Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Persepsi Keliru Masyarakat, Pecinta Budaya Jepang Bukan Wibu

13 Desember 2023   16:15 Diperbarui: 15 Desember 2023   16:28 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sekian purnama saya memberanikan diri mengangkat pembahasan yang sedikit berbeda dari biasanya. Mungkin sebagian orang bisa sependapat, atau berbeda pendapat. Ya, semua orang punya hak untuk berpendapat.

Jepang sangat identik dengan manga atau komik dan animenya yang keren. Untuk generasi kelahiran tahun 90-an pada masa kecil lebih sering disuguhkan tontonan anime Jepang di TV. Bagi saya, masa itu termasuk masa bahagia, kita mengetahui bahwa zaman sekarang cukup jarang stasiun TV yang menyuguhkan kartun anak.

Nah, saya mau membuat sebuah pengakuan, saya sangat menyukai manga dan anime Jepang sejak kecil. Walau kini sudah sangat jarang menonton anime atau membaca manga Jepang. Namun, saya tetap memiliki rasa suka pada manga dan anime Jepang. Maklum, usia sudah tidak lagi muda.

Tampaknya, ada persepsi keliru masyarakat Indonesia mengenai pecinta budaya Jepang dan penggunaan kata 'Wibu' dalam keseharian. Bagaimana kisah pecinta budaya Jepang dan apa yang keliru? Simak yuk pembahasan tentang serba serbi wibu!

Kisah pecinta manga dan anime Jepang

Pertama kali saya mengenal manga Jepang sekitar tahun 2000-an, yaitu manga berjudul Topeng Kaca (Glass Mask) karangan Suzue Miuchi tahun 1976. Saya tidak sengaja melihat komik yang tersusun rapi di rak buku, ketika sedang menginap di rumah kakak sepupu. Kemudian, saya mulai membaca manga, dan menjadi tertarik untuk terus melanjutkan membaca ceritanya.

Komik karangan Suzue Miuchi ini sangat populer dan legendaris pada masanya, mengisahkan tentang perjuangan Maya Kitajima untuk menjadi aktris di panggung teater. Ceritanya sangat seru dan menarik. Apakah kalian ada yang pernah menonton animenya juga? Dulu masih berbentuk DVD.

Saya mulai sering menonton anime Detective Conan, Dragon Ball, dan yang pastinya Doraemon (tontonan rutin di salah satu stasiun TV saat weekend). Yang tadinya hanya menyewa komik di tempat penyewaan komik, setelah beranjak remaja, saya mulai mengoleksi novel mini yang berkisah cerita romansa Jepang.

Tak hanya itu, saya mulai menonton film Jepang, salah satu yang paling saya suka adalah Spirited Away (2001). Bedanya, saya termasuk cuek pada penampilan, sehingga tidak sampai menggunakan kostum anime atau manga Jepang, tidak pernah mengikuti acara Cosplay Jepang. Lalu, apakah seorang pecinta budaya Jepang bisa disebut wibu?

Pecinta budaya Jepang bukan Wibu

Kata 'Wibu' kini sangat populer di Indonesia, banyak orang yang menyebut pecinta anime, pecinta manga atau pecinta budaya Jepang sebagai 'Wibu'. Padahal, tidak semua penyuka budaya Jepang seorang wibu.

Jawapos.com (08/07/2023) menjelaskan bahwa istilah 'Wibu' muncul pada situs 4chan sekitar tahun 2000-an, digunakan untuk menyindir masyarakat yang menyukai dan terobsesi dengan budaya Jepang. Wibu dalam dictionary.com, berasal dari bahasa weeaboo, merupakan bahasa gaul untuk merendahkan orang non-Jepang yang dianggap terobsesi dengan budaya dan media Jepang.

Faktanya, pada era sebelumnya, seorang pecinta budaya Jepang, anime atau manga, dipandang sebelah mata. Banyak yang menggunakan kata 'Wibu' sebagai sebutan untuk semua orang Indonesia yang terlalu terobsesi pada budaya Jepang.

Panggilan wibu di Indonesia, justru digunakan sebagai salah satu bentuk verbal bullying pada pecinta budaya Jepang, terutama pecinta anime dan manga Jepang. Tidak jarang mereka direndahkan, diolok-olok, bahkan diperlakukan seperti orang aneh karena dianggap terobsesi pada budaya Jepang sampai menjadi Cosplayer Jepang.

Kenyataan penggunaan kata wibu sebagai bentuk verbal bullying saya saksikan sendiri terjadi pada beberapa teman ketika masih duduk di bangku sekolah. Beruntungnya, saya tidak menerima perlakuan buruk tersebut karena tidak terlalu terlihat dari penampilan sebagai pecinta anime.

Pada laman resmi Dictionary (01/03/2018), istilah weeaboo atau wibu digunakan dalam komunitas anime dan manga untuk membuat stereotip penggemar yang menunjukkan serangkaian karakteristik ekstrem dan menjengkelkan.

Wibu yang dimaksud adalah orang yang tidak hanya sekadar menyukai komik, anime atau video game Jepang, tetapi orang tersebut sering menggunakan bahasa Jepang tanpa mengetahui arti sesungguhnya. Menyukai segala budaya Jepang, tetapi memiliki pengetahuan yang sangat sedikit atau dangkal tentang Jepang. Bahkan kurang atau tidak menghargai budaya sendiri, termasuk budaya negara lain, selain budaya Jepang.

Ada pula istilah Otaku, di Amerika lebih digunakan untuk penyebutan seorang penggemar berat anime dan manga secara eksklusif. Dalam bahasa Jepang, Otaku memiliki makna yang hampir sama seperti geek dalam bahasa Inggris. Seorang yang memiliki minat obsesif pada hobi, aktivitas, atau subkultur tertentu.

Berbeda dengan istilah netral Japanophile, mereka mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap budaya Jepang. Japanophile memiliki ketertarikan yang lebih luas dan mendalam pada budaya Jepang, sehingga sebelum melakukan sesuatu akan mencari tahu mengenai budaya Jepang lebih detail.

Apa yang keliru dari persepsi masyarakat Indonesia dengan kata 'Wibu'? Pandangan masyarakat Indonesia yang menganggap semua pecinta budaya Jepang sebagai wibu itu yang salah. Seseorang berhak menjadi fans dalam segala hal yang ia sukai, termasuk budaya Jepang. Baik itu berpenampilan seperti karakter yang ia sukai, atau mengoleksi benda-benda tertentu yang ia minati.

Wibu dalam arti Jepang sesungguhnya, digunakan untuk penyebutan orang yang tidak mengerti tentang Jepang. Hanya menyukai secara dangkal budaya Jepang yang sedang populer saja.

Di Indonesia, semua pecinta budaya Jepang disebut wibu. Melihat orang mengenakan kostum Jepang disebut wibu, melihat orang memiliki koleksi manga yang banyak atau senang menonton anime disebut wibu. Sampai menjadikan wibu sebuah verbal bullying yang biasa digunakan pada remaja atau dewasa yang menyukai budaya Jepang. Walau ada beberapa juga yang masih disebut sebagai otaku.

Mengapa orang yang menyukai anime atau manga Jepang, mengoleksi banyak barang atau berpenampilan seperti karakter idola Jepang disebut aneh? Sedangkan, ada orang yang mengoleksi barang-barang sesuai hobi, atau aktivitas favorit sampai mengeluarkan dana yang jumlahnya tidak sedikit, dianggap biasa?

Menyukai atau melakukan sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Namun, sebaiknya kita tidak memberikan label buruk dahulu pada orang yang menyukai anime dan manga Jepang. Untuk kamu yang menyukai budaya Jepang, ada baiknya lebih mengenal budaya tersebut sebelum membicarakannya dengan orang lain agar tidak salah pengertian.

Persepsi keliru tentang wibu itulah yang perlu diperbaiki. Apakah saya seorang wibu? Saya sendiri tidak menganggap diri saya sebagai wibu. Saya hanya penyuka anime, manga dan budaya Jepang. Bagaimana denganmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun