“Daging ikan Tulah bukannya tidak enak, tapi beracun.”
“Betul, Qiana. Ikan itu beracun.”
“Wah, Si Ikan kena kutukan sugguhan.” Pak Rio mengangguk, membenarkan kesimpulan Ciara.
“Mau tahu kelanjutan ceritanya?” Pertanyaan Pak Rio dibalas anggukan cepat dari kedua anaknya.
“Setelah tahu bahwa ikan Tulah beracun, warga desa beramai-ramai menangkap, membakar dan membuang ikan Tulah dari laut mereka karena takut kejadian yang sama terulang kembali. Ratusan ikan Tulah berhasil dimusnahkan.”
“Desa pun kembali aman dan tentram,” sambung Ciara nyengir.
“Awalnya begitu, Ciara. Namun masalah baru menimpa desa pesisir. Setelah ikan Tulah dimusnahkan, ikan-ikan lain banyak ditemukan mati. Air laut berubah keruh. Hasil tangkapan nelayan berkurang drastis. Laut mereka tidak sekaya dulu. Kejadian itu berangsur hingga berbulan-bulan.”
“Wah, gawat dong, Pa!” Ciara jadi ikut gelisah memikirkan nasib warga desa pesisir.
“Tentu saja! Karena itu, sekumpulan ahli didatangkan dari desa seberang. Mereka mencoba menemukan penyebab masalah hingga mendapatkan solusi yang sulit diterima. Kalian tahu apa yang dikatakan para ahli?”
Qiana dan Ciara menggeleng.
“Mengembalikan ikan Tulah pada lautan.”