Nama : Aisya Rahmawati
NIMÂ Â : 212121074
Kelas : HKI 4B
Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
Hukum Perdata Islam di Indonesia merupakan hukum yang dipakai untuk mengatur masalah hukum dalam kehidupan sehari-hari bagi umat muslim yang ada di Indonesia hukum perdata Islam ini berdasar pada prinsip-prinsip hukum Islam atau syariah yang diperuntukkan bagi semua umat muslim di Indonesia.
Terdapat beberapa bidang dalam hukum perdata Islam di Indonesia antara lain mengenai hukum keluarga seperti pernikahan perceraian waris dan wasiat, hukum kontrak (jual-beli sewa-menyewa utang-piutang pinjam-meminjam), dan lain-lain.
Prinsip Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Prinsip perkawinan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUHPerdata antara lain sebagai berikut:
1. Persamaan Hak
Persamaan hak antara suami dan istri dalam segala hal keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama.
2. Kesetaraan Peran
Suami dan istri sama-sama memiliki peran yang penting dalam membangun rumah tangga dan mendidik anak-anaknya
3. Konsensus
Pernikahan haruslah berdasarkan pada persetujuan dari kedua belah pihak dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
4. Monogami
Setiap orang hanya boleh memiliki satu pasangan hidup yang sah secara hukum.
5. Perlindungan hukum
Pernikahan yang sah yang telah dicatatkan akan diakui secara hukum dan dilindungi oleh undang-undang
6. Kesejahteraan Keluarga
Tujuan pernikahan haruslah untuk menciptakan keluarga yang sejahtera bahagia dan terdapat keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga.
 7. Keluarga Sakinah
pernikahan harus dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga sakinah mawadah rumah tangga yang harmonis.
8.Tanggung Jawab Sosial
Dalam pernikahan harus mempertimbangkan keseimbangan antara individu dan juga kepentingan masyarakat.
9. Perlindungan Anak
pernikahan harus memberikan perlindungan dan perhatian kepada anak-anak dari hasil pernikahan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, prinsip perkawinan juga mengacu pada prinsip-prinsip di atas dengan pentingnya persetujuan dari kedua belah pihak dan juga perlindungan akan hak-hak suami dan istri. Selain itu juga memberikan panduan dan aturan yang lebih detail tentang persyaratan dan pelaksanaan pernikahan secara Islam.
Pada hakekatnya pentingnya pencatatan perkawinan itu diperuntukkan untuk melindungi status kedua pihak yang melangsungkan perkawinan dan juga untuk menghindari pertentangan penerapan ajaran agama.
Pencatatan perkawinan diperlukan agar setiap orang yang melangsungkan pernikahan tidak hanya memiliki legalitas syar'i tetapi juga legalitas formal yang dilindungi oleh hukum.
Dampak perkawinan jika tidak dicatatkan secara sosiologis yaitu:
1. Tidak memenuhi syarat agama
2. Tidak diakui secara hukumÂ
3. Tidak terdaftar secara resmiÂ
4. Dapat menimbulkan konflik sosialÂ
5. Tidak terlindungi secara sosialÂ
Oleh karena itu pentingnya bagi pasangan yang ingin menikah untuk memastikan bahwa pernikahan mereka dicatatkan secara lagi sesuai dengan aturan yang telah berlaku
Dampak perkawinan jika tidak dicatatkan secara religius antara lainÂ
1. Tidak mendapatkan persetujuan agama
2. tidak mendapatkan hak keluargaÂ
3. Tidak terdaftar secara resmiÂ
4. Dapat menimbulkan konflik sosial tidak mendapatkan perlindungan agama.Â
Oleh karena itu penting bagi pasangan yang ingin menikah untuk memastikan bahwa pernikahan mereka telah dicatatkan secara religius atau agama dan sesuai aturan yang berlaku dalam agama mereka.Â
menurut kompilasi hukum Islam dan pandangan para ulama perkawinan wanita yang hamil sebelum melahirkan tetap diperbolehkan dengan syarat dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak termasuk keluarga dan pihak yang berwenang namun pada kenyataannya masyarakat dan budaya yang berlaku di suatu wilayah dapat mempengaruhi pandangan dan sikap terhadap Perkawinan wanita yang hamil sebelum melahirkan.Â
Oleh karena itu sebaiknya setiap individu yang hendak menikah harusnya mempertimbangkan dengan matang dan memastikan bahwa keputusannya untuk menikah itu dilakukan dengan kesadaran dan persetujuan yang baik dari kedua belah pihak serta memperlihatkan memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan agama.
Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perceraian antara lain yang pertama adanya komunikasi yang baik kedua mempertahankan cinta dan kasih sayang di antara kedua belah pihak yang ketiga menghargai adanya perbedaan keempat menghindari konflik kalimat meningkatkan kualitas kehidupan seksual.
Buku yang saya review berjudul Problem Waris Bagi Suami Istri, yang ditulis oleh Aini Aryani, Lc. Dalam buku tersebut membahas mengenai harta warisan. Harta warisan suami akan jatuh ke istrinya apabila tak memiliki fara' waris maka istri mendapatkan bagian dan apabila memiliki fara' waris mendapatkan bagian 1/8.
Apabila sang istri meninggal dan meninggalkan suami, maka sang suami menjadi ahli waris istrinya dan mendapat bagian atau jika memiliki wara' waris bagiannya .
Haram hukumnya memakan harta anak yatim. Para ibu boleh menyimpan harta warisan anak-anak ahli waris untuk mereka, dan tidak diperbolehkan menggunakan untuk keperluan pribadi.
Kebanyakan pasangan suami istri sering kali mengabaikan adanya pembagian yang sistematis tentang harta milik bersama yang sering kali menjadi permasalahan ketika salah satu dari merek telah meninggal dunia. Banyak yang beranggapan bahwa harta suami adalah harta istri dan sebaliknya. Akan tetapi sebenarnya dalam ajaran Islam, harta suami 100% harta suami, dan harta istri 100% milik istri.
Pembagian harta warisan ini haruslah jelas baik jenis hartanya apa, apakah uang, tanah, atau bangunan. Berapa nilainya atau berapa ukurannya dan harus disertai bukti kepemilikan yang sah.
Adanya harta gono-gini ini seringkali membuat pasangan menjadi bingung apabila sejak awal tidak dihitung dan dicatat.
Dari buku tersebut dapat diambil sebuah inspirasi yakni kita jadi dapat paham mengenai pembagian harta warisan terlebih lagi di dalam waris suami istri. Lebih spesifiknya kita dapat mengetahui siapa saja ahli waris bagi sang pewaris dan juga berapa bagian bagi sang ahli waris tersebut.Â
Dalam realitanya terdapat problem bagi waris suami istri, contohnya saja dalam pembagian harta gono gini yang sejak awal tidak diperhatikan pembagian bagi masing-masing pihak. Biasanya banyak suami istri yang menganggap bahwa harta suami juga harta sang istri, begitupun sebaliknya.Â
Sering kali juga kita jumpai bahwa tidak etis apabila membagi warisan saat pewaris belum meninggal. Akan tetapi sebenarnya hal tersebut merupakan hal yang wajar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H