Mohon tunggu...
AkakSenja
AkakSenja Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan yang terus belajar, bertumbuh, dan sembuh melalui tulisan.

Ekspresif yang aktif. Menulis untuk diri sendiri. Fotografi dan pejalan jiwa. Penikmat kopi dan penyuka senja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Berbahagialah Lebih Dulu, Tuan!"

18 Januari 2024   23:36 Diperbarui: 18 Januari 2024   23:43 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ayuk mana sih!? Lama amat!" gerutu Ama. 

"Tunggu aja. Kayak enggak kenal Ayuk aja, kebiasaan ngaretnya masyaallah," ucapku menenangkan Ama.

"Ma, sekalipun cara penyampaiannya menggunakan cara yang paling halus dan pelan, namanya penolakan tetep aja menyakitkan ya, kan?" ucapku spontan.

"Iyalah. Mau pakai bahasa isyarat, kode morse, namanya penolakan ya tetep menyakitkan," tukas Ama. "Eh, siapa yang nolak kamu Fat?" tanya Ama dengan tatapan penuh curiga.

"Aku enggak ditolak, tapi aku yang nolak," ucapku.

"Siapa yang kamu tolak? Aaaa, ini tentang Mas ...," ucap Ama dengan memutar kedua bola matanya sembari berpikir untuk meneruskan ucapannya.

"Ssstttt! Enggak usah disebut. Iya, kakak sepupumu. Tapi, yaudahlah. Semuanya tinggal cerita sekarang. Cuma, aku ngerasa enggak nyaman. Terakhir kita ketemu, tuh manusia diem aja. Enggak ada kata sapaan atau apa gitu kayak biasanya. Bahkan, aku tetep nyapa duluan buat memutus kecanggungan. Aku cuma pengin terus bersikap baik, meski sikapku tidak mesti diterima dengan baik," jelasku dengan suara lirih dan kepala tertunduk.

Ama menyentuh dagu dan mendongakkan kepalaku. "Hei! Enggak masalah. Bener kok, enggak semua hal baik harus diterima dengan baik. Karena memang, enggak semua orang mampu memahami niat baik kita Fat. Kamu enggak perlu tertunduk menyesali semua yang telah terjadi. Kamu menemani Mas Ko hanya sebagai teman belajar, bukan teman hidup. Dia udah membuat keputusan.

Dia pasti bahagia kok, sebab rasa bahagia tidak melulu dari apa yang kita suka lalu bisa dimiliki. Aku tahu, kamu juga enggak berniat menyakiti Mas Ko, jadi enggak masalah. Mas Ko udah memutuskan untuk bahagia meski enggak sama kamu. Makanya kamu juga harus bahagia. Mas Ko dan kamu berhak bahagia Fat," jelas Ama yang mendekapku sembari menepuk bahuku pelan.

Aku menangis mengguguk. Tidak menangis di depan Ama tidak sesuai dengan niat hatiku. Tak ada satu kata pun keluar dari mulutku. Aku terdiam di dekapan Ama. Aku hanya bergumam, aku tahu itu satu-satunya caramu menghadapi penolakan. Meski cara itu berbentuk pengabaian.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun