A. Devinisi Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme, teori ini meyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian kejadian di dalam lingkungannya yang memberikan pengalaman tertentu kepadanya. Behaviorisme menekankan pada apa yang dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak dapat dilihat.
Teori pembelajaran behavioristik adalah pendekatan yang mempelajari tingkah laku manusia. Perspektif behavioristik menekankan peran pembelajaran dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan bagaimana hal itu terjadi melalui rangsangan yang memicu respons reaktif. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa perilaku laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, dapat diprediksi, dan dapat dimanipulasi. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam suatu tingkah laku karena mereka telah mempelajarinya melalui pengalaman masa lalu yang menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah atau hukuman. Seseorang mungkin menghentikan suatu tingkah laku jika belum diberi hadiah atau telah menerima hukuman. Oleh karena itu, perilaku baik yang positif maupun negatif merupakan hasil dari pembelajaran.
Teori belajar behavioristik menjelaskan cara kita belajar dari kejadian di sekitar kita. Teori ini pentingnya pentingnya lingkungan dalam proses pembelajaran. Guru dalam teori ini memberikan rangsangan kepada anak sebagai dorongan, dan kita dapat melihat perubahan perilaku yang penting melalui pengamatan dan pengukuran sesuai dengan tujuan pembelajaran
Teori belajar behavioristik adalah bagian dari psikologi yang mempelajari perilaku manusia yang tidak terkait dengan kesadaran atau pikiran. Teori ini bertujuan untuk memprediksi dan mengendalikan perilaku manusia dengan menggunakan metode eksperimental yang objektif. Pembelajaran dalam teori ini adalah perubahan perilaku yang dapat diukur dan diukur, dipicu oleh rangsangan atau stimulus dari lingkungan, baik internal maupun eksternal. Respons terhadap stimulus tersebut berupa reaksi fisik, dan teori ini menekankan pentingnya observasi perilaku untuk memahami individu.
Dari penjelasan di atas, kita bisa paham bahwa teori belajar behavioristik mengatakan bahwa belajar itu terjadi ketika kita bereaksi terhadap rangsangan dari lingkungan. Rangsangan itu bisa berupa apa saja, seperti kata-kata atau tindakan dari guru. Respons kita terhadap rangsangan itu, baik itu pikiran, perasaan, atau tindakan, itulah yang disebut respon. Teori ini lebih fokus pada pengukuran, karena dengan mengukur respons kita, kita dapat melihat apakah ada perubahan dalam perilaku kita atau tidak.
Teori belajar behaviorisme adalah pendekatan dalam psikologi yang menekankan pentingnya pengamatan perilaku yang teramati dan respons terhadap stimulus lingkungan dalam proses pembelajaran.
Beberapa definisi teori belajar behaviorisme yang umum meliputi:
1. Teori behaviorisme adalah pendekatan dalam psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai respons terhadap stimulus lingkungan. Teori ini menekankan pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk dan mengubah tingkah laku individu.
2. Behaviorisme adalah teori yang menekankan bahwa tingkah laku manusia dapat dipelajari dan diubah melalui pengalaman dan penguatan positif. Teori ini juga menekankan observasi dan pengukuran tingkah laku sebagai metode utama dalam pembelajaran.
3. Teori behaviorisme menganggap bahwa tingkah laku manusia adalah hasil dari interaksi antara stimulus eksternal dan respons individu. Pendekatan ini menekankan pentingnya lingkungan dalam membentuk dan mempengaruhi tingkah laku.
Pada penerapannya dalam proses belajar mengajar, teori belajarbehavioristik sangat bergantung pada beberapa aspek, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, materi pelajaran, media pembelajaran, dan fasilitas pembelajaran.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menerapkan teori behavioristik dalam proses belajar mengajar, yaitu:
1. Guru Pintar harus selalu mengobservasi dan memperhatikan siswa.
2. Lingkungan belajar juga harus diperhatikan.
3. Teori behavioristik sangat mengutamakan pembentukan tingkah laku dengan cara latihan dan pengulangan.
4. Proses belajar mengajar di kelas harus dengan stimulus dan respon.
B. Tujuan Belajar Menurut Aliran Teori Belajar Behaviorisme
Menurut teori behavioristik, tujuan pembelajaran ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan kreativitas. Meskipun kreativitas sering dianggap remeh, namun sebenarnya kreativitas memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu berbakat. Namun demikian, kreativitas sebenarnya dapat tumbuh dari dalam diri setiap individu jika dirangsang dengan baik. Meta Octa Riany (2023) menyatakan hal ini. Menurut Frome (dalam Abdussalam, 2005), kreativitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan dapat dilihat atau didengar oleh orang lain.
Pembelajaran dalam konteks ini dipandang sebagai kegiatan "mimetik", di mana siswa diminta untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran seringkali menekankan pada keterampilan individu atau akumulasi fakta yang mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran ini biasanya mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga kegiatan pembelajaran lebih banyak bergantung pada buku teks atau bahan bacaan yang wajib, dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi bahan tersebut.
Tekanan belajar dan evaluasi hasil belajar dalam konteks ini cenderung menekankan respons pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan tes kertas dan pensil. Evaluasi hasil belajar mengharapkan jawaban yang benar, di mana jika siswa dapat menjawab "benar" sesuai dengan harapan guru, hal ini menandakan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Selain itu, evaluasi pembelajaran sering dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran itu sendiri, dan umumnya dilakukan setelah selesainya kegiatan pembelajaran.
C. Aliran Belajar Menurut Para Ahli
1. Menurut Ivan P.Pavlov.
Mengenal biografi singkat Ivan Petrovich Pavlov (18 September 1849-7 Februari 1936). Beliau dilahirkan di Rusia. Beliau adalah keturunan pendeta, sedari kecil memang dididik untuk mengikuti langkah ayahnya yang dimana ia pernah sekilah di Seminari Teknologi. Namun, dia putus sekolah dan dipindahkan ke Universitas St. Peterburg. Hal ini terjadi karena ia merasa tidak layak menjadi pendeta. Ia lebih memilih belajar kedokteran sebagai ahli fisiologi dan menerima gelar doktor pada tahun 1879. Ia juga Profesor Fisiologi di Akademi Kedokteran Kekaisaran Rusia.
Ivan Petrovich Pavlov menemukan proses yang disebut pengkondisian klasik melalui percobaannya dengan anjing. Dalam percobaan itu, dia memasangkan perangsang asli dan netral dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang hingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Pendekatan Pavlov dan para ahli lainnya sangat dipengaruhi oleh pandangan behaviorisme, yang menilai gejala kejiwaan dari perilaku seseorang. Bakker juga menyatakan bahwa perilaku adalah hal yang paling penting dalam kehidupan manusia. Pavlov percaya bahwa dengan menggunakan rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat diubah sesuai keinginan. Dia melakukan percobaan dengan binatang, seperti anjing, karena percaya bahwa binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun, manusia secara hakiki berbeda dengan binatang. Pavlov melakukan percobaan dengan memotong leher seekor anjing untuk mengamati kelenjar air liurnya. Ketika makanan ditampilkan, air liur anjing tersebut keluar. Sebelum makanan, sinar merah ditampilkan, dan air liur anjing pun mulai keluar. Setelah dilakukan berulang-ulang, sinar merah saja sudah cukup untuk membuat air liur anjing keluar. Makanan adalah rangsangan alami, sementara sinar merah adalah rangsangan buatan. Percobaan yang dilakukan Pavlov menunjukkan bahwa rangsangan buatan dapat menciptakan kondisi untuk timbulnya respons pada anjing tersebut.
Adapun secara ringkas perumusan dan gambar pada teori ini sebagai berikut:
1.US memunculkan UR
Makanan → Air liur
US (Unconditioned Stimulus) =
Stimulus Alami
UR (Unconditioned Response) =
Respons Alami
2.NS tidak memunculkan respons apa pun
Bunyi bel → Tidak ada respon
NS (Neutral Stimulus) =
Rangsangan Saja.
3.NS+US memunculkan UR
Bunyi bel disertai makanan → Air liur
NS (Neutral Stimulus) =
Rangsangan Saja
US (Unconditioned Stimulus) =
Stimulus Alami
UR (Unconditioned Response) =
Respons Alami.
4.CS memunculkan CR
Bunyi bel → Air liur
CS (Conditioned Stimulus) =
Stimulus yang dikondisikan
CR (Conditioned Response) =
Respons yang telah dikondisikan.
2.Edwin Guthrie
Edwin Guthrie memakai variabel relasi antara stimulus dan respons untuk menjelaskan proses pembelajaran. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa stimulus tidak selalu terkait dengan kebutuhan atau pemenuhan biologis semata. Guthrie menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respons umumnya hanya bersifat sementara, oleh karena itu, dalam konteks pembelajaran, peserta didik sebaiknya diberi stimulus secara rutin agar keterkaitan antara stimulus dan respons menjadi lebih stabil. Guthrie menyarankan agar respons yang timbul menjadi lebih kuat dan bahkan bertahan, perlu diberikan berbagai stimulus yang berkaitan dengan respons tersebut. Selain itu, Guthrie meyakini bahwa hukuman memegang peran penting dalam proses pembelajaran. Hukuman yang diberikan pada waktu yang tepat dapat mengubah kebiasaan dan perilaku seseorang.
3.Menurut Jhon Watson
Mempresentasikan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons yang harus dapat diamati dan diukur. Meskipun dia mengakui adanya perubahan mental dalam proses belajar, Watson berpendapat bahwa hal tersebut tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati atau diukur. Pendekatan Watson dalam teori behavioristik murni didasarkan pada pengalaman empiris dan orientasi pada observasi yang dapat diamati dan diukur.
Dalam hasil pemikirannya, Watson menyatakan 3 dasar konsep utama:
a) Psikologi adalah cabang eksperimental dari ilmu alam, sehingga introspeksi tidak menjadi konsep dasar utamanya.
b) Psikologi dianggap gagal sebagai ilmu alam karena kegagalan dalam membuktikan identitasnya sebagai ilmu alam, terutama karena pengambilan kesadaran sebagai objek studi. Oleh karena itu, Watson menekankan perlunya penghapusan kesadaran dari ruang lingkup psikologi.
c) Objek studi psikologi seharusnya adalah perilaku yang dapat diamati secara nyata.
4. Menurut Burrhus Frederic Skinner
Menggunakan pendekatan behavioristik untuk menjelaskan tingkah laku dengan menggunakan instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dapat dikontrol melalui proses operant conditioning
5. Menurut Edward Lee Thorndike
Sebelum kita mendalami teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike, mari kita rangkum secara singkat kehidupannya. Edward Lee Thorndike (31 Agustus 1874 - 9 Agustus 1949) adalah seorang psikolog Amerika terkemuka. Dia menjabat sebagai direktur Psychological Corporation dan pada tahun 1912 sebagai presiden American Psychological Association. Pendidikan Thorndike dimulai dengan gelar sarjana dari Wesleyan University pada tahun 1895, lulus dengan gelar master dari Harvard University pada tahun 1896, dan gelar sarjana dari Columbia University pada tahun 1898. Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Harvard, ia masuk Columbia Teachers College di bawah bimbingan James McKean Cattell.
Thorndike memandang pembelajaran sebagai interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah faktor yang memperlancar proses belajar (baik berupa pikiran, perasaan, atau tindakan), dan respons adalah tanggapan (termasuk pikiran, perasaan, atau tindakan) yang ditunjukkan seseorang ketika belajar. Berdasarkan pandangan tersebut, Thorndike menjelaskan bahwa perubahan perilaku yang dihasilkan dari pembelajaran dapat bersifat konkrit (dapat diamati) atau tidak spesifik (tidak dapat diobservasi). Teori Thorndike dikenal dengan sebutan koneksionisme karena menekankan pada pembentukan hubungan antara rangsangan dan tanggapan. Ia merumuskan tiga hukum pembelajaran:
-Law of readness (Hukum kesiapan)
Hukum ini menjelaskan bahwa motivasi seseorang memudahkan terjalinnya hubungan stimulus-respon. Terkait dengan hukum ini adalah bahwa keberhasilan belajar seseorang mempunyai dampak yang signifikan terhadap persiapannya sendiri.
-Law of exercise (Hukum latihan)
Hukum ini menjelaskan bahwa dengan meningkatnya pelatihan, hubungan stimulus-respon menjadi lebih kuat, namun dengan berhentinya pelatihan, hubungan ini melemah. Dengan kata lain, ketika individu menerima pelatihan yang sering dan berulang-ulang, keterampilan mereka menjadi lebih kuat. Begitu pula jika keterampilan seseorang tidak dilatih secara terus-menerus, maka ada risiko kemampuannya melemah hingga pada titik kepunahan total.
-Law of effect (Hukum efek)
Hukum ini menerangkan bahwa kuatnya hubungan antara stim- ulus dan respons tergantung pada reaksi yang ditunjukkan. Apabila respons yang ditunjukkan oleh individu adalah sebuah kesenangan maka respons tersebut akan diulang untuk dipertahankan. Namun, jika respons yang ditunjukkan tidak menyenangkan maka respons tersebut akan dihentikan.
Aliran teori ini hanya memprioritaskan tingkah laku yang terlihat saja, kemudian tingkah laku tersebut dapat diukur maupun diramalkan. Teori ini lebih dikenal dengan teori belajar, hal ini karena seluruh tingkah laku individu yang ditunjukkan merupakan hasil belajar. Belajar di sini mengarah pada perubahan tingkah laku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Teori ini tidak memandang suatu individu baik atau buruk serta rasional ataupun emosional. Teori behavioristik ini lebih menekan- kan bagaimana tingkah laku individu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar. Intinya teori ini lebih menitikberatkan pada perilaku individu, hal ini karena individu merupakan makhluk reaktif yang menunjukkan respons terhadap lingkungan sekitar sehingga pengalaman dan pemeli- haraan dapat membentuk tingkah laku individu.
Percaya bahwa belajar melibatkan hubungan antara apa yang kita alami (stimulus) dan bagaimana kita bereaksi terhadapnya (response). Dia menyatakan bahwa stimulus bisa berupa apa pun yang memicu belajar, seperti pikiran, perasaan, atau peristiwa, sementara respons adalah tanggapan yang kita berikan, bisa berupa perasaan, tindakan, atau reaksi lainnya. Menurut Thorndike, belajar melalui hubungan stimulus dan respons mengikuti hukum-hukum tertentu: kesiapan, latihan, dan akibat. Hukum kesiapan menyatakan bahwa ketika seseorang siap untuk belajar, aktivitas yang menyenangkan cenderung diperkuat. Hukum latihan menyatakan bahwa praktik membuat keterampilan lebih kuat. Hukum akibat menyatakan bahwa respons yang menyenangkan cenderung diperkuat, sedangkan respons yang tidak menyenangkan cenderung dikurangi..
6. Menurut Chark Hull
Mengatakan bahwa ketika kita belajar, dorongan biologis seperti kebutuhan dan kepuasan berperan penting. Meskipun respons yang muncul bisa bermacam-macam, penguatan perilaku selalu terkait dengan kondisi biologis. Hull juga memperkenalkan empat konsep utama, seperti penguatan yang lebih dari sekadar memuaskan kebutuhan biologis tetapi tidak membuat kepuasan. Ada juga peran penting variabel organisme dalam hubungan antara motivasi dan tanggapan, yang membuat Hull dianggap tidak sepenuhnya sebagai penganut teori behavioristik. Belajar dianggap terjadi ketika keseimbangan biologis terpenuhi, dengan pengaruh biologis yang diutamakan seperti yang diajukan oleh Charles Darwin. Hull juga memperkenalkan teori deduktif-hipotetis, yang menekankan pentingnya teori dalam pengembangan ilmu psikologi.
D. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme
Dalam metode pembelajaran yang mengacu pada teori behavioristik terdapat beberapa keunggulan, antara lain:
1.Mengajarkan guru untuk menjadi peka terhadap situasi dan kondisi belajar.
2.Membentuk kemandirian belajar siswa dengan mengurangi ceramah guru, dan meminta bantuan guru hanya ketika diperlukan.
3.Mampu membentuk perilaku yang diinginkan dengan penguatan positif dan perilaku yang tidak diinginkan dengan hukuman negatif, berdasarkan pada prinsip bahwa perilaku yang diperkuat cenderung muncul kembali.
4.Melalui pengulangan dan latihan yang berkelanjutan, bakat dan kecerdasan siswa dapat dioptimalkan, dengan memberikan penguatan terus-menerus pada keterampilan yang sudah dimiliki siswa.
5.Bahan pelajaran disusun secara hirarkis dari yang sederhana hingga kompleks, memecah tujuan pembelajaran menjadi bagian-bagian kecil untuk mencapai keterampilan tertentu.
6.Stimulus dapat diganti dengan stimulus lainnya hingga respons yang diinginkan terjadi.
7.Cocok untuk mengembangkan kemampuan yang memerlukan latihan dan pembiasaan, seperti kecepatan, spontanitas, fleksibilitas, refleksi, dan daya tahan.
8.Teori ini sesuai untuk mengajar anak-anak yang masih membutuhkan bimbingan orang dewasa, memiliki kecenderungan mengulangi dan perlu kebiasaan, suka meniru, dan merespon positif terhadap penghargaan langsung seperti pujian atau hadiah permen.
Namun, terdapat juga beberapa kekurangan dari teori behaviorisme:
1.Memandang belajar sebagai pengalaman langsung, padahal belajar juga merupakan proses internal yang tidak selalu terlihat secara jelas.
2.Memperlakukan proses belajar manusia secara otomatis dan mekanis, mengabaikan kemampuan kontrol diri yang bersifat kognitif.
3.Analogi proses belajar manusia dengan hewan sulit diterima karena perbedaan yang signifikan antara keduanya.
4.Penyusunan materi ajar dilakukan sebelumnya.
5.Tidak semua materi pelajaran cocok dengan teori behavioristik.
6.Dalam proses pembelajaran, siswa hanya berperan sebagai pendengar dan penghafal dari apa yang mereka lihat dan dengar, yang dianggap sebagai metode pembelajaran yang paling efektif.
7.Pemberian hukuman bertujuan untuk menciptakan keteraturan dan kenyamanan di kelas.
8.Karena peran guru lebih aktif sedangkan siswa bersifat pasif, penguatan dari luar diperlukan, sehingga peran guru menjadi sangat dominan dalam memberikan penguatan.
9.Karena siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengembangkan imajinasi, mereka tidak dapat menyelesaikan masalah tanpa bantuan guru.
10.Teori belajar ini membatasi siswa untuk berpikir dalam satu arah saja, kurang kreatif, kontraproduktif, dan menghasilkan siswa yang pasif.
11.Pembelajaran cenderung berpusat pada guru, bersifat spontan, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
12.Dampak dari penerapan teori ini membuat siswa merasa tidak senang dan tidak nyaman karena fokus pada guru, keputusan guru bersifat mutlak, komunikasi satu arah, pelatihan yang diberikan oleh guru, dan guru menentukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa.
E. Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Teori behavioristik merupakan teori yang menitikberatkan pada hubungan antara stimulus yang diberikan dengan respon yang dihasilkan, yaitu terbentuknya perilaku individu yang terjadi sebagai hasil belajar. Respons dan perilaku dapat terbentuk dalam kondisi tertentu dan tentunya melalui pembiasaan. Guru dapat memberikan stimulus-stimulus yang dapat merangsang respon siswa pada saat pembelajaran sehingga siswa memberikan respon yang tepat. Selanjutnya, ketika hadiah diberikan dengan tujuan penguatan (memperkuat respons yang diungkapkan), maka semangat belajar meningkat.
Teori behavioristik mempunyai beberapa istilah penting, antara lain stimulus-respon, individu atau pembelajar yang pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang sebenarnya, dan pembentukan perilaku melalui kondisi yang terstruktur secara ketat serta penguatan atau hukuman.Hingga saat ini, banyak masyarakat di Indonesia yang masih mendasarkan praktik pembelajarannya pada teori behavioristik.
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan praktik pembelajaran mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi masih menggunakan metode pembiasaan yang melibatkan penguatan dan hukuman. Karena teori ini masih banyak digunakan di negara kita, maka sebaiknya untuk mengetahui prinsip-prinsip umum di antaranya adalah sebagai berikut:
1.Teori ini berasumsi bahwa belajar telah terjadi apabila adanya perubahan perilaku. Sehingga individu dapat dikatakan telah bela- jar jika ia menunjukkan adanya suatu perubahan perilaku.
2.Teori ini menjelaskan bahwa inti dari belajar adalah adanya stimu- lus dan respons, karena pada teori behavioristik hanya hal tersebut yang bisa diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antara keduanya dianggap tidak penting sebab tidak bisa diamati.
3.Reinforcement yaitu suatu hal yang dapat menguatkan munculnya respons, faktor tersebut penting dalam pembelajaran. Respons akan semakin kuat jika reinforcement (baik positif maupun negatif) diberikan pada pembelajaran.
Munculnya hubungan antara stimulus-respons merupakan inti dari proses belajar pada teori behavioristik. Hal ini sangat erat hubungannya dengan perilaku yang ditunjukkan siswa, oleh karena itu penting untuk diperhatikan beberapa hal dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru. Adapun hal-hal tersebut ialah:
1.Sebaiknya guru mengetahui jenis stimulus yang diberikan kepada siswa apakah stimulus tersebut tepat.
2.Guru diharapkan paham mengenai respons apa yang akan ditun- jukkan pada diri siswa.
3.Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui respon yang ditunjukkan kepada siswa adalah sebagai berikut:
a.Menetapkan bahwa respons dapat diamati (observable).
b.Respons yang ditunjukkan siswa juga dapat diukur (measura- ble).
c.Respons yang muncul pada diri siswa sebisa mungkin dapat dinyatakan secara eksplisit atau bermakna jelas.
d.Agar respons yang muncul pada diri siswa tetap terjadi atau tidak mudah lupa maka peran hadiah (reward) di sini sangat dibutuhkan.
Implementasi teori behavioristik dalam proses pembelajaran bergantung pada beberapa aspek, seperti sasaran pembelajaran, bahan ajar, karakteristik individu siswa, media pembelajaran, dan ketersediaan sarana pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang mengadopsi teori behavioristik meyakini bahwa pengetahuan bersifat obyektif, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan dianggap telah tersusun dengan baik, sehingga pembelajaran menjadi proses untuk memperolehnya, sedangkan pengajaran adalah upaya untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa. Harapannya, siswa akan memahami pengetahuan yang diajarkan oleh guru sehingga memiliki pemahaman yang serupa. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk mempersiapkan dua hal berikut agar tujuan pembelajaran tercapai dan siswa dapat mengubah perilaku sebagaimana yang telah dirumuskan oleh guru, di antaranya adalah:
1.Guru diharapkan memahami kemampuan awal dan karakteristik individu siswa sebelum memulai proses pembelajaran. Kemudian, siswa sebagai penerima informasi diharapkan memiliki beberapa keterampilan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Analisis ini penting karena setiap siswa memiliki cara unik dalam menanggapi materi pembelajaran. Dengan memahami kemampuan dan karakteristik siswa, guru dapat meraih berbagai manfaat, termasuk:
a.Guru akan mendapatkan gambaran secara lengkap dan terperinci tentang kemampuan awal masing-masing siswanya, hal ini berfungsi sebagai prasyarat (prerequisite) untuk memulai materi baru yang akan dipelajari.
b.Guru dapat mendeskripsikan seberapa luas dan jenis pengalaman yang siswa punya. Berdasarkan pengalaman siswa tersebut, guru dapat memberikan materi yang lebih relevan dan mampu memberikan contoh serta ilustrasi yang sesuai bagi siswa.
c.Guru menjadi tahu latar belakang sosio-kultual para siswa, hal ini termasuk keluarga, sosial, ekonomi, lingkungan, dan sebagainya.
d.Guru juga bisa mengetahui tumbuh kembang para siswa baik secara jasmani maupun rohani.
e.Guru lebih mengetahui aspirasi dan kebutuhan siswa.
f.Guru lebih mengetahui tingkat penguasaan bahasa masing-masing siswa.
g.Guru lebih mengetahui sampai di mana pengetahuan yang di miliki siswa sebelum belajar.
h.Guru dapat mengetahui sikap dan sifat yang mencerminkan pribadi para siswa.
2.Dalam menjalankan proses pembelajaran, guru seharusnya memperhatikan keadaan serta tingkat pemahaman siswa agar tidak terjadi kesalahan dalam penilaian terhadap kemampuan mereka. Meskipun tidak semua situasi memungkinkan hal tersebut, mengingat adanya perbedaan pemahaman di antara siswa-siswa dalam satu kelas. Oleh karena itu, untuk mencapai pembelajaran yang optimal, guru dapat memanfaatkan dua pendekatan, yakni:
a.Siswa menyesuaikan diri dengan materi yang akan dipelajari, di mana guru melakukan tes dan pengelompokkan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai kepada setiap siswa, atau
b.Materi pembelajaran yang akan disesuaikan dengan kondisi.
Jika mayoritas siswa sudah familiar dengan materi pembelajaran, disarankan untuk mengadakan kegiatan ekstrakurikuler di mana mereka dapat mempelajari secara mandiri atau dalam kelompok di luar jam pelajaran, dengan meminta mereka untuk menyerahkan laporan tentang diskusi kelompok tersebut. Namun, jika mayoritas siswa belum memahami materi, pembelajaran lengkap harus dilakukan di dalam kelas. Berikut adalah langkah-langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behavioristik dalam proses pembelajaran.
•Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
•Melakukan analisis pembelajaran.
•Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal yang dimiliki siswa.
•Menentukan indikator-indikator untuk mencapai keberhasilan belajar.
•Mengembangkan bahan yang sesuai kebutuhan/kondisi siswa.
•Mengembangkan strategi pembelajaran, seperti metode dan model pembelajaran apa yang cocok untuk siswa, media pembelajaran,dan waktu yang disesuaikan dengan materi.
•Mengamati stimulus yang akan diberikan, seperti latihan, tugas, kuis, dan semacamnya.
•Mengamati dan menganalisis respons atau perubahan perilaku siswa setelah belajar.
•Memberikan penguatan (reinfrocement) baik penguatan positif maupun negatif.
•Meninjau kembali kegiatan pembelajaran yang telah diberikan.Pembelajaran yang mengadopsi teori behavioristik masih mengikuti struktur kurikulum yang telah ditetapkan, sehingga fokus utama pembelajaran lebih tertuju pada materi yang terdapat dalam buku teks atau buku yang disyaratkan. Namun, inti dari pembelajaran dengan pendekatan ini terletak pada kemampuan siswa untuk merangkum dan menjelaskan kembali konten yang telah dipelajari. Thorndike (Schunk, 2012) menggambarkan peran guru dalam proses pembelajaran ini sebagai berikut:
•Guru harus membentuk kebiasaan siswa, hal ini karena kebiasaan itu tidak muncul dengan sendirinya.
•Harus lebih berhati-hati dalam membentuk kebiasaan siswa, mengubah kebiasaan yang telah terbentuk lebih sulit daripada membentuk kebiasaan yang baru.
•Sebaiknya dalam membentuk kebiasaan tidak lebih dari satu kebi- asaan saja.
•Sebisa mungkin membentuk kebiasaan dengan cara yang sesuai, di mana kebiasaan itu dapat digunakan.
Pembelajaran yang mengadopsi teori behavioristik masih mengikuti susunan kurikulum yang telah ditetapkan, dengan penekanan pada aktivitas belajar yang mengacu pada bahan bacaan yang disediakan. Fokus utama dari pendekatan ini adalah pada kemampuan siswa untuk merangkum dan menjelaskan kembali materi yang telah dipelajari dari bahan bacaan tersebut. Menurut Thorndike (Schunk, 2012), peran guru dalam proses ini mencakup evaluasi yang berpusat pada respons pasif, keterampilan yang diajarkan secara terpisah, dan penggunaan tes kertas dan pensil untuk mengukur kemajuan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kebenaran jawaban yang ditentukan oleh guru, menandakan keberhasilan siswa dalam memahami materi secara individual.
Di era sekarang, pendekatan behavioristik telah diterapkan dalam pembelajaran dengan menggunakan media PowerPoint dan multimedia. Pembelajaran melalui PowerPoint cenderung bersifat satu arah, dengan materi yang telah disusun secara terinci dan jelas.
Sementara itu, pembelajaran dengan multimedia menuntut siswa untuk memiliki pemahaman yang sejajar dengan guru, dengan materi yang disusun secara terperinci dan urutan yang jelas, serta soal latihan yang memiliki satu jawaban yang benar. Umpan balik dalam pembelajaran multimedia sering kali memberikan penguatan setiap kali siswa memberikan jawaban yang benar, mirip dengan prinsip program "teaching machine" yang dikembangkan oleh Skinner (Collin, 2012), di mana siswa menerima umpan balik langsung atas jawaban yang diberikan, bukan hanya pada tes akhir.
Teori behavioristik belajar menyoroti bagaimana perilaku tampak sebagai hasil dari proses belajar, menggunakan model stimulus-respons untuk menekankan bahwa siswa belajar dalam posisi pasif. Perilaku siswa dapat menjadi kuat dengan penguatan dan dapat menghilang dengan hukuman. Dalam konteks belajar, teori ini menafsirkan belajar sebagai latihan untuk membentuk hubungan antara stimulus dan respons. Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tujuan pembelajaran, materi, karakteristik siswa, media, fasilitas, lingkungan, dan penguatan.
Teori behavioristik cenderung membatasi siswa untuk berpikir kreatif karena menekankan proses pembentukan, yang memandang siswa harus mencapai target tertentu tanpa kebebasan berimajinasi. Pembelajaran berbasis teori behavioristik melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang objektif, dengan tujuan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, yang berimplikasi pada pemahaman yang sama dari siswa terhadap materi yang diajarkan.
Dalam teori ini, fokus utama adalah pada respons yang diamati, tanpa memperhatikan peran stimulus-respons yang tidak dapat diamati. Faktor penguatan juga dianggap penting dalam memperkuat respons. Namun, pandangan behavioristik menghadapi kendala dalam menjelaskan variasi emosi siswa dan perbedaan perilaku di antara individu, meskipun memiliki pengalaman penguatan yang serupa.
Teori behavioristik menyoroti perubahan perilaku sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons, dengan belajar dianggap sebagai aktivitas yang mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah dipelajari. Pendidikan bertujuan untuk memperbaiki perilaku siswa dengan memahami perkembangan mereka. Perilaku, termasuk sikap, ucapan, dan tindakan, merupakan fokus utama dalam psikologi pendidikan, yang memperhatikan pengaruh aliran-aliran behaviorisme dalam proses belajar.
Mukinan mengemukakan beberapa prinsip, termasuk bahwa dalam teori belajar behavioristik, belajar dianggap sebagai perubahan dalam tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar jika dapat menunjukkan perubahan dalam perilaku. Prinsip kedua menyatakan bahwa yang paling penting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons yang dapat diamati, sedangkan hal lain dianggap tidak relevan karena tidak dapat diamati. Prinsip ketiga menekankan pentingnya penguatan dalam menguatkan timbulnya respons sebagai faktor kunci dalam belajar.
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan perilaku siswa ke arah yang lebih positif, dengan pendidik berusaha memahami perkembangan peserta didik yang sedang dalam tahap dewasa. Perkembangan perilaku menjadi fokus pengamatan dalam aliran-aliran behaviorisme, yang mencakup sikap, ucapan, dan tindakan individu, sehingga menjadi bagian integral dari bidang psikologi. Karenanya, psikologi pendidikan mengkaji berbagai masalah yang mempengaruhi perilaku individu maupun kelompok selama proses belajar.
A.Kesimpulan
Bisa kita simpulkan dari pembahasan di atas bahwa penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran: Guru perlu menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan ini harus dapat diukur dan dapat diamati responsnya oleh siswa.
2.Melakukan Analisis Pembelajaran: Guru perlu menganalisis kondisi pembelajaran, termasuk karakteristik siswa, materi pelajaran, dan lingkungan pembelajaran. Dengan pemahaman yang baik tentang siswa dan konteks pembelajaran, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang sesuai.
3.Mengidentifikasi Karakteristik dan Kemampuan Awal Siswa: Sebelum memulai pembelajaran, guru perlu memahami kemampuan awal dan karakteristik individu siswa. Hal ini membantu guru dalam menyesuaikan metode pembelajaran dan memberikan respons yang sesuai terhadap setiap siswa.
4.Menyesuaikan Materi Pembelajaran: Materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pemahaman siswa. Jika mayoritas siswa sudah familiar dengan materi, guru dapat memberikan kegiatan tambahan di luar kelas. Namun, jika mayoritas siswa belum memahami materi, pembelajaran lengkap harus dilakukan di dalam kelas.
5.Menerapkan Stimulus yang Efektif: Guru perlu memberikan stimulus yang efektif untuk memicu respons yang diinginkan dari siswa. Stimulus ini bisa berupa pertanyaan, demonstrasi, atau aktivitas yang relevan dengan materi pembelajaran.
6.Memberikan Penguatan atau Hukuman: Setelah siswa memberikan respons, guru perlu memberikan penguatan positif jika respons tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penguatan ini bisa berupa pujian, pengakuan, atau hadiah. Di sisi lain, jika respons siswa tidak sesuai, guru perlu memberikan hukuman yang sesuai untuk mengoreksi perilaku tersebut.
7.Menyediakan Umpan Balik: Guru perlu memberikan umpan balik yang jelas dan konstruktif terhadap respons siswa. Umpan balik ini membantu siswa memahami kekurangan mereka dan memperbaiki kinerja mereka di masa depan.
8.Mengukur dan Menilai Pembelajaran: Setelah proses pembelajaran selesai, guru perlu mengukur dan menilai pembelajaran siswa. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui tes, tugas, atau observasi langsung terhadap perilaku siswa.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, guru dapat mengoptimalkan proses pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip teori behavioristik.
B.Saran
Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran menawarkan beragam manfaat, namun juga menimbulkan beberapa tantangan. Dalam konteks ini, ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran yang berbasis teori behavioristik: Diversifikasi Metode Pembelajaran, Pemberian Umpan Balik yang Konstruktif, Pertimbangkan Kecenderungan Siswa, Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran, Kolaborasi dan Keterlibatan Orang Tua, Fleksibilitas dalam Penilaian, Pengembangan Keterampilan Kritis dan Kreatif, Refleksi dan Pembaruan Terus-menerus:
Dengan mempertimbangkan saran-saran ini, diharapkan penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran dapat menjadi lebih adaptif, menarik, dan efektif bagi semua siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani ,Nurlina Hrp dkk, Buku Ajar Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Widina Bhakti Persada) 2022.
http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/16174
Mimi Jelita, Lucky Ramadhan, Andy Riski Pratama, Fadhilla Yusri, Linda Yarni, 2023 “Teori Belajar Behavioristik”, Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol 5, No 3, hal. 404-411
http://jurnal.minartis.com/index.php/jpst/article/view/845
Suzana, Yeni dan Jayanto, Imam Teori Belajar dan Pembelajaran (Malang: Literasi Nusantara Abadi) 2021.
https://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/khazanah/article/view/17835
Elvia Baby Shahbana, Fiqh kautsar farizqi, Rachmat Satria, 2020 “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran”, Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, Vol 9, No 1, hal. 24-33
https://www.ejournal.stkipbudidaya.ac.id/index.php/jc/article/view/249
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H