Mohon tunggu...
Aji Aribowo
Aji Aribowo Mohon Tunggu... Penulis - Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakesuma) | Law, Science, Sport, and Social Enthusiast.

Penyangkalan: Segala tulisan yang saya tulis tidak terikat dan tidak terkait dengan lembaga/institusi tempat saya mencari nafkah. Demikian, salam kecup jauh.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Napak Tilas Resesi Ekonomi di Indonesia

17 April 2020   02:31 Diperbarui: 17 April 2020   08:50 2575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno. (Sumber: cerdika.com)
Era demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno. (Sumber: cerdika.com)

Era demokrasi terpimpin yang dipimpin oleh Presiden Soekarno kala itu memaksa perekonomian tunduk sepenuhnya pada pemerintah, bukan pada pasar. Rakyat tidak lagi berekonomi, melainkan mengerjakan ekonomi menurut perintah dan disiplin -- Tirto.id dalam artikel Krisis Ekonomi 1960-an: Sanering Gagal, Soekarno Dilengserkan.

Di beberapa tempat di Yogyakarta, kondisi ini diperparah dengan adanya bencana kekeringan khususnya pada tahun 1963 dan 1964. Masalah berat dihadapi oleh para penghasil pangan.

Selain kekeringan, serangan hama turut memperparah perkembangan ekonomi setempat. Hujan yang tak teratur dan serangan hama tikus menyebabkan gagal panen besar-besaran.

Demokrasi terpimpin lazim dianut oleh negara-negara blok timur seperti Russia dan China saat itu. Kedekatan presiden Soekarno dengan blok timur menjadi salah satu alasan mengapa presiden Soekarno juga mengadopsi sistem kepemimpinan yang sama. 

Terdapat pola perbedaan perdagangan internasional era Soekarno dengan era kolonial. Salah satunya adalah meningkatnya kebijakan impor namun kebablasan, sehingga surplus neraca perdagangan menjadi negatif.

Di saat yang sama, ketergantungan terhadap komoditas ekspor masih cukup tinggi khususnya komoditas ekspor yang terbatas dan jumlahnya makin menipis: karet dan minyak bumi.

Bank sentral saat itu menjadi "alat pemerintah" ketika terus menerus mencetak uang untuk membiayai defisit anggaran yang terus menerus naik. Porsi terbesar pendapatan negara saat itu adalah pajak atas perdagangan internasional.

Melemahnya permintaan pasar terhadap komoditas ekspor menyebabkan pemasukan pajak atas perdagangan internasional menjadi menurun dibawah lima kali lipat.

Sedangkan pengeluaran meningkat hingga tujuh kali lipat, tentu hal tersebut menjadi salah satu pemicu defisitnya neraca keuangan Indonesia saat itu.

Akibat nilai tukar rupiah yang tinggi daripada nilai pasar dan melemahnya minat pasar internasional untuk komoditas ekspor Indonesia, akhirnya berimbas pada naiknya jumlah penyelundupan barang komoditas ekspor ke negara lain seperti Singapura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun