Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siti

24 Januari 2023   20:46 Diperbarui: 24 Januari 2023   20:56 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Apakah artinya kesenian

bila terpisah dari derita lingkungan

Apakah artinya berpikir

bila terpisah dari masalah kehidupan?!"

Umurnya waktu itu 22 tahun. Cantik dan semakin mempesona.  Kata penyair itu juga: "Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata." Kata-kata?  Kata-kata adalah doa, ujar Ibunya selalu.

"Berkatalah yang baik, bukan mengancam dan mengutuk. Tuhan akan memberkati  hidupmu," pesan ibunya.

Lalu Siti pun  mengajar Sastra  di almamater dan juga menjadi isteri seorang kaya yang tidak tertarik pada puisi  dan sastra sebab katanya: tubuh dan jiwanya sendiri adalah puisi yang indah dan mempesona. Siti pun melalang buana ke banyak kota: dalam dan  luar negeri;  mulai meluluskan banyak sarjana sastra yang menulis tentang tokoh-tokoh sastra  tapi tak ingin menjadi pahlawan atau tokoh sastra apalagi Pahlawan Rakyat.

Pada tahun-tahun itu banyak penggusuran terjadi untuk pembangunan waduk. Petani-petani dikabarkan menderita karena mendapatkan ganti rugi. Mahasiswa-mahasiswa melakukan demonstrasi dan protes tapi Siti tak tahu bila ada mahasiswa yang bertanya tentang keadaan petani dan negeri.

"Bukankah pembangunan waduk baik untuk petani sehingga petani dapat meningkatkan produksi sebab air terjamin dan irigasi lancar?" tanyanya kepada seorang mahasiswa yang baru pulang dari Kedung Ombo, salah satu proyek waduk yang dibiayai Bank Dunia. Siti pun tidak tahu kalau berbagai mahasiswa dari Universtas-Universtas ternama di Jawa berkumpul di Kedung Ombo melakukan pembelaan terhadap petani yang tergusur.

"Omong kosong Orde Baru itu," jawab mahasiswa itu.

"Kenyataannya: petani diusir. Sumber ekonominya dirampas. Melawan dituduh anti Pancasila  dan  komunis," tambah seorang mahasiswi temannya. "Ayo, Ibu, kita bikin tenda solidaritas untuk petani Kedung Ombo. Seorang Pastor Katolik dari kaum minoritas saja ikut. Masak Ibu cuma diam saja?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun