Sebagai contoh, beberapa kasus menonjol terjadi di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah, di mana masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah mereka justru dipidanakan.Â
Hal ini menunjukkan bagaimana kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil dapat memperburuk ketimpangan sosial. Selain itu, 11 juta hektar lahan masyarakat telah dirampas.
Sekarang bayangkan jika perguruan tinggi turut terlibat. Bukan hanya warga yang terkena dampaknya, tetapi juga mahasiswa, dosen, dan komunitas akademik secara keseluruhan.Â
Apakah kita siap menghadapi kerusakan lingkungan dan sosial yang lebih besar hanya demi "kontribusi kampus" dalam sektor tambang?
Peran Kampus yang Seharusnya
Jika perguruan tinggi benar-benar ingin berkontribusi dalam sektor tambang, ada cara yang lebih bijak.Â
Lihat saja University of Queensland di Australia, yang dikenal sebagai mitra riset utama dalam teknologi pertambangan, atau Colorado School of Mines di Amerika Serikat, yang memiliki peran penting dalam menyediakan konsultasi teknis dan pelatihan tenaga kerja ahli di sektor ini.Â
Kedua universitas ini tidak terlibat langsung dalam operasional tambang, tetapi fokus pada pengembangan ilmu dan solusi inovatif yang mendukung keberlanjutan industri.Â
Mereka menjadi mitra riset dan konsultan bagi industri tambang tanpa harus terlibat langsung dalam pengelolaannya.
Bhima Yudhistira dari Celios menegaskan, melibatkan kampus dalam bisnis tambang hanya akan menjadikan mereka "broker" bagi kepentingan swasta.Â
Langkah ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip tata kelola universitas yang baik (good university governance), tetapi juga berpotensi memperburuk eksploitasi sumber daya alam.
Rekomendasi: Kaji Ulang dan Libatkan Publik
Revisi UU Minerba ini membutuhkan evaluasi menyeluruh. Prosesnya harus melibatkan partisipasi publik yang luas dan didasarkan pada kajian akademik yang mendalam.Â