Mohon tunggu...
Ai Sumartini Dewi
Ai Sumartini Dewi Mohon Tunggu... Guru - Humanis, pekerja keras, dan ulet

Hidup yang singkat hendaknya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Menulis merupakan salah satu kebermanfaatan hidup. Dengan menulis kita merekam jejak hidup dan mengasah otak supaya tetap tajam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sahabat Terbaik

10 Januari 2021   17:36 Diperbarui: 10 Januari 2021   17:36 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Agus, Hani, Euis, Astri merupakan sahabat yang dipertemukan dari mulai masuk kelas VII. Mereka sebetulnya bukan dari SD yang sama, tetapi mungkin ada beberapa persamaan dalam kegemaran dan kebiasaan. Mereka berempat punya kegemaran yang sama, yaitu membaca buku dan mempunyai kebiasaan yang sama pula, yaitu datang sekolah selalu lebih pagi dari teman-temannya walaupun jarak dari rumah keempatnya ke sekolah cukup jauh. Hal itu, bukan satu alasan untuk mereka semua untuk malas-malasan berangkat ke sekolah, melainkan suatu kenikmatan bisa bersekolah yang jauh.

Hani adalah sahabat Agus yang duduknya berdekatan. Hani duduk persis di belakang Agus. Perangai Hani yang baik, ramah, dan sopan. Hani tinggal dengan neneknya, karena ibu bapaknya tinggal di kabupaten sebelah untuk bekerja. Hani merupakan anak pertama sehingga sifatnya dewasa, baik dalam ucapan ataupun dalam perbuatan. Hanilah yang selalu menjadi penengah dalam setiap percakapan di antara mereka.

Berbeda dengan Astri yang sifatnya sangat rame. Astri itu teman sebangku Hani yang otomatis teman Agus juga. Kalau berbicara Astri itu pasti paling nyerocos di antara semuanya. Dan di antara mereka Astri-lah yang paling berani, baik dalam ucapan ataupun perbuatan. Dia akan dengan sangat berani membantah teman-temannya kalau dia benar dan dia tidak akan malu meminta maaf kalau merasa salah. Makanya di antara mereka Astri dijuluki jubir atau juru bicara (keren kan).

Euis adalah teman mereka yang beda kelasnya, tetapi tidak membuat persahabatan mereka jauh. Mereka saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Sifat Euis yang super kalem yang membuat persahabatan mereka lebih berwarna. Euis akan berbiacara saat seperlunya. Kalau kata Astri sih Euis itu kalau enggak dipukul, ya ... gak akan berbunyi (kaya kendang aja ya).

Selain mereka berempat, ada satu lagi yaitu Lia yang merupakan teman sebangku Euis. Lia itu lebih dinamis dan berjiwa kepemimpinnan. Dia paskibra yang mempunya kegemaran membaca. Jadi, selain dinamis dia juga pintar. Tapi karena sibuk dengan kegiatan paskibranya, maka Lia adalah sosok yang agak jarang ikut wara wiri dengan mereka berempat. Kalau ada yang harus dibicarakan, maka mereka hadir berlima.

Mereka berlima selalu kompak, seperti hari ini mereka kompak bawa makanan untuk makan siangnya nasi timbel dan dadar telur. Setelah selesai salat zuhur, maka mereka berlima duduk di bawah pohon mangga untuk menikmati makan siang. Mereka duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Han," Agus memulai percakapan.

"Iya Gus," kata Hani sambil membuka tempat makannya. Dia mengeluarkan sendok untuk mulai makan. "Kenapa?" kata Hani.

"Kamu sudah berapa buku baca dan buat reviewnya?" tanya Agus.

"Aku sudah empat," kata Hani sambil menyendok nasi dan memasukkan ke mulutnya.

"Wah keren," kata Agus. Aku sih baru buku ketiga karena kemarin kan aku tersendat karena kaki sakit, jadi bacanya enggak fokus.

"Astri sih baru mau buku kelima, tapi ada buku yang hanya tebalnya 115 halaman, boleh enggak ya?" kata Astri menimpali obrolan Hani dan Agus.

"Wah kamu lebih keren deh Astri," kata Agus.

"Ah, biasa aja Gus hanya kebetulan Astri lagi punya banyak waktu," kata Astri.

"Euis berapa buku?" tanya Agus ke Euis yang dari tadi senyam senyum aja.

"Aku sudah empat buku Gus, sekarang buku yang kelima mau aku pinjam ke perpustakaan," jawab Euis.

"Wah kalian ternyata hebat-hebat," kata Agus sambil tertawa.

Mereka ngobrol sambil makan siang sambil ngobrol tentang buku yang mereka baca. Kadang diselingi dengan tawa-tawa kecil. Tak nampak Agus kesakitan lagi dan itu membuat teman-temannya bahagia. Tak terasa ngobrol sampai terdengarlah bel yang menandakan jam istirahat selesai. Mereka harus berpisah untuk mengikuti jam pelajaran yang ketujuh. Mereka masuk kembali ke kelasnya masing-masing karena gurunya sudah menanti hendak mengajar.

"Ketemu lagi nanti ya ..." kata Agus sambil melambaikan tangan.

"Yups," kata Lia dan Euis berbarengan. Dan merekapun beriringan memasuki kelas menuju bangkunya masing-masing.

***

Tak terasa bel pulang pun berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelasnya masing-masing. Mereka tampak bahagia karena mungkin sebentar lagi akan sampai ke rumahnya dan siap menyantap masakan yang disiapkan ibunya. Begitu pun dengan Hani, Agus, Astri, Lia, dan Euis. Mereka tampak senang mukanya. Terbayang oleh mereka bahwa ibunya masing-masing memasakkan sayuran kesukaannya.

"Teman-teman," kata Agus memulai pembicaraan.

"Iya Gus," jawab mereka berbarengan.

"Bagaimana kalau sore ini kita bermain ke dangau yang ada di sawahnya pa Haji?" kata Agus.

"Mau ngapain Gus? Enggak mau ah, panas ke sananya," jawab Astri sambil asyik berjalan.

"Ya ... kan kita mau baca buku dengan latar sawah," kata Agus sambil tertawa. "Kayaknya Asyik deh teman-teman kita baca buku sambil santai di dangau ditemani suara burung yang berkicau dan diiringin gemersik angin yang menghembus daun bambu."

Lia dan Euis berpandangan terus mengirimkan bahasa isyarat ke Hani.

"Gimana Hani? aku sih oke-oke aja," kata Lia sambil menatap teman lainnya. Setelah berpandangan mereka berisyaratkan menyetujui ajakan Agus kali ini.

"Oke Gus, jam berapa kita ke sananya?" tanya Hani diiringi anggukan teman-temannya.

"Jam berapa ya? Jam setengah empat deh biar enggak terlalu panas," kata Agus meminta persetujuan teman-temannya.

"Ok deh," kata Lia. "Kita berangkat jam tiga lewat lima belas ya biar setengah empat pas udah di dangau pa Haji."

"Teman-teman jangan lupa bawa bekal ya," kata Astri. "Apa aja sih bekelnya entar kita makan barengan di sana?" Astri sambil membayangkan suasana sawah sore hari.

"Ok siap As," kata mereka berbarengan.

Dan mereka berpisah di persimpangan kantor Desa. Agus hari itu memang ikut pulang dengan berjalan kaki karena ayahnya sedang ke luar kota. Agus memaksa sekolah dan ikut jalan sama teman-temannya. Saat itu, Agus merasakan sakit lagi kakinya. Hanya masih dia tahan. Dia berjalan menuju rumahnya sambil sedikit meringis. Sakit yang dirasakan Agus sekarang terasa semakin sering. Dia berpikir ada masalah apa ya dengan kakinya. Tak terasa sambil memikirkan kakinya Agus pun sampai di rumah.

Seperti yang dijanjikan tadi siang, sore itu mereka berempat janjian mau berkumpul di dangaunya Pak Haji. Mereka mau membaca bersama dan mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan lomba membaca. Nampaknya mereka sangat semangat dalam mengikuti kegiatan ini. Mereka saling memotivasi untuk tetap ikut. Dan mereka berjanji untuk saling menolong dalam memberikan motivasinya. Seperti halnya sore itu.

"Agus ... Gus ..." panggil Hani.

"Iya Han, aku nunggunya di sini, di bawah pohon biar teduh," jawab Agus.

Hani mencari sumber suara dan terlihat Agus duduk di bawah pohon nangka. Memang kelihatannya pohon nangka itu sangat rindang dan teduh dan Hani pun menghampii Agus.

"Gus, teman-teman kita belum datang ya?" tanya Hani sambil mengambil tempat duduk di bangku sebelah Agus sambil menunggu Astri, Euis dan Lia. Tak berapa lama mereka pun muncul sambil mengipas-ngipas muka memakai kertas. Hari itu memang terik banget sehingga panasnya sangat menyengat di ubun-ubun.

Setelah berkumpul, lalu mereka pun melanjutkan perjalanannya menempuh pematang sawah menuju dangaunya pa Haji. Mereka berjalan beriringan sambil sedikit bercanda untuk sekedar mengurangi rasa panas. Tak berapa lama sampailah mereka di dangau itu. Lalu mereka mengambil posisi duduk dengan berbagai tempat. Agus kelihatannya sangat cape karena selain panas, kaki Agus sedang bermasalah pula, tetapi demi memenuhi janji, sakit di kakinya tak dirasakan Agus.

"Nah, sekarang kita mulai ya diskusinya," kata Lia sambil memandangi teman-temannya.

"Ok," kata Astri. "Siapa dulu yang mau mulai berbicara?"

"Saya," kata Euis. "Begini teman-teman aku baru membaca satu buku soalnya kemarin di perpustakaan bukunya habis. Ada juga buku yang tipis yang jumlah halamannya kurang dari 100 halaman."

"Oh gitu Is, di aku ada sih, tapi masih aku baca," kata Hani. "Kebetulan saat kemarin menengok kakak di Bandung mamah membelikanku beberapa buku."

"Boleh aku pinjam?" kata Euis dengan mimik yang sangat serius.

"Boleh Is, tapi nanti setelah aku membacanya," jelas Hani.

"Gus, kamu dah sampai mana?" kata Lia menoleh ke Agus.

"Aku sih buku ketiga dah mau selesai," Jelas Agus. Jadi nanti tinggal menjelaskan pas kita kumpul itu. Terus kalau kata Bu Gina sih boleh dicicil dibuat jadi review teknik fish bone."

"Bukannya buat review itu nanti ya minggu keempat?" tanya Euis.

"Iya sih, tapi kalau kata Bu Gina boleh kita mencoba-coba, jadi pas nanti minggu keempat tinggal finishing," kata Agus.

"Oh gitu," kata Astri sambil bertanya ke Lia.

"Li kamu udah sampai mana?" tanya Astri menoleh ke Lia.

"Aku sih dah selesai membacanya tinggal memindahkan reviewnya ke gambar tulang ikan," kata Lia.

"Berati kita gak ada masalah ya?" kata Astri.

"Kan masalah aku enggak ada buku," kata Euis menimpali ucapan Astri.

"Maksud aku tuh masalah yang serius Is, kalau masalah buku kan kita bisa tukeran," jawab Astri.

Tak terasa mereka berdiskusi, sang surya sudah mulai terun mau memasuki peraduannya. Udara yang tadinya sangat panas perlahan mulai sejuk. Dan mereka pun berbenah untuk mengemasi buku dan bawaan lainnya. Mereka perlahan turun dari dangau dan berjalan kembali ke rumahnya masing-masing. Mereka berjanji besok ketemu di persimpangan jalan untuk pergi ke sekolah bersama-sama. Sore itu pun berlalu dengan manis karena berhasil memecahkan permasalahan. Agus berjalan menuju rumahnya dengan menahan sakit di kakinya yang sebetulnya dari tadi sudah dirasakannya. Agus mencoba menyembunyikan rasa sakit itu dari teman-temannya. Agus enggak mau teman-temannya khawatir dengan keadaan kakinya sehingga enggak berani ngajak-ngajak main.

Agus sampai rumah berbarengan dengan terdengarnya suara azan magrib. Dan diapun bergegas mengambil sarung dan pergi ke masjid. Dia akan bercerita ke Asep kalau surat sudah diberikan ke KM-nya serta dia akan bercerita pula tentang indahnya dangau pak Haji. Dari kejauhan terlihat Asep. Agus memanggilnya.

"Sep, tunggu," kata Agus sambil mencoba berjalan menyusul Asep.

"Iya Gus," kata Asep sambil berhenti berjalan karena nunggu Agus.

"Eh Sep, surat kamu udah aku kasihkan ya tadi," kata Agus.

"Makasih ya Gus, kamu memang teman yang baik," kata Asep.

"Iya Sep, kan kita teman jadi harus tolong menolong," kata Agus sambil berjalan menuju tempat wudu.

"Eh Gus, kaki kamu sakit ya?" tanya Asep sambil mengikuti Agus ke tempat wudu.

"Ah, enggak Sep. Kenapa?" tanya Agus.

"Kelihatan aja sama aku kalau jalan kamu kakinya agak digusur," kata Asep sambil menyelidik Agus.

"Ah, kamu suka sok tahu," kata Agus. "Aku gak apa-apa Sep, kakiku juga baik-baik aja buktinya aku sanggup berjalan nih bareng kamu ke masjid," kata Agus menimpali ucapan Asep.

Agus mengajak Asep bergegas masuk ke masjid karena sudah komat. Selesai salat magrib, mereka mengaji sambil menunggu salat isya. Setelah salat isya mereka pulang ke rumahnya masing-masing dan berjanji besok mau barengan pergi ke sekolah. Agus pun pikirannya kembali mengembara dengan sejuta keinginan pergi jambore Literasi bersama teman-temannya.

Keesokan hariya, seperti biasa Agus bangun subuh tetapi dia bilang ke ibunya bahwa hari ini mau salat subuhnya di rumahnya aja. Tanpa banyak berpikir, maka ibunya pun mengiyakannya. Setelah selesai sarapan, Agus pamit kepada ibunya untuk berangkat sekolah diantar ayahnya menggunakan motor kesayangannya.

Sesampai di sekolah ternyata teman-temannya sudah pada ngumpul di depan lobby sekolah. Mereka sengaja menunggu Agus dan berencana masuk ke kelas bareng-bareng.

"Tuh ... yang ditunggu datang juga," kata Hani sambil menunjuk ke arah Agus.

"Wah senengnya," kata Agus. "Ternyata aku ditungguin nih sama cewek-cewek."

"Iya Gus, ayo kita masuk kelas," kata mereka bersamaan. Dan mereka pun berjalan beriringan masuk ke kelasnya. Di jalan tak lupa mereka bertegur sapa dengan temannya yang lain.

"Wah Agus serasa pangeran deh diapit cewek-cewek," kata Ahmad menyapa Agus.

Agus yang mendengar celotehan Ahmad tampak tertawa tawa senang,

"Iya dong Mad, serasa pangeran nih," jawab Agus lagi. Dan Ahmad pun ikut bergabung berjalan menuju kelasnya.

Tak berapa lama terdengar bel berbunyi. Semua siswa berjalan menuju lapangan upacara untuk mengadakan apel pagi serta kegiatan Literasi. Memang di sekolah kami kegiatan pembiasaan membaca dipusatkan di lapangan. hal ini dimaksudkan agar mudah terpantau, juga mereka supaya saling memotivasi dalam kegiatan membaca antara teman satu dengan yang lainnya. Mereka mulai berbaris untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, berdoa dan dilanjutkan dengaan membaca. Kegiatan membaca dilaksanakan dengan duduk bersama. Udara yang cerah, langit yang biru serta semilir angin membantu mereka untuk melaksanakan kegiatan pembiasaan membaca bersama.

Selesai membaca, maka ada salah seorang siswa yang maju ke depan untuk mempresentasikan buku yang mereka baca. Walaupun hanya 15 menit membacanya, tetapi mereka antusias untuk belajar presentasi di depan teman-temannya. Dan saat itu, Agus mendapatkan kesempatan untuk presentasi. Dia maju ke depan dan memaparkan bagian buku yang barusan dia baca. Setelah selesai presentasi maka Agus pun kembali ke barisannya.

"Wah keren presentasi kamu tadi Gus," ujar Ahmad.

Agus senyum-senyum seneng dipuji Ahmad, "Ah biasa aja Mad, kamu juga kalau presentasi pasti bagus," ujar Agus.

"Ih beneran Gus, aku sih enggak ada apa-apanya," kata Ahmad.

Setelah kegiatan pembiasaan, maka mereka kembali ke kelasnya masing-masing untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan gurunya sesuai jadwal pelajaran hari itu. Begitu juga dengan Agus and friend. Mereka semangat mengikuti kegiatan pembelajaran. Mereka bersaing untuk mendapatkan nilai yang bagus secara sehat. Dan mereka senang melakukannya. Mereka tak pernah curang dalam menggapai nilainya. Mereka saling menghargai dengan kemampuan masing-masing sehingga pertemanan mereka indah seperti pelangi. Walau mereka berbeda-beda sifat, keinginan, bahkan keluarga tetapi mereka kompak dalam mencapai cita-cita mereka.

Di mata guru-guru mereka adalah siswa-siswa yang mempunyai perilaku baik dan menyenangkan. Sehingga karena hal itulah mereka menjadi terkenal di sekolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun