Mohon tunggu...
Aisyah Safitri Hayati
Aisyah Safitri Hayati Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Instructor, Asesor and Writer

Aktif mengajar di SMKN 31 Jakarta, Instruktur dan asesor di LSP P2KPTK2 Jakarta Pusat- BNSP, Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ra Popo

13 Februari 2023   14:20 Diperbarui: 13 Februari 2023   14:27 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seperti biasanya ibu menangis, baru kali ini ia melihat ibu menangis. Tidak seperti biasanya, ia yang selalu terlihat tegar.

"Emak, kenapa menangis?" Pungkas Ahmad kembali sambil menyeka mata ibunya.

Tiba-tiba air mata Ahmad pun mengalir begitu saja, tak kuasa melihat ibunya menangis.

"Apa kau ingat dengan Sobari , yang sering menjahilimu!"Ibu dengan suara serak.

"Iya bu aku ingat." Ahmad.

"Berterima kasihlah padanya, karena dia membuatmu seperti ini!" Ibu.

            "Terkadang kita harus berterima kasih pada orang-orang yang telah mencaci kita."Ibu

            "Ia mak, tapi Ahmad tidak tahu dia dimana sekarang." Pungkas Ahmad.

            Setelah hampir ia lupakan, ia menemui sesuatu yang di luar segala dugaannya. Ahmad membawa kedua orang tuanya dan kedua adiknya umroh, belum sebulan pulang dari umroh. Ia belum menikah, ia melamun tentang istri idamannya di kantor sekaligus gudang buah miliknya. Tiba-tiba ia disadarkan dengan pembeli, meski ada karyawan yang melayani ia tetap saja mengontrol dan mengawasi kinerja karyawan di gudang maupun di toko. Seorang pembeli ingin menemuinya.

            Ia memperhatikan sang pembeli tersebut, mukanya lebar, berbadan tinggi besar, berkulit hitam, beralis tebal dan memakai topi. Sekejap hampir ia ingin berteriak di depan karyawan-karyawannya. Tapi sepasang mata itu pernah merendahkannya. Mungkinkah jika ia menegur pembeli itu. Ia akan menyerangnya dan mancaci di depan karyawan-karyawannya. Dengan segala kekhawatiran, ia memberanikan diri menemui lelaki berbadan tinggi besar itu.

"Saya Ahmad, Sob!"Ahmad

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun