Begitu mudahnya Tuhan membalikan takdir putih seseorang menjadi hitam, hitam menjadi putih. Begitu yang sedang dirasakan lelaki berusia tiga puluh delapan tahun itu. Kehidupan yang dirasakannya telah sempurna, kini hanya sebuah cerita.
Hakikatnya dia lelaki yang perasa tak mudah ditaklukan, apa saja ia bisa lakukan. Tapi Tuhan maha baik, diambilah yang dititipkan Tuhannya. Rasa yang dimiliki isteri terdahulunya, Rany. dialihkan pada lelaki lain.
Kebaikan memang tidak akan selalu dibalas kebaikan. Itulah yang dirasakan Hafis, diam-diam teman semasa SMA-nya mencuri madu miliknya dan menghisapnya. Diawal pernikahan Hafis  meskipun Beno sudah berkeluarga ia kerap mengganggu Rany, dengan alasan meminjam uang untuk susu anaknya. Pikir Hafis tak ada salahnya untuk meminjamkannya, hanya saja akivitas meminjam itu berulang kali. Hingga malaikat dalam diri Hafis mengatakan pada sang Isteri. " Berilah pekerjaan, kasihan Beno bisa meminjam tapi tidak bisa membayar!". Ungkap Hafis.
Sebulan kemudian, Rany memberi pekerjaan pada Beno satu divisi dengannya. Di sebuah perusahaan multi nasional. Dengan berjalannnya waktu, Hafis dengan aktivitas yang berbeda dengan posisi manager disebuh perusahaan komunikasi. Ia tidak bisa mengontrol waktu untuk isteri dan anak-anaknya. Ia kerap diberi beban tugas ke luar kota bahkan ke luar negeri.
Dari situlah madu terlarang itu dihisap. Hingga pada akhirnya terkuak perselingkuhan Rany dan Beno yang memborbardir hati Hafis. Ia tak berdaya, karna rasa dalam kelakar hatinya semua milik sang isteri dan anak-anaknya. Ia tak bisa menyulam rapi luka dihatinya. Otaknya buntu, tidak sehat berfikir. Dampaknya kejayaan kariernya berakhir. Ia meninggalkan pekerjaannya tanpa alasan. Pikirnya tak menjangkau tugas-tugas di perusahaan, karna ia terlalu sibuk menata hatinya yang telah hancur.
Rumah dan mobilnya dijual habis oleh isterinya. Pikir Hafis tertanam pada hati kedua anaknya, Kayla dan Dimas. Bagaimana ia bisa menceritakan apa yang telah terjadi pada pelipur laranya. Ia tak bisa menyisihakan lara di hati dua buah hatinya itu. Karena kedua anaknya pun masih kecil.
Sebelum menikahi Laila, Hafis kerap terlihat bersama dengan anak-anak dan Rany. Katanya, demi anak-anak mereka berpura-pura dalam perasaan. Anak-anaknya tahu bahwa ayahnya sekarang bekerja di luar kota sehingga bertemu dengan ayahnya hanya weekend.
Tetapi setelah kejadian minggu kemarin, bersama Laila. Kedua anaknya tak mau lagi bertemu ayahnya. Ketika Laila tahu, Laila menyarankan untuk pergi setiap minggu bersama anak-anak dengan Rany. Namun Hafis menolaknya, karena ia tak mau menyakiti  perasaan Laila.
"Tidak sayang, ini tidak adil untukmu!"Hafis.
"Tidak apa-apa sayang, demi anak-anak kamu mereka membutuhkanmu!" Laila sambil memegang tangan Hafis.
"Kalau ada orang yang kukenal memergoki kami berjalan bersama, aku tak mau ucapan-ucapan miring yang menyakiti hati kamu sayang." Hafis khawatir.