Nah kemudian, untuk persoalan ketimpangan, yang sesungguhnya terjadi adalah ketika alasan keberagaman dipelintir menjadikan sosok perempuan terbatasi baik dari segi pendidikan, karir maupun dalam ranah sosial dengan dalih “kodrat”. Bukankah masih sering kita dengar pernyataan, “Untuk apa sekolah tinggi jika akhirnya hanya bergelut di kasur, dapur dan sumur” Nah, patriarki sekali ini. Bukankah tugas mengasuh anak, memasak dan mencuci adalah tanggung-jawab laki-laki juga? Tidak merasa? Belajar lagi dong, hehe.
Sejujurnya, untuk menanggapi hal ini, yang perlu kita ingat adalah, sebagai sesama manusia, kita (perempuan) mempunyai hak hidup, tumbuh, berkembang juga hak mengambil keputusan dalam “profesi” juga “peran” dalam tata sosial masyarakat. Boleh jadi, perempuan ini ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir, boleh jadi perempuan lain memilih untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Semua itu adalah keputusan pribadi.
Maka, jangan julid mengomentari bahwa perempuan tidak berdaya, baperan, tidak perlu pendidikan tinggi, tidak baik multi peran, tidak layak jadi pemimpin, atau hal-hal yang mengandung indikasi menghilangkan kesempatan perempuan dalam berdedikasi ya. Atau ternyata kita sendiri yang berpikiran sempit begitu? Perempuan sosok yang berharga lho, coba deh maknai diri perempuan lebih dalam lagi.
Sebagai bahan penyemangat, jelajahi kembali masa lalu dimana terdapat begitu banyak sosok-sosok perempuan tangguh, baik itu dalam sejarah negeri ini maupun dalam sejarah masa Nabi.
Bukan hal mustahil bagi perempuan untuk menjadi progresif. Perempuan dapat menjadi pemimpin, politikus, dokter, penulis, profesor, peneliti dan beragam profesi lainnya sesuai keinginan sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang baik.
Tentu saja hal ini membutuhkan dorongan dari berbagai pihak termasuk laki-laki. Wahai para ayah, percayalah bahwa anak perempuanmu bisa menjaga diri dimanapun berada. Sebagai sesama manusia, sudah seharusnya saling mendukung bukan? Dengan begitu, cita-cita agama yang ramah perempuan pun terealisasi.
Terakhir, meskipun tulisan ini hanya sekedar opini, tidak ada salahnya direnungi.
Teringat kutipan dari sosok feminis yang selama hidupnya memperjuangkan HAM,
Kita semua berada di perahu yang sama ketika berhadapan dengan bahayanya patriarki. Dan penindasan terhadap perempuan bersifat universal. –Nawal el Saadawi
Semoga beliau dimuliakan di sisi-Nya. Aamiin.
Salam damai~