Puisi ini sengaja aku tuliskan saat bermalam di rumah sepi
Sepi selalu menghidangkan perjamuan puisi buat malamku
Yaitu keratan bulan, agar setiap baitku menembus kelam
Kemudian minuman yang terbuat dari air mataku sendiri
Berharap dapat aku seduh segala sedihku
Sehingga seluruh komposisi perjamuan puisi menjadi utuh
Terdapat tiga bait puisi
Dibait pertama,
Aku menceritakan tentang medan perang
Mereka sangat sabar menabur warna terang pada medan yang gulita
Meski desing tembakan dor telah merobek telinganya
Mereka tetap tabah melindungi tubuh manusia
Meski nyaris ditabuh senapan laras Panjang
Karena mereka percaya
Bahwa desing tembakan itu akan menjadi saksi dihadapan tuhan
Dibait kedua,
Aku menceritakan tentang pasukan perang
Waktu itu,
Semua pasukan telah sepakat untuk melawan sekutu dengan jihad
Namun disepanjang perjalan
Mereka dihadapkan oleh dua takdir
Hidup dalam kemenangan
Atau berakhir dipemakaman luka
Akan tetapi, mereka tak sedikitpun getir
Karena mereka percaya
Tulang tubuh pahlawan telah dijaga ribuan malaikat
Sedangkan jiwanya telah dipasung la tahzan innallaha ma'ana
Sekalipun gugur, maka darahnya adalah misik
Sehingga mereka tidak gentar pada gertakan takdir yang menggetar
Dibait ketiga,
Aku menceritakan tentang anak kecil di pekarangan rumah
Mereka sangat pandai menyembunyikan luka
Dengan memoleskan senyum bibirnya dengan air mata
Mereka juga pandai menyibukkan diri
Dengan bermain butiran debu yang berterbangan di antara puing-puing waktu
Karena mereka masih begitu mungil untuk memaknai kedamaian
Sampai kabar itu datang
Mereka akan kembali tertawa lepas
Bersama burung-burung yang berada di pekarangan rumahnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H