Panik bersaudara dengan takut, cemas, gelisah, yang ujung-ujungnya selalu membawa keburukan.
Segala krisis dan pendemik atau wabah, pasti ada siklusnya, yang mirip dengan alur dalam novel, perkenalan-konflik-klimaks-anti klimak-penyelesaian. Sebagaimana pandemik Corona, yang sudah mulai menemui titik terang, dengan ditemukannya obat atau vaksin untuk penyakit tersebut. Di Wuhan sendiri, tempat pertama kali virus Corona muncul, lockdown sudah tidak diberlakukan. Sedangkan ahli-ahli di Indonesia, memprediksi puncak penyebaran Corona adalah Bulan Mei. Jika sudah mencapai klimaks, maka akan segera ditemui anti klimaks.
Perekonomian yang mengalami kelesuan saat ini, bahkan diprediksi penurunan pertumbuhan GDP dunia mencapai 0,5%, tentu juga akan dialami oleh Indonesia. Akan tetapi siklus perekonomian ibarat gerakan transversal, ada dasar dan puncak. Umumnya setelah terjadi krisis atau kelesuan, yang mencapai dasar, maka dengan segera perekonomian akan berbenah dan kembali berada di tren positif. Bahkan pertumbuhannya bisa lebih tinggi dari kondisi sebelum krisis.
Kabar baiknya, berdasarkan disertasi Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, yang dilakukan Sabirin pada akhir 2019, menunjukkan bahwa saat Indonesia menderita krisis, maka diperlukan waktu 3 tahun untuk kembali stabil. Maka tidak berlebihan pula jika pemerintah melonggarkan defisit untuk masa 2020-2022. Tinggal kita sebagai masyarakat, mendukung dengan melakukan tiga rumus "Urip Sak Madyo" di atas. Â
Jadi di rumah aja, tetap sehat, jangan panik. Badai pasti berlalu dan tidak akan tinggal berlama-lama, asal kita melakukan "Urip Sak Madyo".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H