"Dan akhirnya kita tidak mendapati perbedaan harga setelah sama-sama berada di sini." Ujar Pakola menyeringai. Walaupun tetap dengan tersenyum, tapi nampak jelas dia merasa tidak beruntung lagi.
"Itu betul! Kita hanya berbeda karena manusia yang membedakan. Padahal hakekatnya, kita diciptakan dengan tujuan yang sama." Timpal Meli.
Ucapan Meli itu menghunjam mengusik kesadaran Pakola.
"Kau hebat Meli, nampaknya kamu lebih banyak melewati waktu yang sangat berharga bersama Tuanmu." Sanjung Pakola.
"Dan kamu.. pasti kamu sudah melewati semua kesenangan bersama tuanmu!" Meli balik memuji.
Pakola tertunduk malu. Terus terang, sebelum mengalami nasib sebagai benda terbuang, dia pernah merasa paling berhak menyandang status sebagai benda terbaik, karena hanya bisa dimiliki orang kaya. Tapi kenyataan akhirnya... Murah atau mahal, seperti kata Meli, sama saja! Tetap saja fungsinya sebagai pelindung kaki. Dan tetap saja pada waktunya akan dibuang tanpa apresiasi.
"Setahuku, benda sejenis dengan kita, yang kini sangat dihargai dan menjadi penghuni museum, hanyalah Terompah Nabi Muhammad! Itupun bukan karena nilai dari terompah tersebut, melainkan lebih karena nilai dari pemiliknya." Ujar Meli mengakhiri obrolan serius itu.
Pakola tercenung. Meli yang sederhana ternyata mempunyai pemahaman yang tak sederhana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI