“Gimana, ly. Sudah selesai?” Suara tersebut membuyarkan lamunanku. Jimmy sedang melempar kepalanya kearahku.
“Selesai apanya? Daritadi kita Cuma menunggu pak Margo masuk kali…” Kataku setengah jengkel.
“Hehe.. Sengaja. Soalnya daripada nanti kemasukan setan lewat karena bengong.” Kata jimmy usil sambil sedikit menggetukkan kepalanya dengan tangannya dan sedikit menjulurkan lidahnya.
Persis seperti ketika kau melihat tayangan anime-manga dimana tokoh wanita melakukan hal konyol dan ia menggetok kepalanya sendiri dengan tangannya dan sedikit memeletkan lidahnya.
Tapi yang barusan dilakukan oleh Jimmy malah terlihat sedikit menjijikkan, karena memang tidak cocok.
Aku hanya menghela nafas lemah karena bagaimanapun masih tetap kangen dengan nuansa konyolnya Parkijo dan keseruan Neni selepas kepindahan mereka, Agak sedikit aneh bagiku untuk mengerti bagaimana sistem sekolah ini berjalan.
Dimana perpindahan Parkijo dan Neni dan munculnya Jimmy dan Lia membuatku penasaran, namun aku tidak melanjutkan kembali karena tidak ada gunanya memikirkan hal tersebut. Sebenarnya aku bisa saja mengunjungi mereka setelah mengetahui dimana sekolah dan rumah mereka. Tetapi tetap saja ada yang hilang…
Lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas panjang dan lemah.
“Siang, anak-anak.” Kata Pak Margo melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas sambil membenarkan sedikit letak kacamatanya yang tidak begitu sesuai dengan jaman, bisa dibilang gayanya seperti tahun 70-90'an.
Namun aku tidak terlalu memperdulikan hal tersebut.
“Siang, paakk…” Jawab anak-anak agak sedikit malas, mengingat siang itu yang begitu damai dan sejuk. Cocok sekali dengan istirahat siang sambil memejamkan mata dan terbangun ketika mentari telah terbenam dan mendengar bel sekolah tanda sudah waktunya untuk pulang.
“Coba sekarang buka halaman 52…”
“Pengumuman…pengumuman!” Suara pengeras kelas terdengar, memotong suara pak Margo yang sedang memberikan materi.
“Tunggu sebentar ya, anak-anak. Ada pemberitahuan.” Kata pak Margo.
“Anak kecil juga tahu kali pak,” Kata seorang anak dengan gumaman pelan, hampir tidak bisa didengar oleh pak Margo, namun satu kelas mampu mendengar gumaman anak yang konyol tersebut.
“Untuk memeringati hari jadi kota Sirabu, Sekolah kita akan mengikuti perlombaan. Ada lomba balap karung, cerdas cermat, …” Aku tidak begitu mendengarkan dan hanya menatap Tomi yang entah kenapa begitu tertarik dengan pengumuman yang disebutkan. Aku mencoba mendengarkan saja, daripada memperhatikan jendela, meskipun saat itu ada hiburan yang cukup menarik diluar jendela. “Diharapkan yang tercantum dalam namanya agar memasuki ruang guru untuk kejelasan. Prabu jaya sentosa, Tini suwiratini, Joko nurhartono, Tomi Per…,” Kembali aku tidak memerhatikan suara tersebut karena sudah menjadi tradisi nama-nama yang masuk adalah mereka yang memiliki kualitas dan sejarah yang tidak bisa dianggap remeh untuk kepentingan sekolah dalam mendapatkan nama dan terkenal.
“Hey, kau dengar tidak lel?” Tanya Lia.
“Kenapa?” Jawabku malas.
“Ternyata Tomi masuk daftar ya.” Kata Lia.
“Ya wajarlah. Secara dia itu memang dikenal sebagai orang yang nyeleneh, tapi prestasinya mengalahkan kelakuan dan kebiasaannya.” Jawabku malas agak sekenanya.
“Demikian pengumuman untuk hari ini.” Tiba-tiba saja ada suara berisik dari dalam pengeras. “Kami mendapatkan kabar bahwa jumlah murid yang ada bertambah untuk mengikuti lomba cerdas cermat. Maka hanya akan ada dua nama yang masuk daftar.” Kata orang yang ada dalam pengumuman.
Sontak, anak-anak menjadi sedikit riuh sekaligus penasaran, siapakah orang yang dimaksud.
‘Berarti akan ada satu lagi anak yang beruntung.’ kata salah seorang anak berbisik kecil.
‘kira-kira siapa ya?’ Tanya yang lain sambil berbisik
Banyak suara sehingga tidak begitu jelas berseliweran dalam kelas. Aku kembali memerhatikan pengumuman sekaligus penasaran akan siapa anak beruntung yang masuk dalam lomba tersebut.
“Dan yang masuk dalam lomba adalah Lina Sucirawati dan Lely Ningsih.” Tutup pembawa pengumuman. Aku menjadi bulanan tatapan anak sekelas.
“Wah, selamat ya Lel,” Kata Lia Menyelamatiku. Aku hanya bengong.
*****
“Apa yang harus kulakukan.” Mendadak saja Tomi dan kawan-kawan melengos kearahku dalam perjalanan pulang. Aku berhasil menyusulnya setelah dikejar-kejar dan dibredeli dengan sekian pertanyaan dari teman-teman bukan hanya satu kelas, melainkan teman satu sekolah. Jujur pertanyaan mereka sebenarnya tidak begitu membantuku dalam menjawab berbagai pertanyaan demi pertanyaan serta rasa kaget, bingung, dan rasa lain yang bercampur menjadi satu dan mengganggu pikiran dan hatiku hari ini.
“Maksudmu apa, lel? Kok mendadak tanya seperti itu?” Tanya Tomi tidak begitu mengerti dengan maksudku.
“Aku sendiri juga kaget loh, Tom, ketika tiba-tiba saja namaku masuk dalam daftar, padahal kamu sudah mengerti dengan pasti kan bagaimana diriku ini di sekolah.” Kataku setengah gempar dan sedikit bingung sambil memberikan pernyataan pembenaran.
“Ya sudah. Mending sekarang kamu siap-siap aja buat perlombaan. Gimana?” Tanya Tomy menawarkan diri, karena ternyata Tomi masuk dalam satu tim yang sama denganku. Aku tidak berkata apa-apa selain memikirkan langkah selanjutnya juga persiapan untuk perlombaan yang akan datang, karena bagaimanapun juga aku tidak menduga bahwa aku masuk dalam nominasi, sementara itu aku tidak melakukan sebuah pencapaian apapun.
Adapun kata Tomi ada benarnya, aku tidak bisa dan tidak akan mampu untuk mengecewakan mereka, pikirku dalam hati sekaligus melihat sisi baik yang akan terjadi kedepannya.
*********
“Apa pengertian dari momentum? Bagaimana cara momentum bekerja?” Tanya Tomy ketika kami sedang latihan belajar menghadapi lomba cerdas cermat di dalam kelas yang dipersiapkan khusus untuk mereka yang akan berlatih dalam perlombaan.
“Apa ya? Yang kutahu adalah bagaimana aku bisa mengerjakan soal hitung-hitungan.” Kataku asal sambil mencoret-coret kertas kosong dengan pulpen. Aku hanya mengerjakan kertas coret-coretan tersebut menjadi lebih aneh dari biasanya.
Beberapa kali aku sudah melakukan perhatian kepada latihan yang Tomi berikan agar aku menjadi lebih siap dalam perlombaan kedepannya, tetapi tetap saja aku justru melakukan hal lain sehingga tidak ada satupun materi yang masuk. Seperti masuk telinga kanan, lalu mantul keluar. Aku sekarang malah menggambar doodle mini antara aku dan Tomi yang bermesraan. “Ini aneh.” Gumamku.
“Kenapa untuk memperhatikan materi yang Tomi berikan saja tidak bisa, sementara untuk membuat coret-coretan tidak jelas kek gini cukup mudah…” Gumamku sambil mencoba memberikan perhatian pada materi latihan yang Tomi bikinkan khusus untukku.
Berapa kali aku mencoba dan terus mencoba untuk menulis dan memerhatikan pelajaran agar lomba yang kami hadapi bisa dilalui dengan mudah, namun pada setelah sekian lama aku berusaha pada akhirnya aku menyerah.
“Tom, aku menyerah. Aku sepertinya tidak bisa melakukan ini lebih jauh lagi deh...” Keluh ku kepada Tomi setelah aku berjuang sekian lama.
Sejenak Tomi menatapku cukup dalam dan tajam. Ia menghentikan tulisannya pada sebuah buku latihan. Ia tidak berkata atau melakukan apapun. Mendadak saja aku terlempar ke sebuah dunia yang tidak aku ketahui dan kemudian aku melihat Tomi di ujung sebuah ruangan.
Kemudian mendadak saja ruangan tersebut menjadi sebuah perpustakan yang sama sekali berbeda dari biasanya aku lihat. Perpustakan ini memiliki rak yang bentuknya seperti tumpukan berkas yang menempel pada ujung dinding. Pada ruang duduk terdapat ornamen sebuah singa diatas meja baca. Disebelah ornamen singa, ada seorang pemuda yang kuyakini seperti soekarno memegang sebuah buku dengan sampul bertuliskan ‘Belajar bahasa Sansekreta’.
“Dimana aku ini, Tom?” Tanyaku agak sedikit bingung karena baru ini aku dilempar ke dunia yang aku sendiri tidak begitu paham.
“Anggap saja ini tempat belajar untuk bisa mengikuti lomba tanpa terganggu apapun itu.” Jelas Tomi sambil mengambil sebuah buku dari balik berkas. Kemudian dari balik buku tersebut, terlihat gambar dari hologram dan gambar yang bergerak. Padahal aku yakin sekali itu adalah buku novel yang entah bagaimana ceritanya jadi sebuah gambar bergerak.
“Aku harus mulai darimana, Tom?” Tanyaku bingung. Karena buku yang ada disini sangat-sangat tidak beraturan dan sesuai dengan minatku. Tomi tidak berkata apapun. Ia menutup buku novel yang ia baca, dan berjalan kepadaku dan memegang pundakku. Tiba-tiba saja aku sudah berada di sebuah ruangan kosong yang hanya berisi patung dan tulisan-tulisan dari berbagai bahasa yang sulit aku pahami.
“Di ruangan ini kita mulai latihannya.” Selesai Tomi berkata demikian, mendadak ruangan tersebut berubah menjadi semacam tempat kompetisi. Aku terbengong-bengong karenanya.
“Apa jawaban dari 24-…” Aku tidak sempat memerhatikan pertanyaan yang diajukan oleh pembawa acara karena aku agak terkejut yang membawa acara adalah Tomi! Bagaimana mungkin dia ada disitu, sementara aku melihat dia ada disebelahku memerhatikan pertanyaan dengan seksama.
“Lel. Kenapa bengong? Ayo dijawab tuh pertanyaannya.” Kata Tomi sambil menulis jawabannya di lembar kertas dengan santainya. Kemudian dia segera menjawab dan aku bengong karena jawabannya cukup rinci disertai sedikit alasan kenapa jawabannya begitu.
“Hmm… Sepertinya dengan cara tadi masih susah dan malah bikin kamu bingung ya,” Kata Tomi kemudian ruangan tersebut menjadi ruangan kosong berisi bahasa-bahasa.
“Kalau begitu aku akan membuka pikiranmu agar bisa tahu, model latihan mana yang cocok untukmu.” Setelah itu mendadak saja aku merasa pikiranku dimasuki oleh sesosok makhluk yang kuyakini sebagai Tomi. Ia perlahan-lahan membuka dan menjelajahi tiap wilayah pikiranku. Kemudian ia tidak ada dalam pikiranku.
“Sudah kudapatkan.” Tiba-tiba saja Tomi muncul dari pojok ruangan sambil mengubah ruangan tersebut menjadi ruang yang selama ini aku idam-idamkan.
******
“Bagaimana, lel? Apakah kamu sudah siap?” Tanya Tomi ditengah-tengah latihan yang cukup menarik bagiku, mungkin karena itu Tomi yang mengajar beserta tempat latihan yang mendukung. “Yuk kita pulang.” Setelah aku memegang tangannya, aku kembali lagi ke depan rumahku. Sejenak aku memerhatikan langit.
“Tom. Bukannya ini jam dimana kita tadi pergi untuk latihan di kelas?” Tanyaku sedikit bingung.
“Yups. Ini waktu dimana kita baru saja pergi. Sengaja aku kembalikan kita ke waktu dimana pergi sekitar sekian menit yang lalu, supaya orang tua kita tidak kelamaan mencari kita. Belum lagi ditambah kamu belum cerita kan sama orang tuamu tentang perlombaan yang kamu ikuti saat ini.” Jawab Tomi sederhana sambil menjentikkan jarinya. Sejurus kemudian, tasku dan tas Tomi muncul dari balik awan tepat dihadapan kami berdua dan kemudian awan tersebut menghilang. Aku sedikit bingung, namun aku tidak terlalu memperdulikan hal tersebut karena perlombaan sisa sekian hari hingga beberapa pekan lagi, padahal aku belum siap sama sekali. Namun dengan metode yang Tomi berikan untukku, aku memiliki keyakinan bahwa Tomi dan aku akan memenangkan perlombaan. Disamping karena Tomi yang memiliki cara-cara yang berbeda, juga karena Tomi memiliki sekian rahasia dan hal lain yang tidak aku ketahui.
Malamnya aku mencoba untuk berlatih sendirian, setelah sebelumnya memberitahukan kabar perlombaan tersebut kepada orang tuaku. Awalnya mereka cukup terkejut, namun setelah aku jelaskan bahwa Tomi bergabung dalam tim, mereka memahami dan melanjutkan latihanku.
******
“Ok, jadi untuk pertanyaan model ini, sudah bisa dipahami?” Tanya Tomi ditengah-tengah latihan yang cukup tinggi dan sedikit 'panas'. Aku cukup senang karena dalam beberapa hari semua bisa aku hadapi, lewati, dan selesaikan tanpa kendala.
“Semua aman terkendali.” Tanganku memberikan tanda bahwa tidak ada kendala sedikitpun dalam latihan kali ini. Diapun tersenyum sembari merapikan beberapa tumpukkan kertas dan buku.
“Baiklah, karena sudah merasa yakin semua, maka sekarang kita istirahat dahulu sejenak.” Katanya lalu berjalan menuju pintu keluar. Tak lupa dia menggerakan tangannya kecil seolah memberikan tanda bahwa aku mengikutinya. Setelah merapikan beberapa lembar coretan dan buku, akupun mengikutinya. Namun ia hanya berhenti sampai di depan pintu keluar. Aku agak sedikit terheran-heran dengan kelakuannya.
“Katanya aku diminta untuk mengikutimu, tapi kenapa hanya berhenti sampai sini?” Tanyaku sedikit protes.
“Iya. Tunggu sebentar.” Lalu dia menggerakkan tangannya seperti memberikan isyarat. Beberapa detik kemudian bangunan yang aku tinggali didalam berubah menjadi tempat yang berbeda. Seperti berada di taman saja! Adanya air pancuran yang berada di tengah-tengah ruangan, beberapa deret kursi panjang khas taman, tidak lupa dengan beberapa lampu taman di dekatnya. Kemudian ada bangunan untuk pertunjukkan di ujung sebelah kanan ruangan yang kini kosong.
“Ok, sepertinya ini sudah cukup. Yuk.” Katanya sambil memegang tanganku membawaku menuju kursi terdekat di tengah-tengah ruangan. Aku tidak menyangka ruangan ini benar-benar penuh dengan hal yang tak terduga. Dari ruangan untuk berlatih dan tempat untuk mempersiapkan diri, hingga menjadi sebuah taman yang cukup seru untuk bercengkrama. Sungguh selama ini aku ternyata belum mengenal Tomi lebih jauh, gumamku dalam hati. Padahal selama ini aku sudah cukup dekat dengan tante Mira, maka aku sudah mengenal dengan dekat siapa Tomi. Namun ternyata aku salah!
“Hari ini enaknya nonton apa ya?” Tanya Tomi membuatku terkejut.
“Maksudmu apa, Tom?” Tanyaku sedikit terkejut, wajar aku terkejut karena kita berada di tengah-tengah sebuah ruangan yang mirip dengan taman. Bagaimana caranya bisa nonton film?
“Lihat dan tunggu.” Katanya sambil menggerakkan tangannya beberapa gerakan yang aku tidak mengerti. mendadak saja di tengah-tengah air pancuran ada sebuah layar hologram proyektor besar. Lalu dibelakang kami terlihat seberkas sinar mengarah ke layar hologram tersebut. Dari situ muncul berbagai pilihan yang cukup menarik, seperti manusia baja super, gundala: Gundah Gulana, film 360, Kuliah Kerja Nyata di desa Ponari, dan beberapa pilihan film menarik lain yang sepertinya akan memakan waktu cukup lama apabila berniat untuk menghabiskan tontonan yang ada.
“Keknya yang Kuliah Kerja Nyata di desa Ponari menarik tuh…” Kataku sambil menunjuk sebuah film.
“Ok, siap tuan putri.” Katanya sambil mengangkat tangannya tanpa beranjak dari kursi untuk menonton film yang dimaksud.
Siapa sangka bahwa ternyata film tersebut cukup menarik. Ditemani dengan sebuah jagung berondong yang muncul dari sebelah Tomi, kamipun menghabiskan waktu menonton tayangan yang sudah dipilih untuk menemani aku dan Tomi.
****
“Selamat datang di acara cerdas cermat yang dipersembahkan oleh KPII, karena PB korek api mengalami kendala…” Kata pembawa acara sedikit menyelipkan kata-kata yang membuat penonton sedikit terkekeh.
“Bagaimana, Lel? Sudah tidak gugup lagi kan?” Tanya Tomi di tengah-tengah podium. Kami akhirnya melaju menuju babak akhir. Aku hanya bisa menjawab dengan cara mengangguk pelan namun mantap.
“Baiklah untuk pertanyaan terakhir, siap untuk kedua peserta?” Kata pembawa acara memberikan aba-aba.
Aku sedikit kuatir karena ini adalah pengalaman pertamaku mengikuti perlombaan yang seperti ini, namun karena latihan kami yang semakin sering dan kerjasama yang kompak membuat kami mencapai babak akhir.
Semoga selesai dengan sekolah kami sebagai pemenangnya…
Bersambung…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H