"Oh, tiga stasiun lagi, Mbak. Habis Tebet nanti, ada Cawang, Kalibata dan Pasar Minggu Baru." Jawabku singkat, wanita itu tersenyum
"Terima kasih." Katanya, aku membalas senyumanannya dengan anggukan.
"Mbak, sudah sering naik kereta yah?" Tanya wanita itu lagi lebih akrab.
"Sering Mbak, setiap hari malah. Rumah saya di Jakarta Saya kuliah di Depok." Terangku
"Kalo saya sering naik kereta tetapi yang arah Bekasi, kalo ke arah Bogor baru kali ini." Â kata wanita itu tanpa diminta, aku mengangguk-ngangguk lagi tanda merespon omongannya.
Kereta berjalan cepat menyusuri rel. Penjual segala jenis barang dari makanan minuman sampai racun tikus lalu lalang di dalam kereta. Mereka bersemangat menawari dagangannya. Selain sarang kejahatan, kereta ekonomi juga sarang penjual.  Tiba-tiba muncul seorang anak kecil dengan muka lunglai menghampiri tempat kami duduk
"Mbak Mbak Mbak! Tolong, Mbak belum makan." kata anak kecil itu lemah, kupandangi anak kecil berusia tujuh tahun itu dengan iba, bajunya compang-camping tak beraturan. Segera kucari recehan lima ratus rupiahan di dalam saku tasku.
"Jangan dikasih, Mbak!" Wanita disebelahku tiba-tiba berbisik. Dia segera menggoyangkan tangannya ke kiri dan kanan tanda tidak ingin memberi kepada bocah malang itu.
"Tolong, Mbak. Saya belum makan." Pengemis kecil itu ngotot meminta. Mungkin dia tahu aku berniat memberi dia receh.
"Hush, sudah sana kamu pergi kami tak punya uang." kata perempuan di sebelahku tadi keras. Membuat beberpa penumpang menoleh kearah kami. Bocah pengemis itu menatap perempuan disebelahku dengan tatapan sulit dimengerti.
"Saya meminta pada, Mbak yang ini." Pengemis itu ngotot menunjukku