"Puji Tuhan, kamu serius, nak?"
Garin bergeming, namun sepasang bola matanya mulai berkaca-kaca.
Bu Genduk menahan tangis bahagia dalam hatinya. Mendengar kalimat itu dari bibir anak lelakinya seperti mendapati hujan sehari untuk ladangnya yang telah kering menahun. Tak ada yang tak mungkin untuk Tuhan.
Bu Genduk bergegas menuju kamar Garin, memilihkan pakaian terbaik putranya. Ya, pakaian kado Natal 2 tahun silam, saat terakhir kali Garin mau menginjakkan kakinya di gereja.
Sepanjang malam Garin tak bisa tidur nyenyak. Bayangan tentang suasana misa esok pagi terus menghiasi balon-balon pikirannya. Kerinduannya pada Tuhan semakin menjadi.
*
Pukul 5 pagi, Garin sudah mandi, mengenakan kemeja biru tua dan celana hitam yang ibu pilihkan. Garin mengetuk kamar ayah- ibu dan Nandita.
Ayah keluar kamar sendirian.
"Mau kemana, mas Garin?"
"Lho, ke Gereja, pak. Ayo, bapak mandi. Aku sudah masak air panas untuk bapak."
Pria 54 tahun itu memandang wajah anak lelakinya lamat-lamat, masih belum percaya dengan euforia pagi ini.