Mohon tunggu...
Ajinatha
Ajinatha Mohon Tunggu... Freelancer - Professional

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menko Tidak Perlu Diberikan Hak Veto?

28 Oktober 2019   14:36 Diperbarui: 28 Oktober 2019   14:53 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerja menteri kabinet adalah kerja kolektif, kadang sangat terkait dengan bidang lainnya, dan dibawah koordinasi Menteri Koordinator (Menko). Kalau Menteri Koordinator hanya menjalankan hal yang menyangkut koordinasi, sementara Menteri adalah yang melakukan eksekusi.

Memang kalau tidak terjadi koordinasi yang baik antara Menko dengan Menteri, maka yang terjadi adalah disharmoni. Sementara disharmoni sangat mempengaruhi soliditas kerja, dan akan mempengaruhi kinerja.

Memang pada periode pertama Pemerintahan Jokowi banyak sekali disharmoni, sehingga yang terekspos dimedia masing-masing lembaga berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi sebagaimana selayaknya.

Terkait import saja kadang Menteri perdagangan seperti tidak mengindahkan lembaga lain yang terkait. Stok beras digudang menurut Bulog masih melimpah, namun Menteri perdagangan tetap melakukan import beras.

Begitu juga antara Menko Kemaritiman dengan Menteri Kelautan, seringkali tidak sinkron. Sehingga menimbulkan ketegangan diantara keduanya. Kadang hanya dikarenakan perbedaan persepsi dalam melihat sebuah persoalan yang sedang dihadapi.

Contoh soal, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti buka suara soal Permen Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Trawl dan Seine Nets. Susi menyatakan cantrang menyebabkan konflik antarnelayan dan mengancam populasi ikan.

"Nelayan pemilik kapal cantrang besar itu bukan nelayan lagi, tapi saudagar kapal besar. Mereka juga bilang punya alat tangkap pulsar dan gill net. Jadi sebetulnya dilarang cantrang itu bukan habis tutup dunia, karena ada alat tangkap lain yang bisa mereka pakai," kata Menteri Susi di Hotel Padma, Kuta, Bali, Kamis (27/4/2017).

Sebaliknya Menko Kemaritiman, Luhut B Panjaitan, memberikan sinyal tentang ijin penggunaan cantrang. Luhut menyebutkan saat ini pemerintah tengah melakukan kajian terkait potensi pemanfaatan cantrang tanpa berdampak buruk terhadap lingkungan dalam kegiatan penangkapan ikan.

Kalau melihat dari dua kasus diatas sebetulnya, antara satu dengan yang lainnya hanya ingin memperlihatkan siapa yang lebih mempunyai wewenang dan kekuasaan. Inilah yang menyebabkan terjadinya disharmoni. Bisa saja masing-masing maksudnya baik dan benar, namun yang terekspos di masyarakat adalah ketidakkompakan.

Tidak aneh kalau pada akhirnya miskoordinasi ini melahirkan Hak Veto bagi Menko, untuk memberikan wewenang yang lebih kepada Menko, jadi bukan cuma sebatas koordinasi, tapi Menko juga bisa membatalkan kebijakan Menteri yang dianggap tidak sesuai dengan Visi dan misi Presiden.

Perlukah Hak Veto Menko

Kalau yang namanya hak diberikan kepada robot masih bisa diprogram sesuai dengan kebutuhan, tapi jika diberikan kepada manusia bisa jadi akan disalahgunakan atas dalih manusiawi. Hak itu adalah kekuasaan, wewenang yang berpeluang untuk disalahgunakan, kalau tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP).

Seperti dilansir Tempo.co, pakar hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi perlu menerbitkan dasar hukum untuk memberi kewenangan hak veto kepada menteri koordinator.

Dian menilai memang sudah seharusnya para menko mempunyai wewenang untuk melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan harmonisasi regulasi dan kebijakan dari kementerian di bawah koordinasinya.

Masih menurut Dian, tidak ada dasar hukum pemberian hak veto kepada para menko. Sehingga, Jokowi cukup menerbitkan perpres baru terkait kewenangan tersebut. 

Dengan menerbitkan perpres tentang kementerian yang sudah ada dengan memperkuat wewenang menko membatalkan peraturan menteri atau kebijakan di bawah kementeriannya masing-masing.

Bisa saja Menko bertindak wewenang-wenang dengan adanya hak Veto, ada tiga hal yang harus dilakukan Menko jika sudah memiliki hak Veto menurut Dian, tiga hal ini sangat penting untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaannya.

Pertama, menko harus menyusun standar operasional prosedur tentang tata cara pengevaluasian dan pelaksanaan tindak lanjut peraturan atau kebijakan kementerian dan lembaga.

Kedua, harus ada kriteria atau indikator mengenai peraturan atau kebijakan yang disharmoni, over regulasi, dan over birokrasi. "Jadi mempermudah menteri atau kepala lembaga memahaminya," ujarnya.

Ketiga, Kementerian Hukum dan HAM dan Badan Pembinaan Hukum Nasional perlu dilibatkan soal pembatalan tersebut. Tujuannya agar keduanya sebagai lembaga yang punya wewenang mencantumkan regulasi dalam berita negara dapat juga dibatalkan dalam berita negara.

Apa yang disampaikan Dian diatas ada benarnya, supaya Menko juga punya rambu-rambu dalam menggunakan hak Veto. Ada kecenderungan seseorang diberikan wewenang dan kekuasaan untuk bertindak melebihi wewenang dan kekuasaannya.

Terutama terkait indikator disharmoni, over regulasi, dan over birokrasi. Menteri sebagai eksekutor ada kecenderungan melakukan hal itu, namun tetap harus disamakan persepsinya, apa itu disharmoni, over regulas, dan over birokrasi, sehingga bukan atas dasar persepsi sepihak.

Menko punya hak Veto, namun dalam pelaksanaan eksekusinya lebih mengindiiasikan atas dasar kewenangan semata, jelas bagi Menteri yang berpikir kritis tidak bisa menerima begitu saja. Inilah yang perlu pembahasan secara serius sebelum hak veto tersebut digunakan.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin, menganggap pemberian hak veto kepada Menko selain memberikan hak dan kewenangan kepada Menko, ada motif lain dari Presiden Jokowi.

Dia menganggap tugas para menko sifatnya koordinatif dan tak seharusnya diberikan hak veto. Sebab, menteri-menteri dalam koordinasi memiliki kebijakan yang sama dengan semua menteri, termasuk dengan menko. Sehingga, para menteri bisa langsung ke presiden, bukan ke menko.

Nah, apakah dengan adanya Hak Veto maka Menteri tidak bisa lagi langsung ke Presiden? Sehingga Menteri cukup koordinasi dengan Menko. Kalau ini yang terjadi seharusnya Menteri Kabinet tidak perlu lagi seorang profesional, yang memang memiliki kompetensi dibidangnya, cukup seorang pelaksana yang bisa bekerja sama dengan Menko.

Apakah semua Menteri Kabinet sudah siap untuk melaksanakan tugas sesuai dengan Visi dan Misi Presiden.? Secara tegas, Presiden Jokowi sudah mengatakan, tidak ada visi dan misi Menteri, yang ada cuma visi dan misi Presiden.

Pada kenyataannya, Gerindra sudah memberikan sinyal kalau Menhan Prabowo akan menjalankan visi dan misi Prabowo, karena dianggap Presiden Jokowi sudah faham visi dan misi Prabowo sama dengan visi dan misi Jokowi, tidal akan ada pertentangan.

Sumber : Satu / Dua / Tiga / Empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun