Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Administrasi - Mamanya Toby & Orlee

Pekerja yang nggak punya kerjaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tarian Hujan Keluarga Katak di Malam Natal

25 Desember 2019   13:23 Diperbarui: 25 Desember 2019   13:36 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di suatu malam Natal yang dingin karena hujan sepanjang hari, dua ekor anak katak saling adu lompat, keduanya adalah kakak beradik Taka dan Taki. Mereka tampak sangat bahagia hingga lupa bahwa ini sudah larut malam, ibu pasti akan memarahi mereka saat pulang nanti. Melihat bulan sudah bertugas di langit sana, Taki pun bergegas mengajak kakaknya pulang.

"Kak, ayo kita pulang. Nanti ibu marah." Ajak Taki.

"Kenapa ibu marah? Ini kan malam Natal, semua bebas menikmati malam yang indah ini."

"Natal? Natal itu punya manusia, kak. Bukan punya hewan seperti kita. Ayolah, kita pulang saja, kak."

Taka pun menghentikan tarian melompatnya lalu mendekati Taki.

"Kata siapa Natal cuma punya manusia? Kamu masih kecil, tapi sok tahu." Ucap Taka ketus.

"Apa kakak melihat ada katak yang diundang untuk merayakan Natal bersama manusia? Jangankan untuk mengajak, melihat kita saja mereka sudah merasa jijik." Gerutu Taki.

Taka tak menjawab lagi, ia kembali melompat melewati adiknya menuju jalan pulang ke arah rumah mereka. Taki yang tidak mau ditinggal, berusaha menyusul lompatan kakaknya secepat dan setinggi mungkin.

Taka lebih dulu sampai. Taki menyusul di belakangnya dengan napas tersengal dan wajah cemberut. "Kau kalah!" ledek Taka.

"Kakak curang, kakak lebih dulu melompat, tadi kan aku masih bicara."

"Salahmu sendiri, kebanyakan bicara. Kamu itu sudah mirip sama manusia." balas Taka kesal.

"Walaupun mirip tapi tetap aku tidak bisa seperti mereka, aku tidak merayakan Natal."

Ibu melihat keributan dua anaknya yang manis sambil menahan tawa. Perbincangan dua katak kecil yang belum tahu bagaimana seharusnya mereka menikmati hidup.

 "Kalian dari mana?" Tanya ibu yang sudah berdiri di depan pintu.

"Habis dari hutan, bu. Adu lompat tinggi." Jawab Taki.

"Lalu siapa yang menang?" Tanya ibu kemudian.

"Aku, donk. Taki lompatannya tidak setinggi aku. Dia kalah, bu." Jawab Taka sambil melirik kea rah Taki yang tengah menahan rasa kesalnya.

"Jelaslah Taka yang menang, Taka kan lebih besar, kaki Taka lebih panjang, jadi lompatan Taka lebih tinggi. Nanti kalau Taki sudah seumur kakak pun Taki bisa seperti kakak."

Kali ini Taki tak mau menyelah lagi, dirinya merasa dibela ibu. Kini berganti Taka yang mendengus kesal mendengar jawaban ibu.

Ibu lantas memberi komando pada kedua anaknya agar segera masuk, karena makan malam sudah disiapkan.

Di meja makan sudah tersedia tikus dan gupi, sepiring serangga, cacing, jangkrik dan beberapa siput hutan. Mata Taka dan Taki berbinar. Dua katak kecil itu menatap menu makan malam mereka dengan mata berbinar.

"Wah, makan malam kita banyak sekali, bu?"

"Iya, ini malam istimewa."

"Kamu nggak percaya, sih. Ini malam Natal. Ibu menyiapkan makanan istimewa buat kita. Iya kan, bu?"

"Iya...iya... ini malam Natal. Kita juga boleh ikut merayakan seperti manusia. Ya sudah, kalian makan saja sekarang. Tapi tikus dan Gupinya untuk ayah dan ibu, ya? Kalian makan yang lainnya saja. Karena ayah dan ibu membutuhkan makanan yang lebih besar."

Kedua katak kecil itu mengangguk setuju.

Taka dan Taki makan dengan lahapnya. Acara adu lompat tadi menyita seluruh tenaga membuat mereka kelaparan.

Selang beberapa saat, ada yang mengetuk pintu rumah mereka. Ternyata ayah datang.

"Hai, anak-anak. Sudah mulai makan malamnya, ya?"

"Ayah dari mana? Kok baru pulang?"

"Ayah dari pinggir danau di utara. Ini ayah bawa..."

"Hussttt,,," Ibu memberikan kode pada ayah untuk tidak melanjutkan kalimatnya.

Taka dan Taki saling pandang, mereka penasaran dengan lanjutan kalimat ayah. Keduanya mendekati ayah dan memaksa ayah untuk segera membukanya.

Ibu menahan kedua anak-anaknya untuk menahan rasa ingin tahu mereka. Dan meminta keduanya untuk melanjutkan makan malam sampai selesai. Ibu juga meminta ayah bergabung di meja makan bersama mereka.

Setelah semua makanan habis, ibu mengajak ayah dan kedua anaknya membersihkan meja makan, dan ibu berjanji akan memberi tahu Taka dan Taki apa isi bungkusan kain yang dibawa ayah.

"Bu, semua sudah selesai, ibu janji mau kasih tahu apa yang dibawa ayah, kan?"

"Tadi ibu mendengar kalian membicarakan tentang Natal. Apakah kita merayakan juga? Begini, Natal itu milik semua. Kita sama dengan manusia, sama-sama ciptaan Tuhan, jadi tidak ada larangan bila kita ikut merayakan juga. Tapi cara merayakannya tentu berbeda dengan manusia. Manusia akan pergi ke rumah ibadah, mendatangi keluarga mereka yang juga merayakan Natal, membuat pohon Natal di rumah, dan banyak lagi. 

Tapi kita punya kebiasaan yang berbeda dengan mereka. Kita bisa merasakan indahnya Natal dengan menikmati turunnya hujan yang berkepanjangan, seperti yang kalian lakukan tadi, bisa bermain adu lompatan. Kita juga bisa makan seistimewa tadi. Kalian tidak perlu iri terhadap manusia. Kita punya kelebihan lain yang tidak manusia miliki. Kita bisa hidup di dua alam, di daratan dan di air. Sementara manusia tidak. Katak saat hujan senang bermaain-main tanpa takut sakit, sementara manusia akan berusaha melindungi tubuhnya saat datangnya hujan."

Taka dan Taki mendengarkan penjelasan ibu dengan serius. Ibu pun melanjutkan lagi ceritanya.

"Kita sebagai katak pun terlahir dari bermacam jenis. Kalian ingat paman Pio? Kalian pernah bertanya pada ibu, kenapa paman Pio memiliki warna kulit yang membuat kalian sulit menemukannya saat bermain petak umpet? Karena paman Pio adalah jenis katak bertanduk. Dia memiliki kemampuan untuk menyamar sehingga warna kulitnya bisa serupa dengan warna lingkungan sekitar dimana dia berdiri. 

Kalian ingat bibi Bella? Tubuh bibi bela jauh lebih besar dari ibu bahkan ayah, karena bibi Bella adalah jenis katak pohon raksasa Australia. Mereka dari jenis itu memiliki bentuk tubuh yang jauh lebih besar dari jenis katak yang lain. Anak-anakku, Tuhan menciptakan makhluknya dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Kita tidak perlu iri."

"Tuh, kamu dengar kan kata ibu? Jangan iri sama manusia." Ucap Taka menyindir saudaranya.

"Iya, kak. Aku tidak akan iri lagi. Aku janji." Balas Taki menahan senyum malu-malu.

"Jadi apa kalian masih penasaran dengan bungkusan yang dibawa ayah?"

"Ah, iya, iya, bu. Apa isinya?" Taka dan Taki bersahutan memaksa ibu untuk segera membuka isi bungkusan itu.

Ayah tertawa melihat kelakuan dua anaknya. Ibu membuka perlahan bungkusan itu. Taka dan Taki terkejut melihat isi di dalam bungkusan. Sebuah sarang busa dengan ribuan berudu di atasnya.

"Itu apa, bu?" Tanya Taki.

"Ini kado Natal buat kalian." Jawab ibu sambil melirik ayah.

"Itu adik-adik kalian. Kemarin ayah dan ibu menyimpannya di lumut-lumut basah dekat danau utara. Musim hujan adalah saat terbaik untuk menambah populasi kita. Karena calon adik-adik kalian membutuhkan tempat yang lembab untu bisa hidup menjadi katak sempurna. Dan hari ini ayah membawanya pulang karena mereka sudah menetas. Untuk bisa seperti kalian, memiliki kaki belakang dan kaki depan, mereka butuh waktu lagi. Bantu ayah dan ibu, ya. Kalian harus menjaga adik-adik kalian ini agar mereka semua bisa hidup dan besar seperti kalian." Jelas ayah.

Sontak Taka dan Taki melompat kegirangan. Mereka akan mendapatkan banyak adik dan nantinya mereka semua akan bermain bersama. Dan itu adalah hal yang sangat menyenangkan.

Taki mendekati kedua orang tuanya. "Ayah, ibu, terima kasih kado Natalnya. Aku tidak akan iri lagi pada manusia. Ibu benar, Tuhan itu adil pada makhluknya."

"Baiklah, kalau begitu biarkan adik-adik kalian tidur dalam sarang ini. Dan kita menikmati hujan di malam Natal ini dengan menari bersama. Setuju?" semua mengangguk, sepakat dengan ibu.   

-------------------------------------Selamat Natal------------------------------------------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun