Mohon tunggu...
Aisyah Amini
Aisyah Amini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Semangat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Hukum Ekonomi Syari'ah: Pinjaman Online (Pinjol)

2 Oktober 2024   23:45 Diperbarui: 3 Oktober 2024   00:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama    : Aisyah Amini Wijaya 

NIM       : 222111269

Kelas     : 5G

Matkul : Sosiologi Hukum

Salah satu kasus yang akan kita bahas yaitu mengenai kasus pinjaman online (pinjol), karna saat ini sedang menjadi tren dikalangan masyarakat. 

Pinjaman online (Pinjol) telah menjadi salah satu solusi keuangan yang populer di Indonesia, terutama di era digital saat ini. Dengan menawarkan kemudahan akses dan proses yang cepat, Pinjol menarik minat banyak masyarakat yang membutuhkan dana. Namun, fenomena ini juga menimbulkan berbagai tantangan hukum dan sosial. Dari perspektif Hukum Ekonomi Islam, Pinjol harus mematuhi prinsip-prinsip syariah yang menekankan keadilan dan keseimbangan, sementara dalam hukum positif, regulasi yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertujuan untuk melindungi konsumen dan menjaga integritas pasar. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis Pinjol dari kedua perspektif ini untuk memahami implikasi sosial dan hukum yang ditimbulkannya, serta mencari solusi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Kaidah-kaidah hukum yang terkait

Prinsip Syariah: Pinjaman online harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yang mencakup keadilan, keseimbangan, dan kewajaran dalam transaksi. Hal ini merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits serta pendapat ulama.

Fatwa MUI: Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi rujukan penting dalam menentukan kehalalan praktik pinjaman online, yang harus sesuai dengan ketentuan syariah. 

Hukum positif: perjanjian pinjaman online harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, yaitu kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, dan sebab yang halal. 

Norma-norma hukum yang terkait

Norma Hukum Positif:

Norma Pendaftaran dan Perizinan: Penyelenggara pinjaman online wajib mendaftar dan mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk beroperasi secara legal. 

Norma Syarat Sahnya Perjanjian: Perjanjian pinjaman harus memenuhi syarat sah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yaitu:

Kesepakatan: Para pihak harus sepakat untuk melakukan perjanjian

Kecakapan: Para pihak harus cakap hukum untuk membuat perjanjian.

Objek Tertentu: Objek perjanjian harus jelas dan tertentu.

Sebab yang Halal: Tujuan perjanjian harus tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. 

Aturan-aturan hukum yang terkait

Peraturan OJK: Aturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur penyelenggaraan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. 

Pasal 1320 KUHPerdata: Menyebutkan syarat sahnya perjanjian, yaitu kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, dan sebab yang halal. 

Pasal 1330 KUHPerdata: Mengatur tentang kecakapan untuk membuat perikatan, yang menyatakan bahwa hanya orang yang cakap hukum (dewasa atau sudah menikah) yang dapat melakukan perjanjian.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen: Aturan yang mengharuskan penyelenggara pinjaman online untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan mengenai syarat dan ketentuan pinjaman kepada konsumen, serta melindungi hak-hak konsumen dalam transaksi. 

Positivisme menekankan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan harus diikuti oleh semua pihak. Pandangan aliran positivisme dalam konteks Pinjaman Online (Pinjol) berfokus pada penerapan hukum yang berlaku dan regulasi yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tanpa mempertimbangkan norma-norma moral atau etika yang mungkin ada di luar hukum. pandangan aliran positivisme mengenai Pinjaman Online menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hukum yang berlaku dan regulasi yang ditetapkan oleh otoritas, serta perlunya perlindungan konsumen dalam kerangka hukum positif yang ada.

Sociological jurisprudance berfokus pada interaksi antara hukum dan masyarakat, serta bagaimana hukum dapat mencerminkan nilai-nilai sosial dan kebutuhan masyarakat. Pandangan sociological jurisprudence atau jurisprudensi sosiologis dalam menyikapi kasus Pinjaman Online (Pinjol) menekankan pentingnya memahami hukum dalam konteks sosial dan dampaknya terhadap masyarakat. Serta perlunya regulasi yang responsif terhadap kebutuhan dan tantangan sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Hukum harus berfungsi tidak hanya sebagai alat pengatur, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial.

Secara keseluruhan, kedua perspektif ini memberikan wawasan yang berbeda namun saling melengkapi dalam memahami fenomena Pinjaman Online. Positivisme menekankan kepatuhan hukum dan regulasi, sementara sociological jurisprudence menyoroti pentingnya konteks sosial dan dampak hukum terhadap masyarakat. Keduanya menunjukkan bahwa regulasi Pinjol harus dirumuskan dengan mempertimbangkan baik aspek legalitas maupun keadilan sosial untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun