Baik, sekian cerita sisipan tentang angkot. Kembali ke Pasa Gedhe. Setelah memasuki lantai 2, saya dibuat bingung karena sangat banyak kios-kios makanan, mulai dari makanan khas Indonesia, hingga luar negeri, seperti makanan ala-ala Perancis dan Korea.Â
Awalnya saya ingin mencicipi masakan Perancis yang antreannya sangat panjang. Saya pikir, "Wah ini enak banget kayaknya, ya, makanya banyak yang ngantre." Â Namun, saya menggugurkan keinginan saya untuk makan di sana karena lebih tertarik untuk makan Nasi Liwet di kios sebelah.
Setelah perut terisi, saya melanjutkan perjalanan ke Kampung Batik Kauman. Awalnya, saya berniat untuk membeli kemeja batik. Akan tetapi, tidak banyak yang toko yang saya lihat hari itu sehingga saya menunda keinginan saya itu, terutama juga karena tidak ada yang sesuai dengan budget saya yang notabenenya ini adalah mahasiswa rantauan alias anak kos.Â
Di tengah perjalanan mengelilingi Kampung Batik Kauman, saya mampir sejenak ke warung kelontong milik salah satu warga untuk membeli minum. Saya sempat bertanya, "Pak, ini kalau Sabtu-Minggu banyak yang tutup atau gimana ya, Pak? Soalnya saya lihat-lihat sepi banget."Â
Akan tetapi, bapaknya berkata bahwa weekend malah seharusnya lebih ramai dan menyarankan saya untuk menyusuri jalan sebelah. Namun, hasilnya pun nihil. Saya memustuskan untuk pergi mencari asupan karena sudah kehabisan energi untuk jalan lebih jauh lagi.
Saya berjalan menyusuri gang-gang yang tembok-temboknya dihiasi banyak grafiti, penuh warna-warni. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya saya sampai di kedai es krim legend yang sudah berdiri sejak tahun 1952.Â
Kedai ini terbilang cukup besar dan memiliki 2 lantai dengan interior yang sebagian besar berwarna hijau dan putih. Berbeda dengan kedai es krim kebanyakan, di mana pembeli memesan, kemudian membayar pesanannya.