Ini hari Minggu, akan tetapi Yanna hanya tinggal berdua dengan Mbak Rum, asisten rumah tangga keluarganya. Kedua orang tuanya dinas di luar kota.
Agar Yanna tak merasa sedih, Mbak Rum memiliki rencana mengajak Yanna jalan-jalan sore di taman komplek perumahan tempat mereka tinggal. Yanna begitu senang dengan ide itu. Wajah cantiknya bersemu merah.
Mbak Rum menyiapkan sekotak nasi, lengkap dengan lauk juga sayur. Sebagai menu alternatif, Mbak Yana juga membawakan sandwich berisi daging sapi, lembaran keju, dan daun selada yang segar. Yanna memang sangat pemilih untuk urusan makan. Yanna lebih suka minum susu dan makan biskuit, namun dokter anak langganan kedua orang tuanya menyarankan agar Yanna tetap makan makanan yang mengandung karbohidrat setiap hari agar gizinya terpenuhi.
Pukul 4 sore, matahari masih terasa begitu terik, keduanya sudah sampai di taman, Mbak Rum mencari tempat di bawah pohon yang rindang. Ada sebuah bangku besi yang memang diperuntukkan bagi pengunjung yang bermain di taman ini.
"Dek Yanna, mau lihat ikan di kolam sana?" tanya Mbak Rum seraya menunjuk ke sebuah kolam yang ada di tengah taman.
Yanna mengangguk, Mbak Rum langsung menggandeng tangannya.
Di kolam besar itu terdapat puluhan, bahkan mungkin ratusan ikan Koi. Mereka berenang ke sana ke mari. Mengepakkan ekornya yang cantik. Coraknya yang beragam membuat mata siapa pun akan terpukau melihatnya. Â
"Dek Yanna suka yang warna apa?" tanya mba Rum sambal membuka tas berisi kotak makan Yanna.
"Aku suka semua, bagus banget, tapi kenapa warnanya lain-lain, Mbak?"
"Ikan dan manusia itu sama-sama ciptaan Tuhan, Dek. Tuhan menciptakan Dek Yana, Mama, Papa, Mbak Rum kan berbeda-beda. Dek Yanna hidungnya mancung, rambutnya lurus dan panjang. Mbak Rum hidungnya pesek, rambutnya keriting, tuh lihat," seloroh Mbak Rum memancing Yanna tertawa lebar.
"Jadi, itu kuasa Tuhan. Kita sebagai manusia harus bersyukur untuk semua yang Tuhan sudah ciptakan," lanjut Mbak Rum, sambil mencoba memberikan suapan pertama nasi dan ikan goreng untuk Yanna.
"Aku nggak mau makan, Mbak. Kotak makannya taruh aja di kursi sana." Tolak Yanna, tubuhnya mundur selangkah dari Mbak Rum. Kemudian wanita itu mencoba menawarkan sandwich sebagai pengganti. Namun, Yanna masih tetap menolaknya.
"Nanti Mbak dimarahi Mama kalo Dek Yana nggak mau makan,"
"Jangan bilang Mama, biar nggak dimarahi,"
"Nanti kalau Dek Yanna sakit, Mama tahu kalo Mbak Rum nggak suapi Dek Yanna. Nanti Mbak Rum disuruh pulang kampung."
Yanna terdiam, ada sedih di matanya. Mbak Rum satu-satunya orang yang menemaninya saat Mama dan Papanya bekerja. Akan tetapi Yanna benar-benar tidak ingin makan.
"Mbak Rum, aku mau makan di rumah saja nanti. Sekarang kita main dulu di sini, ya?" tawar Yana dengan nada memelas.
Mbak Rum tidak tega melihat anak majikannya. Ia pun mengangguk tanda setuju. Mbak Rum meninggalkan Yanna sebentar menuju bangku panjang tadi, meletakkan kotak nasi yang isinya masih utuh lalu kembali menemani Yanna.
"Aku mau pelihara Ikan Koi di rumah, bisa nggak, ya?" tanya Yanna.
"Nanti Dek Yanna bilang sama Mama atau Papa, mungkin boleh,"
"Iya, nanti aku bilang kalau Mama sama Papa sudah pulang."
Tanpa terasa sudah satu jam lebih di sana. Matahari sudah bersiap tenggelam, Mbak Rum mengajak Yanna pulang. Namun, betapa terkejutnya mereka saat melihat ada seekor kucing berbulu oranye ada di sebelah kotak makan yang ditinggalkan Mbak Rum. Ia mengendus-endus kotak itu sembari mengeong. Mbak Rum dengan sigap menjauhkan kotak itu dari si kucing. Sembari mengusirnya cepat.
Kucing itu berjalan menjauh, namun matanya tetap menuju ke kotak nasi itu. Mbak Rum segera membereskan semua bawaannya lalu mengajak Yanna Kembali ke rumah. Sepanjang jalan, Yanna terus mengingat wajah kucing itu. Ia merasa sangat kasihan.
---- ***** ----
Yanna sudah berada di kamar tidurnya, ia masih belum bisa memejamkan mata. Bayangan tentang kucing oranye tadi membuatnya tidak bisa tidur. Tepat pukul 8.30 Yanna terkejut, sebuah ketukan terdengar dari jendela kamarnya. Sebenarnya Yanna merasa takut, namun karena ia begitu penasaran, rasa takutnya terkalahkan. Yanna membuka jendela perlahan dan melihat kucing oranye yang tadi di taman kini sudah berada di hadapannya. Ekspresi kucing itu masih sama seperti sore tadi, begitu memelas, mengundang rasa iba.
"Kamu lapar, ya?" tanya Yanna. Kucing itu terus mengeong pelan, nada suaranya terdengar lemah.
Yanna berjalan menuju pintu kamar, ia memberi kode agar kucing itu mengikutinya. Sampai di luar kamar, Yanna memastikan Mbak Rum tidak mengawasinya. Setelah memastikan kondisi aman, Yanna bergegas menuju meja makan. Yanna membuka tudung saji dan melihat masih ada 2 potong ikan goreng, sayur sop, dan nasi. Seharusnya ikan goreng itu menjadi santapan makan malamnya, namun Yanna mengabaikannya.
Yanna mengambilkan piring dan meletakkan nasi serta ikan di dalamnya. Secara perlahan Yanna meletakkan piring itu di lantai agar Mbak Rum tidak mendengarnya. Kucing oranye itu langsung mendekati suguhan dari Yanna.
Si Kucing oranye makan dengan lahap, bahkan sampai tak menyadari bahwa Yanna sedang tersenyum-senyum sendiri melihatnya. Hanya dalam hitungan menit, dua potong ikan hanya tinggal tulang. Yanna menyodorkan mangkuk berisi air. Kucing itu segera meminumnya.
"Kamu sudah kenyang?"
"Terima kasih, Yanna." Tiba-tiba kucing itu bisa bicara. Yanna terkejut luar biasa.
"Ka-kamu bisa bicara?" tanya Yanna gelagapan, ditambah lagi kucing itu tahu siapa namanya.
"Yanna, aku sulit sekali mendapatkan makanan. Tidak semua orang bersikap baik sepertimu. Maaf, ya, tadi sore aku ingin makan isi kotak bekalmu. Aku lapar sekali,"
Yanna masih sedikit merasa takut melihat kucing ini bisa bicara dengan sempurna hingga ia tak bisa mengingat kejadian sore tadi.
"Kenapa tadi kamu tidak mau makan? Jika aku bisa jadi kamu, aku pasti senang, bisa makan semua makanan yang enak," ujar kucing itu lagi.
"Aku ... aku suka susu dan biskuit. Aku tidak suka makan nasi," pungkas Yanna.
"Kamu manusia, nasi itu berguna untukmu. Kamu bisa juga makan roti, kentang, atau gandum. Kamu harus banyak makan. Tubuhmu kurus sekali. Yanna."
"Kamu suka nasi, kentang, dan lain-lain yang kau sebutkan tadi?"
"Nasi bukan kebutuhan kami, kucing lebih membutuhkan protein. Seperti Ikan, ayam, daging. Makanya aku senang sekali malam ini bisa makan ikan. Tuhan memberiku rejeki melaluimu, Yanna."
Yanna terharu mendengar kata-kata si kucing oranye. Ucapan terima kasih terlihat dari tatapan matanya. Kemudian Yanna berpikir ia terlalu sering mengabaikan makanan yang sudah disiapkan Mbak Rum untuknya. Seketika Yanna merasa menyesal karena tidak mau menuruti nasihat Mama, Papa, dan Mbak Rum.
Suara lonceng jam mengejutkan Yanna, sudah pukul 10 malam, Yanna harus segera tidur.
"Besok kalau kau lapar lagi, ke sini saja, ya. Nanti aku kasih makan lagi sampai kau kenyang,"Â Ucap Yanna.
"Baiklah, aku pergi dulu, ya."
"Eh, sebentar. Kenapa kamu bisa bicara?"
"Karena aku sudah kau beri makan, aku mendapatkan asupan yang kubutuhkan, jadi aku pintar dan bisa bicara denganmu,"Â jawab kucing oranye dengan cerdas.
Yanna tersenyum mendengar jawabannya.
Kemudian keduanya menuju kamar Yanna. Yanna membiarkan kucing oranye pergi melalu jendela.
Cepat-cepat Yanna naik ke ranjang, malam ini rasanya begitu berbeda. Yanna begitu bersemangat untuk makan teratur. Kata-kata si kucing oranye terngiang-ngiang di telinganya.
Yanna membenamkan diri dalam selimut, tak lupa berdoa sebelum memejamkan mata.
----***---
Pukul 06.00 pagi Yanna sudah cantik dengan seragam sekolahnya lantas menuju ke meja makan. Mbak Rum yang belum menyiapkan sarapan terkejut melihat anak asuhnya pagi ini.
Yanna membuka tudung saji, namun ia terkejut saat melihat 2 potong ikan masih ada di atas piring.
"Dek Yanna mau sarapan sekarang?"Â tanya Mbak Rum dengan nada bersalah.
Yanna masih terdiam, seharusnya ikan itu sudah tidak ada lagi di sana, karena kucing oranye itu sudah memakannya sampai tersisa tulangnya saja.
"Dek Yanna kenapa?" tanya Mbak Rum lagi.
"Aku mau makan nasi, ya, Mbak. Roti juga boleh,"
Mbak Rum benar-benar kaget mendengar ucapan Yanna barusan. Pertama kalinya ia mendengar Yanna mau makan tanpa dipaksa.
 Yanna duduk manis di meja makan sambil menunggu Mbak Rum menyiapkan sarapannya.
Sekali pun semalam hanya mimpi, tapi Yanna sudah berjanji dalam hati, ia tidak akan malas makan lagi. Tuhan sudah memberi rejeki melalui Mama dan Papa, dan sudah memberi pengalaman berharga lewat mimpi.
-----Selesai-----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H