Penerapan Akuntansi Syari'ah untuk organisasi bisnis di Indonesia, secara regulative baru dilakukan tahun 2002, 11 tahun sejak didirikannya bank-bank Islam, dengan dikeluarkannya Pernyataan Standar Akuntansi  Keuangan (PSAK) No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syari'ah (Triyuwono, 2006:8). PSAK No. 59 banyak merujuk Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions, yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI 1998). Meskipun demikian PSAK No. 59 dinilai banyak kalangan masih mengadopsi akuntansi konvensional, bahkan dipenuhi nilai-nilai kapitalisme dan sekularisme.
      Hal tersebut dapat dilihat misalnya dari Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syari'ah PSAK No.59. Tujuan laporan keuangan akuntansi syari'ah PSAK 59, menurut Ratmono masih mengarah penyediaan informasi. Yang membedakannya dengan akuntansi konvensional adalah bahwa PSAK 59 tidak hanya menyediakan informasi berkaitan pengambilan keputusan ekonomi tetapi juga pengambilan keputusan berkaitan kepatuhan terhadap prinsip syari'ah. Hal ini berbeda tujuan dengan akuntansi syari'ah yang filosofis-teoretis. Yangan mengarah pada akuntabilitas.
      Dalam penelitiannya Ratmono membuktikan akuntansi syari'ah filosofis-teoretis memang ideal namun belum teruji dalam tataran empiris (Triyuwono, 2006:11). Sedangkan akuntansi syari'ah praksis seperti PSAK 59 dan AAOIFI, merupakan akuntansi syari'ah yang sudah dipraktikkan namun lemah dalam tataran epistemologisnya. Rekomendasi Ratmono adalah bahwa PSAK No.59 perlu didekonstruksi agar sifatnya tidak sekedar materi (penyediaan informasi kinerja kepatuhan terhadap prinsip syari'ah mengenai produk finansialnya) namun juga spirit (akuntabilitas). Informasi pengungkapan tidak hanya untuk direct stakeholders saja namun juga indirect stakeholders, serta bukan hanya bagi kepentingan transaksi ekonomi namun social dan lingkungan.
      Belum lagi dalam keyataannya praktiknya, standar akuntansi seperti PSAK No.59, juga tidak dilaksakan oleh organisasi bisnis dengan baik. Penelitian Syafei, Pramono dan  Wardiyono, tentang apakah Bank Islam di Indonesia dan Malaysia telah membuat laporan tahunannya sesuai dengan nilai dan tujuan Islam (Maqasid Syari'ah) atau tidak, menyatakan bahwa berkaitan dengan produk dan opersai perbankan yang dilakukan, laporan tahunan ini telah sesuai manaqasid syari'ah. Tetapi dari sisi laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan, baik M alaysia maupun Indonesia tidak murni melaksanakan system akuntansi yang sesuai syari'ah.
      Menurut Syafei, Pramono dan Wardiyono ada lima hal mengapa laporan akuntansi tidak murni syari'ah.
- Hampir seluruh negara muslim bekas jajahan Barat, yang mengakibatkan masyarkat muslim menempuh pendidikan barat dan mengadopsi budaya Barat.
- Banyak praktisi perbanmkan Islam yang pragmatis, berbeda dengan cita-cita Islam yang mengarah pada kesejahteraan umat.
- Bank Islam telah mapan dalam system ekonomi sekularis-materialis-kapitalis, yang mempengaruhi pelaksanaan bank yang lebih tidak islami.
- Orientasi Dewan Pengawas Syari'ah lebih pada pendekatan fiqh daripada substansinya.
- Kesenjangan kualifikasi praktisi, praktisi yang mengerti system barat tetapi lemah di syari'ah, sebaliknya ahli syari'ah memiliki sedikit pengetahuan transaksi nyata di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, MA. 2005. Akuntansi Syariah: Arah Prospek, Tantangannya. Yogyakarta: UII Press
Suwiknyo, Dwi. 2010. Pengantar Akuntansi Syari'ah. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Mulawarman, AD. 2006. Menyibak Akuntansi Syari'ah. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Adesy, Fordebi. 2017. Akuntansi Syariah:Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H