Tak jauh dari situ, ada rumah adat Kalimantan yang dibangun persis di depan kebun bonsai. Asik mengambil gambar, saya dikagetkan oleh hentakkan kaki gajah yang mengendus kedatangan saya. Buset, telinganya segede loyang, belalainya sepanjang selang pemadam kebakaran. Saya memanfaatkan kesempatan emas ini untuk mengobrol dengan hewan yang tak mengerti bahasa manusia, yakali mungkin karena kupingnya budeg, dia berjalan mendekat dengan tatapan mata yang semakin melebar. Barulah saya sadar kalau dia tidak sedang diikat dan bisa menginjak tubuh proposional ini menjadi kornet. Goodbye gajah gendut!
Arloji tepat menunjukkan pukul 11:00, artinya saya cuma punya waktu sejam lagi sebelum pesawat take off. Pulanglah saya ke bandara dengan perasaan berbunga-bunga. Inilah hadiah ulang tahun paling berharga dibanding materi maupun surat kuasa. Dari jendela mungil pesawat saya berdoa dan menyimpan mimpi untuk bisa kembali lagi kesana, ke pulau bak benua yang menopang tiga negara berserumpun budaya dan bahasa. Juga pulau yang menjadi saksi kemenangan saya melawan penyakit paru-paru dan krisis percaya diri selama 6 bulan.