Mohon tunggu...
Aisyah Shafiyyah Arsy
Aisyah Shafiyyah Arsy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aku Ingin Mencintai Melalui Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono

20 Desember 2023   10:02 Diperbarui: 20 Desember 2023   10:05 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Aku Ingin Mencintai Melalui Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono

Oleh Aisyah Shafiyyah Arsy

Kesan pertama yang saya rasakan ketika mendengar salah satu dosen sastra membeberkan sedikit mengenai puisi Sapardi adalah munculnya rasa takjub. Bagaimana tidak, pasalnya gaya bahasa yang Sapardi pilih seakan menjadi sihir tersendiri bagi pembacanya, ditambah lagi dengan penghayatan dosen sastra ketika membacakan puisi Sapardi. Oleh sebab itu, saya mulai tertarik untuk menulis sebuah ulasan tentang penyair angkatan '70-an  ini. Sebagian dari kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan karya-karya Sapardi, sudah banyak khalayak yang mengangkat ulasan mengenai karya-karya Sapardi. Oleh sebab itu, tujuan utama tulisan ini dibuat bukan untuk sekadar menjelaskan mengenai puitika lirik karya sastra puisi milik Sapardi Djoko Damono, namun saya ingin mengajak pembaca untuk ikut terkesima sehingga turut ingin mencintai melalui sajak-sajak Sapardi.

Sapardi Djoko Damono merupakan seorang sastrawan dan penyair yang terkemuka asal Indonesia kelahiran Solo, Jawa Tengah pada tahun 1940. Peranan Sapardi dalam dunia sastra dimulai sejak tahun 1960 ketika usianya memasuki kepala dua. Jika dikaitkan dengan kesejarahan atau perkembangan puisi di Indonesia, yang dibagi menjadi 3 periode besar mulai dari periode pra-kolonial hingga periode pasca kolonial, Sapardi termasuk dalam kelompok penyair pada periode pasca kolonial orde baru yaitu lebih tepatnya pada era '70-an. Bagi seorang pengarang, interaksi dengan sesama seniman juga menjadi hal yang krusial dalam menunjang kepenulisannya, karena dengan semakin interaksi antar seniman maka akan semakin banyak pula tercipta ide-ide baru. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh (Putera Manuaba, 2019;37-47)  bahwa komunitas sastra yang eksis, tidak hanya memproduksi karya sastra, melainkan juga memproduksi karya-karya lain, serta aktivitas seni budaya kreatif lainnya. Selain itu terdapat pula komunitas-komunitas sastra yang eksis di Indonesia, antara lain seperti Komunitas Sastra Salihara di Jakarta, Komunitas Sastra Air Putih di Yogyakarta, Komunitas Majelis Sastra di Bandung, dan komunitas-komunitas eksis lainnya. (Manuaba, 2017-2018)

Beberapa karya sastra antologi puisi milik Sapardi yang menjadi primadona adalah DukaMu Abadi (1969),  Hujan Bulan Juni (1994), Yang Fana Adalah Waktu (2018), Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang (2020), dan lain sebagainya. Dari sekian banyak buku antologi puisi yang Sapardi Djoko Damono tulis, terdapat salah satu buku yang cukup fenomenal yang memuat 102 kumpulan puisi yaitu antologi puisi Hujan Bulan Juni. Buku antologi puisi tersebut masih terkenal dan banyak diminati hingga kini  oleh sebagian masyarakat karena di dalamnya terdapat puisi legendaris, puisi tersebut berjudul 'Aku Ingin'. Selain karya sastra puisi, Sapardi tampaknya juga menggandrungi karya sastra lainnya. Sapardi diketahui banyak menulis esai dan  cerita, seperti halnya kumpulan cerita dalam buku yang bertajuk "Pengarang Telah Mati" (2001).

Langkah awal untuk memulai proses mencintai dimulai dengan karya sastra puisi milik Sapardi yang bertajuk 'Aku Ingin' (1989). Sedikit informasi mengenai puisi ini bahwa Najwa Shihab yang merupakan seorang jurnalis dan aktivis berkebangsaan Indonesia pernah membacakan puisi ini dalam salah satu acaranya. Ia menjelaskan bahwa puisi 'Aku Ingin' karya Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu puisi yang paling digemarinya. Dalam puisi ini penyair seolah ingin menyampaikan isi hatinya yang sedang mencintai seseorang melalui sajak-sajak puisi. Seperti halnya penjelasan mengenai cinta menurut Erich Fromm bahwa cinta merupakan seni kehidupan (art of life), yaitu cinta yang tumbuh kepada manusia lainnya, kepada alam, dan kepada Tuhan. Pembahasan pada tulisan ini akan menggunakan konsep cinta dari Erich Fromm yang dibagi sebagai berikut: cinta kepada insan lainnya, cinta kepada alam, cinta kepada Tuhan.

Konsep cinta seringkali diibaratkan sebagai suatu hal yang romantis, identik dengan rasa kasih dan sayang yang diberikan suatu individu kepada manusia lainnya, pastinya setiap insan manusia pernah merasakannya entah cinta itu diberikan kepada keluarga, pasangan, sahabat, atau yang lainnya. Sebagai contoh adalah puisi 'Aku Ingin' dalan buku antologi puisi Hujan Bulan Juni (1994)  yang bertuliskan sebagai berikut:

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana: 

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

1989

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun