Mohon tunggu...
Yunuraji P
Yunuraji P Mohon Tunggu... Penulis - Orang biasa

Warga biasa yang masih berjuang dalam hidup ini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerbung] Cerpen | Manusia Misteri : Liburan (1/2)

20 Mei 2020   12:34 Diperbarui: 19 Februari 2021   16:28 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kukukukuku... Akhirnya aku bisa bertemu dengan sang legenda hidup, Tomi Permadi..." Kata salah satu makhluk aneh yang mendadak saja muncul di hadapanku sembari membungkukkan badan. Terlalu rendah malah, sehingga tampak kacamata hitam dan topi yang ia kenakan cukup membuatku berpikir apakah topi dan kacamata tersebut akan jatuh. Ternyata tidak sama sekali. Aku sebenarnya ingin bertanya tentang namanya dan apakah dia ini Jin, seperti dugaanku sekarang, namun ketika aku bertanya mengenai namanya, ia melanjutkan, "Mungkin kau tidak pernah tahu siapa aku dan bagaimana aku bisa tahu. Yang perlu kamu ketahui adalah bahwa aku lebih mempunyai urusan dengan petinggimu yang mungkin aku sebut orang tersebut sebagai, Adi Permadi."

'Adi Permadi? Ia tahu nama ayahku?' Gumamku dalam hati.

"Tentu saja aku mengenal beliau. Karena di masa lampau, aku pernah berurusan dengannya." Katanya menjawab gumamanku. Sekali lagi aku terkejut mendengar pengakuannya yang tidak disangka-sangka namun sudah tentu aku mengerti arah pembicaraannya. "Malah terlalu sering berurusan dengannya, sepertinya. Bagiku ia tampak menyebalkan."

"Dan, maafkan aku karena aku terlalu kasar karena tidak memperkenalkan diri." Jawabnya. "Aku dikenal dengan nama Razzak Wahyonantra. Namun ayahmu memanggilku dengan sebutan 'Jack' si Jin hebat."

"Ok..., Jack. Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku. Dan kenapa engkau justru datang sekarang?" Tanyaku sedikit ragu.

"Beraninya kau..." Ia sadar sesaat sebelum kemudian ia melanjutkan dengan gaya bahasa yang sedikit sopan, namun aku bisa sedikit merasakan aura antara marah, kesal, dan agak terhina.

"Maksudku, tentu saja aku datang dengan memberitahukan bahwa aku cuma menagih janji dengan apa yang pernah dilakukan oleh Adi Permadi. Dan tentu saja kau tahu sesatu tentangnya, bukan?"

"Maksud Saudara Jack ini apa?" Tanyaku sedikit bingung.

"Jangan berlagak terlalu gegabah, nak." Katanya dengan nada sedikit angkuh dengan rasa percaya diri yang terlalu tinggi, menurutku. "Kemarin kau melakukan sesuatu yang dimana bahkan Mira Scif- ah, sulit sekali mengeja namanya..." Ia melanjutkan kalimatnya.
"Bahkan wanita tersebut terlihat cemas dengan kemampuan yang kamu miliki, hai turunan Adi Permadi." Lanjutnya setelah ia memastikan tidak ada apapun disekeliling kita dengan tatapan yang tak mampu aku baca dibalik kacamatanya. Aneh, pikirku. Padahal selama ini aku bisa melihat apapun yang ada di balik kacamata hitam setiap orang. Sepertinya makhluk ini bukan sembarang makhluk. Aku harus waspada terhadapnya. "Jadi, menurut dugaanku, seharusnya kamu sudah memiliki kekuatan yang dimana bahkan Adi Permadi sekalipun membuatku sedikit kewalahan."

"Kemampuan apa yang kamu maksud?" Kembali aku bertanya karena jujur apabila ini mimpi, pasti aku terlalu banyak memakan jahe, kunyit, temulawak, serta tauge yang dibuat oleh Tante...Mami Mira sehingga aku mengalami mimpi seaneh ini.

"Sekali lagi aku peringatkan, anak muda. Jangan sampai aku harus mengeluarkanmu dari tempat ini..."

"Tempat ini Maksudmu aku sedang bermimpi atau bagaimana?" Tanyaku masih mencoba bertingkah konyol kepada Jin yang menurutku sedikit aneh.

"Tentu saja...!" Katanya sedikit marah, sebelum kemudian ia berkata "Tidak! Mungkin aku hanya akan mengirimkanmu kepada Davy Jones atau Lucifer langsung, sekalian menitipkan salam untuk mereka."

"Baiklah, anak muda. Sepertinya kamu masih terlalu dini untuk menghadapiku. Namun jangan kuatir, karena kita akan kembali bertemu suatu hari atau saat lagi. Sementara itu aku akan memberikan sesuatu untukmu. Selamat tinggal, anak muda." Katanya kemudian ia mengangkat tangan kanannya. Dari tangannya muncul cahaya yang terlalu menyilaukan mata sehingga aku tidak sanggup lagi melihat apa yang ada di sekitarku atau apapun yang terjadi berikutnya.

Sayup-sayup aku mendengar Mami Mira berkata, "Syukurlah kamu sudah bangun. Ayo siap-siap."

'Syukurlah kalau semua itu hanyalah mimpi', gumamku ketika aku menyadari bahwa semua itu hanya mimpi. Beberapa saat kemudian aku merasa agak sedikit aneh di rambutku. Seperti ada yang menempeli rambutku dengan permet karet. Segera aku mencari cermin untuk memeriksa apa yang terjadi. Ternyata aku melihat beberapa ujung rambutku memiliki warna yang berbeda dengan warna umumnya. Aku menduga itu merupakan oleh-oleh dari Razzak si Jin tadi. Aku berusaha menutupinya dengan menyebutkan beberapa kata yang tidak mungkin kalian pahami. Beberapa saat kemudian benda tersebut sudah hilang, disamarkan oleh rambutku yang lain agar tidak mudah diketahui oleh siapapun, termasuk Mami Mira.

"Tomi sayang. Waktunya berangkat, sayang..." Katanya.

"Iya, Tan... Maksudku, mams. Sebentar..." Kataku sambil merapikan sedikit kasur hingga (terlihat) sedap dan enak dipandang. Heh, jangan tanya aku maksud kata 'sedap' disini, oke?

***

Setelah mandi dan sikat gigi ala kadarnya, aku bergegas ke ruang makan untuk sarapan bersama Mami Mira.
Dan benar saja, Mami Mira sudah menungguku sambil menggoreng telur di ruang dapur yang sangat berdekatan dengan ruang makan berikut ruang keluarga di bagian depan ruang makan.

"Sudah benar-benar bangun, Tomi sayang?" Tanya Mami Mira memeriksa diriku yang dimana aku sendiri tengah menyiapkan piring untuk dua orang dan centong nasi untuk makan berdua.

"Tentu saja." Jawabku yakin.

"Untuk mami, nasinya seperti biasa ya sayang." Kini ia sedang membersihkan minyak dari wajan.

"Nasi Merah?" Tanyaku setelah membuka penanak nasi elektrik.

"Sekali-kali. Bukannya itu kesukaaanmu, ya sayang??" Tanyanya.

"Jangan panggil sayang gitulah. Lagipula aku disini sekedar membantu. Tidak enak." Kataku sambil sedikit mengerlingkan mata ke sebuah bingkai foto berisi seorang pria mengenakan jas dan dasi yang entah kenapa begitu menarik dilihat pagi ini.

"Tidak apa-apa. Bantuanmu disini juga berguna kok. Lagipula Mami sangat-sangat terbantu dengan keberadaanmu, say..." Tampak ia ingin melanjutkan kata-katanya, sekaligus ia mengerti gerakan mataku menatap foto pria yang ada di dalam bingkai tersebut.
"Tidak apa-apa, nak. Dia cuma pergi sebentar. Lagipula bukan berarti kejadian tersebut adalah salahmu, bukan?" Tanyanya.
Kini ia menggerakan tangannya ke arah tivi yang berada di antara ruang keluarga dengan ruang makan. Dalam sekejap tivi tersebut menyala dengan laporan berita dari wartawati di sebuah saluran tivi.

"Sebuah kejadian tidak terduga terjadi pagi ini di sebuah daerah di kawasan..."

Aku masih sibuk menghitung jumlah tempe, tahu, serta aneka lauk yang tersedia di meja makan.

"Ya ampun, astaga."

"Kenapa mams?"

"Coba perhatikan." Katanya tidak lepas dari berita di tivi.

Aku memperhatikan secara seksama bahwa gambar sebuah gedung yang rusak parah beserta beberapa titik api yang muncul di beberapa lantai termuat di layar tivi. Tampak beberapa orang berhamburan tak jelas. Ada yang dalam keadaan terluka ringan maupun berat. Isi tulisan headline tak luput dari perhatianku. Gedung petinah di kota Bitulang meledak. 90 Orang dikabarkan terluka.

"Kami sangat menayangkan kejadian ini. Dan kami tahu persis bahwa organisasi teroris bernama Meta sebagai dalangnya, berdasarkan barang bukti yang kami temukan di lapangan menunjukkan bahwa kejadian teroris ini dilakukan oleh mereka. Maka dari itu kami menghimbau bagi masyarakat agar tetap waspada dan jaga diri kalian dari Coyot-20 serta apabila kalian melihat organisasi terlarang ini, maupun orang-orang yang memiliki tanda bahwa mereka ikut dalam organisasi tersebut, maka kami minta untuk anda semua segera melapor kepada kami tanpa ragu." Kata kombespol Suryavahman Setiabudi dalam pernyataan terbuka setelah gambar gedung rusak berganti menjadi pernyataan dari polisi yang mengusut kasus tersebut. Tampak aku mengikuti berita tersebut kemudian aku menyuap makanan ke dalam mulut.

"Mengerikan sekali. Apakah kota ini akan bernasib sama, mengingat beberapa orang yang mami tahu ada di sekitar kota ini ikut dalam organisasi tersebut? Semoga kota ini dilindungi olehNya dari segala marabahaya yang ada." Kata Mami Mira sambil ikut duduk bersama.

"Kalau maksud Mami adalah kota Banjalga, maka kurasa pihak berwenang pasti langsung tahu. Apalagi ada beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam ormas lain yang tidak sejalan dengan organisasi terlarang tersebut." Tukasku. "Lagipula, bukannya Mami melihat beritanya beberapa kali? Jadi bagiku bukan yang pertama kalinya mereka melakukan tindakan nekat tersebut..."

Setelah itu kami sedikit berbincang seru sebelum berita di tivi menampilkan berita lain yang dimana baik Mami Mira maupun aku sudah tidak begitu mengingat marabahaya yang mungkin saja terjadi kedepannya. Atau mungkin tidak. Entahlah. Lagipula kalian begitu kepo sekali dengan adegan ini.

***

"Semua sudah dibawa, ganteng?" Tanya Mami Mira sambil memeriksa kembali apakah barang yang aku bawa cukup ataupun kurang.

"Sudah semua mams." Kataku sambil berbaring di kasur.

"Loh, kok malah malas-malasan dikasur?" Tanya Mami Mira sedikit kebingungan.

"Loh, emang mami gak tau ya kalau sistemnya nanti dijemput disini." Kataku sambil menaruh jari di sekitar kacamata yang aku kenakan. Ada beberapa kabel yang sudah terhubung di sekitar tengkuk dan kacamata yang aku kenakan.

"O, iya ya. Kan sekarang sudah canggih sekali ya." Lalu aku melihat Mami Mira sedikit menghela nafas, pelan sekali hingga mungkin hanya beberapa yang mampu menyadarinya. 'Sebentar lagi pasti dia akan bercerita tentang pengalaman hidupnya nih. Padahal tidak sama sekali kelihatan loh di usia kepala tiga tapi aslinya ia hidup di jaman boomer atau lebih...' gumamku dalam hati sambil menduga-duga usianya saat ini.

Dan benar saja dugaanku. Kini ia bercerita bahwa hidupnya dahulu sangat sulit sekali, apabila dibandingkan dengan keadaan saat ini. Bahkan ketika usianya sekitar kepala dua bisa menggengam ponsel pintar saja sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. Kemudian ia bercerita bahwa media sosial yang dahulu merajalela seperti lambang huruf F dan burung berwarna biru saja kalah dengan aplikasi berlambang seperti segitiga terbalik dengan ujung kanan garis yang tidak begitu menyambung dengan segitiga tersebut serta aplikasi bergambar notasi balok.

"Eh iya. Memangnya jam berapa mereka tiba?" Tanya Mami Mira ketika menyadari sekitar beberapa menit hingga puluhan menit telah berlalu begitu saja.

"Ya, sebentar lagilah..." Kataku.

"Oklah kalau begitu. Selamat berlibur. Jangan lupa oleh-olehnya ya." Katanya menghilang dari balik pintu.

Setelah itu aku merasa terhempas ke dalam alam yang tidak begitu aku kenal. Seperti alam mimpi, namun lebih dari itu. Setelah beberapa saat, aku menyadari aku berada di dalam bus kota bersama teman-teman yang aku kenal sebelumnya, teman satu kelas juga beberapa guru yang sepertinya sebagian masuk ke rombongan sini, sebagian masuk ke rombongan di depan.

'Kurasa ini akan jadi liburan yang sangat menyenangkan.' Gumamku sambil melihat pemandangan yang disuguhkan di samping bus.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun