Misalnya, dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (Celios), Prabowo hanya mendapat nilai 5 dari 10, sedangkan Gibran mendapat 3 dari 10.Â
Jelas, ada ketidaksesuaian antara apa yang dirasakan oleh masyarakat dan penilaian para ahli.
Salah satu alasan utama dari rapor rendah ini adalah masalah tata kelola anggaran yang dinilai kurang optimal.Â
Bahkan, ada catatan bahwa kebijakan pemerintah terkait dengan pengelolaan ekonomi, khususnya dalam sektor UMKM, belum berjalan dengan baik.Â
Celios juga mencatat bahwa komunikasi publik yang kurang efektif menjadi masalah besar.Â
Ini berarti meskipun masyarakat puas dengan kebijakan yang ada, mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami konteks atau dampak dari kebijakan tersebut.
Mengapa Bisa Terjadi Perbedaan Persepsi?
Ketika kita melihat data yang menunjukkan kepuasan publik yang tinggi, kita mungkin akan bertanya, "Apakah ini berarti pemerintah sudah berhasil dalam 100 hari pertama?"Â
Jawabannya mungkin tidak sepenuhnya seperti itu.Â
Ketidaksesuaian antara tingkat kepuasan publik dan rapor dari para ahli bisa dijelaskan dengan fenomena komunikasi politik yang sangat kuat.Â
Pemerintah saat ini tampaknya berhasil menciptakan citra positif yang kuat di kalangan masyarakat. Namun, pada kenyataannya, kebijakan-kebijakan yang diambil masih menghadapi berbagai kendala dalam implementasinya.
Kita ambil contoh program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini memang sangat populer di kalangan masyarakat karena langsung menyentuh kebutuhan dasar, terutama dalam hal ketahanan pangan.Â