Hal ini sebagai implikasi studi kejahatan berupa reaksi terhadap pemikiran korban sebagai objek pasif. Dapat terlihat dalam buku karya von hentig yang berjudul remarks on the insteraction of perpetrator and victim (1941) , dan di criminal and his victim (1948). Istilah viktimologi sendiri baru muncul pada tahun 1947 yang diperkenalkan oleh Benjamin mendelshon dengan artikelnya yang berjudul "new bio-pyscho Social Horizons:Victimology" (1947).Â
Dapat dikemukakan bahwa tulisan kedua tokoh ini merupakan awal bagi perkembangan viktimologi. Karya-karya dalam studi viktimologi ini memperoleh pengakuan bagi perhatian terhadap korban dengan simposium internasional I tentang viktimologi pada tanggal 2-6 September 1973 di Yerusalem, hingga sampai simposium ke-5 di zagreb, Yugoslavia pada 1985.
Perhatian terhadap korban kejahatan sebenarnya dimulai pada tahun 1937 dalam penulisan mendelson terhadap korban baik secara biologis, sosiologis dengan cara meneliti 'personality of the criminal. Disimpulkan bahwa 'personality of the accused from the bio-pyscho-social point of view and paralely into the 'data concerning the personality of their victims and even of their social relations.
Viktimologi pada mulanya berwawasan sempit sebagaimana dikemukakan oleh von hentig dan mendelshon. Kemudian dikembangkan oleh mendelson. Selanjutnya viktimologi yang berinklusif wawasan hak-hak asasi manusia (juga disebut the new Victimology) dikembangkan oleh Elias, kemudian diperluas lagi sehingga mencakup penderitaan mausian (kemanusiaan) oleh separovic.
Perkembangan awal viktimologi yang senantiasa menyiapkan korban sebagai bagian integral terjadinya kejahatan, pada saat ini sedikit sekali hukum ataupun peraturan perundang-undangan yang dapat kita temui yang mengatur mengenai korban serta perlindungan terhadapnya. dari peranan bersalahnya korban menempatkan korban hanya sebagai objek turut bersalahnya terhadap terciptanya kejahatan tersebut, tanpa memperhatikan legal remedy bagi korban.
Berbicara mengenai korban kejahatan pada awalnya tentu korban orang perseorangan atau individu. Pada tahap perkembangannya, korban kejahatan bukan saja orang perorangan, tetapi meluas dan kompleks. Perlu ditambahkan bahwa korban perseorangan bukan hanya tentang penyelundupan, kepabeanan, perpajakan, pencucian uang dan tindak pidana di bidang perekonomian lainnya. Tetapi, ada kalanya korban juga sebagai pelaku, misalnya penggunaan narkotika, anak nakal, dsb.
Bahkan dalam sebuah kasus korban juga bisa menjadi pelaku, atau korban adalah pelaku yang tunggal (satu) dalam pengertian pelaku adalah dan korban adalah pelaku juga. Sebagai contohnya, pelacuran, perjudian, tindak pidana narkotika sebagai pemakai atau drug users. Jenis pelanggaran hukum tidak dapat membedakan secara tegas antara siapa korban dan siapa pelaku.
Di dalam hukum acara pidana pada suatu aturan yang mengatur berbagai hak dari tersangka dan atau terdakwa. Dan sudah seharusnya pihak korban mendapat perlindungan, ialah dengan memenuhi hak-hak kewajiban dari korban, secara yuridis hak-hak korban dapat dilihat dalam perundang-undangan, salah satunya undang-undang nomor 13 tahun 2006, pasal 5 undang-undang tersebut menyebutkan beberapa korban dan saksi yaitu sebagai berikut:
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.
3. Memberikanketerangantanpatekanan