Revisi UU Minerba izinkan kampus kelola tambang picu konflik kepentingan dan kerusakan lingkungan. Â
Bayangkan sebuah kampus sebagai ruang diskusi yang penuh ide brilian, tempat lahirnya inovasi, dan medan pelatihan calon pemimpin masa depan.Â
Sekarang tambahkan bayangan ekskavator, tanah yang terkoyak, dan debu tambang yang memenuhi udara. Sulit membayangkan keduanya berada dalam satu bingkai, bukan?Â
Tapi inilah kemungkinan yang bisa terjadi jika revisi UU Minerba 2025 benar-benar mengizinkan perguruan tinggi mengelola tambang. Apakah ini sebuah solusi cerdas atau justru resep bencana?
Revisi ini, melalui Pasal 51A, membuka peluang bagi perguruan tinggi berakreditasi minimal B untuk mengelola tambang dengan alasan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Â
Namun, di balik alasan itu, banyak pertanyaan yang muncul: Apakah kampus memang tempat yang tepat untuk mengelola tambang?Â
Atau ini hanya bentuk baru eksploitasi yang diselubungi retorika akademik?Â
Proses Cepat yang Mengundang Curiga
Pada 20 Januari 2025, rapat pleno Baleg DPR RI mengesahkan revisi UU Minerba dengan kecepatan yang mengejutkan.Â
Publik diberi waktu kurang dari satu jam untuk membaca draf akademik sebelum rapat dimulai, sebuah durasi yang tidak memadai untuk memahami isi dokumen, apalagi untuk memberikan masukan yang konstruktif.Â
Akibatnya, proses ini tidak hanya mencerminkan kurangnya transparansi tetapi juga melemahkan kualitas pengambilan keputusan yang demokratis.Â
Situasi seperti ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana kebijakan yang berdampak luas dapat dirancang dengan melibatkan partisipasi publik yang minim? Apakah ini transparan? Jelas tidak.
Keputusan besar seperti ini diambil tanpa proses konsultasi publik yang memadai. Apakah tidak ada pelajaran dari UU Minerba 2020, yang memicu banyak konflik, termasuk kriminalisasi warga dan perampasan lahan?Â
Langkah tergesa-gesa ini hanya memperkuat dugaan bahwa kebijakan ini lebih berpihak pada elite tertentu daripada masyarakat luas.
Konflik Peran: Kampus atau Korporasi?
Kampus adalah tempat belajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Memberikan izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang berarti menciptakan konflik peran yang berbahaya.
Coba bayangkan, sebuah universitas mengelola tambang sambil meneliti dampak lingkungannya. Apakah hasil penelitian itu bisa dipercaya? Konflik kepentingan ini dapat mencederai netralitas akademik.Â
Misalnya, dalam kasus-kasus serupa di sektor kesehatan, penelitian yang didanai oleh perusahaan farmasi sering kali dituding bias karena cenderung menghasilkan temuan yang mendukung produk sponsor mereka.Â
Situasi seperti ini berpotensi menciptakan ketidakpercayaan terhadap hasil riset yang seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan.Â
Menurut Satria Unggul dari Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), kampus tidak dirancang untuk menjadi pelaku bisnis tambang.Â
Keterlibatan ini hanya akan menodai integritas akademik dan menjadikan kampus alat legitimasi eksploitasi sumber daya alam.
Pelajaran dari UU Minerba 2020
UU Minerba 2020 telah menunjukkan betapa buruknya dampak kebijakan tambang yang kurang matang.Â
Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat 58 kasus kriminalisasi warga sejak UU ini disahkan, dengan lebih dari separuhnya terkait tambang.Â
Sebagai contoh, beberapa kasus menonjol terjadi di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah, di mana masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah mereka justru dipidanakan.Â
Hal ini menunjukkan bagaimana kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil dapat memperburuk ketimpangan sosial. Selain itu, 11 juta hektar lahan masyarakat telah dirampas.
Sekarang bayangkan jika perguruan tinggi turut terlibat. Bukan hanya warga yang terkena dampaknya, tetapi juga mahasiswa, dosen, dan komunitas akademik secara keseluruhan.Â
Apakah kita siap menghadapi kerusakan lingkungan dan sosial yang lebih besar hanya demi "kontribusi kampus" dalam sektor tambang?
Peran Kampus yang Seharusnya
Jika perguruan tinggi benar-benar ingin berkontribusi dalam sektor tambang, ada cara yang lebih bijak.Â
Lihat saja University of Queensland di Australia, yang dikenal sebagai mitra riset utama dalam teknologi pertambangan, atau Colorado School of Mines di Amerika Serikat, yang memiliki peran penting dalam menyediakan konsultasi teknis dan pelatihan tenaga kerja ahli di sektor ini.Â
Kedua universitas ini tidak terlibat langsung dalam operasional tambang, tetapi fokus pada pengembangan ilmu dan solusi inovatif yang mendukung keberlanjutan industri.Â
Mereka menjadi mitra riset dan konsultan bagi industri tambang tanpa harus terlibat langsung dalam pengelolaannya.
Bhima Yudhistira dari Celios menegaskan, melibatkan kampus dalam bisnis tambang hanya akan menjadikan mereka "broker" bagi kepentingan swasta.Â
Langkah ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip tata kelola universitas yang baik (good university governance), tetapi juga berpotensi memperburuk eksploitasi sumber daya alam.
Rekomendasi: Kaji Ulang dan Libatkan Publik
Revisi UU Minerba ini membutuhkan evaluasi menyeluruh. Prosesnya harus melibatkan partisipasi publik yang luas dan didasarkan pada kajian akademik yang mendalam.Â
Selain itu, perlu ada harmonisasi antara UU Pendidikan Tinggi dan UU Minerba agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.
Sebagai langkah konkret, perguruan tinggi dapat diarahkan untuk fokus pada penelitian yang mendukung keberlanjutan lingkungan dan sosial.Â
Kolaborasi dengan industri tambang harus dibatasi pada peran sebagai mitra strategis, bukan pemain utama.
Kesimpulan
Mengizinkan kampus mengelola tambang bukanlah solusi. Sebaliknya, ini adalah langkah yang penuh risiko dan bertentangan dengan misi pendidikan tinggi.Â
Dari proses pembuatannya yang cacat hingga potensi dampaknya terhadap integritas akademik dan lingkungan, kebijakan ini lebih menyerupai bom waktu.
Kampus seharusnya menjadi pusat inovasi dan penjaga moral bangsa, bukan alat eksploitasi.Â
Jika revisi ini dipaksakan, kita mungkin akan kehilangan salah satu pilar penting pembangunan bangsa: integritas akademik.Â
Mari kita desak pemerintah untuk berpikir ulang sebelum terlambat. Masa depan pendidikan dan lingkungan kita terlalu berharga untuk dikorbankan.
***Â
Referensi:
- Media Indonesia. (2025, Januari 20). Pemberian konsesi tambang untuk perguruan tinggi berpotensi timbulkan fraud. Media Indonesia. https: //mediaindonesia. com/politik-dan-hukum/737221/pemberian-konsesi-tambang-untuk-perguruan-tinggi-berpotensi-timbulkan-fraud
- Bloomberg Technoz. (2025, Januari 20). Telaah risiko di balik gimik izin tambang bagi universitas-UMKM. Bloomberg Technoz. https: //www. bloombergtechnoz. com/detail-news/60998/telaah-risiko-di-balik-gimik-izin-tambang-bagi-universitas-umkm/2
- Walhi. (2025, Januari 20). Menuju 2 tahun UU Minerba: Puluhan warga dikriminalisasi, jutaan hektar lahan dijarah. Walhi. https: //www. walhi. or. id/menuju-2-tahun-uu-minerba-puluhan-warga-dikriminalisasi-jutaan-hektar-lahan-dijarah
- The Jakarta Post. (2025, Januari 21). Mining law revision to allow universities to receive mineral concessions. The Jakarta Post. https: //www. thejakartapost. com/indonesia/2025/01/21/mining-law-revision-to-allow-universities-to-receive-mineral-concessions. html
- Bisnis. com. (2025, Januari 23). DPR jawab kritik revisi UU Minerba soal izin tambang untuk kampus. Bisnis. com. https: //ekonomi. bisnis. com/read/20250123/44/1834222/dpr-jawab-kritik-revisi-uu-minerba-soal-izin-tambang-untuk-kampus
- Kantor Berita Radio. (2025, Januari 20). Telaah risiko di balik gimik izin tambang bagi universitas-UMKM. Kantor Berita Radio. https: //www. bloombergtechnoz. com/detail-news/60998/telaah-risiko-di-balik-gimik-izin-tambang-bagi-universitas-umkm/2
- Kantor Berita Radio. (2025, Januari 20). Izin tambang untuk perguruan tinggi, ini sejumlah konsekuensi potensi pelanggaran hukum. Kantor Berita Radio. https: //kbr. id/berita/nasional/izin-tambang-untuk-perguruan-tinggi-ini-sejumlah-konsekuensi-potensi-pelanggaran-hukum
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI