"Iya dia juga tak ada uang. Sana kau pergi!" Perempuan itu tiba-tiba marah
"Sudah-sudah, Maaf yah, silahkan tinggalkan kami." Kataku akhirnya pusing melihat kedua orang itu tiba-tiba ribut menganggu penumpang kereta yang lain. Penegmis itu menatapku sejenak.
"Hati-hati sama perempuan ini, Mbak." katanya lalu berlalu.
"Eh kurang ajar! Dasar pengemis!" Maki wanita disampingku geram
"Sudahlah Mbak, lagian tak apalah saya beri anak itu receh. Kasiahn dia kan." Kataku iba menatap punggung bocah pengemis yang menghilang ke gerbong yang lain.
"Jangan Mbak, itu sama saja Mbak mengajarkan kemalasan. Bayangin aja kalo setiap orang memberi uang kepada mereka sama seperti Mbak. Banyak sekali uang yang mereka dapat perhari kan?" jelas wanita itu kemudian
"Jangan mau ditipu tampang mereka yang kelihatan kurus dan tidak terurus itu, Mbak, mereka sengaja berpenampilan seperti itu untuk membuat kita mengasihani mereka. Mengemis itu sudah seperti pekerjaan bagi mereka. kalau Mbak memberi mereka uang sama saja Mba membuat Indonesia ini tambah malas" terang wanita itu lagi. Dia berbicara tanpa menyempatkan aku berpendapat, aku memilih diam, manggut-manggut tanda mengerti. Penjual segala macam barang masih terus lalu lalang di dalam kereta.
"Mbak tidak suka sama pengemis yah?" tanyaku. Wanita itu mengangguk
"Saya tidak suka orang-orang malas yang tidak bekerja seperti mereka, Mbak. Padahal banyak bisa dilakukan selain mengemis kalo tidak pulang saja kembali ke kampung halaman masing-masing. Kenapa mesti memenuhi Jakarta kalo kerjanya hanya ngemis dan ngegelandang tidak jelas?"
"Tapi bukan salah mereka jugalah, Mbak. Hidup si ibukota kan memang keras"
"Makanya saya bingung mereka masih bertahan di Ibukota ini. Pokoknya saya benci dengan mereka yang kerjanya cuma minta-minta itu Mbak" Terang wanita itu ngotot.