa. Penikmat kopi dan penyuka senja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Berbahagialah Lebih Dulu, Tuan!"

18 Januari 2024   23:36 Diperbarui: 18 Januari 2024   23:43 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku juga pernah berpikir ingin membersamaimu, bertumbuh dengan segala hal yang ada pada dirimu. Aku terima, aku terima dan aku terima, gumamku waktu itu. Lalu, ada suatu waktu dimana kita berbincang setelah sekian lama.

Kamu bernegosiasi atas semua yang telah terjadi. Kamu berpikir aku akan kembali dengan cara yang sama, tetapi maaf, tidak. Aku tahu caraku dulu keliru, hingga membuat lukaku semakin menganga yang entah bermula darimana dan oleh siapa.

"Ibuku menyukaimu." Dua kata yang kubaca pada aplikasi perpesanan yang kamu kirimkan di tengah-tengah perbincangan kita.

"Kita lagi salah paham aja Mbak. Kita kayak dulu lagi, ya?" tambahmu singkat dalam aplikasi perpesanan itu.

Aku hanya membaca pesanmu tanpa bisa memberikan balasan. Suasana di sekitarku hening sejenak. Pikiranku bercabang, jantungku berdegup kencang, jariku kikuk untuk mengetuk huruf demi huruf pada kibor telepon genggamku.

Aku mengetik beberapa kalimat, kuhapus. Aku mengetiknya lagi, kuhapus lagi. Aku menahan air mata di pelupuk mataku. Aku tidak boleh menangis lagi, gumamku waktu itu.

Aku tidak mampu mengiyakan apa yang kamu mau. Bagaimana bisa aku menyakiti saudara sesamaku? Aku memilih untuk mundur meski dengan air mata yang tak kunjung berhenti melebur.

Lebih baik aku terluka sekalian dengan keputusanku. Lagipula aku juga sudah terluka sedari lama. Apa untungnya jika aku membuat perempuan lain merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan? Lukaku tidak akan sembuh dengan aku melakukan hal itu. Tidak masalah, jika aku terluka (lagi) sendirian.

Kamu terus mengatakan banyak hal agar kita seperti dulu lagi. Kamu berkata bahwa dulu saja aku bisa menerima dan melakukan hal-hal yang sejalan denganmu, mengapa sekarang tidak? Kamu terus berusaha membujukku. Kamu mengira ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, tetapi ini adalah bentuk keputusanku Tuan.

Bilamana memang kamu tidak bisa sejalan dengan caraku, mari kita berpisah. Ah! Lagi-lagi, aku terlalu percaya diri. Bagaimana aku menyebutnya berpisah, padahal kita tidak pernah bersatu.

Aku enggan menuju ibadah terpanjang dengan jalan yang tidak diridai Allah. Bagaimana bisa ibadah terpanjang dengan penuh kemuliaan, dituju dengan cara yang keliru?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun