Laman Sulsel Herald mencantumkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemacetan ini, antara lain jumlah kendaraan pribadi di Makassar yang mencapai 500.000 unit, infrastruktur jalan yang belum memadai meskipun ada upaya pembangunan seperti jalan layang dan jalan tol, serta perilaku pengendara yang kurang tertib.
Situasi ini mengingatkan pada kondisi Jakarta beberapa tahun lalu, sebelum adanya perbaikan signifikan pada sistem transportasi publiknya.Â
Kemacetan yang parah dan kondisi angkutan umum yang kurang memadai mendorong banyak orang untuk beralih ke kendaraan pribadi, yang justru semakin memperburuk situasi.
Oleh karena itu, Makassar perlu belajar dari pengalaman kota-kota lain dan mengambil langkah-langkah proaktif.Â
Studi kasus dari kota-kota yang berhasil meningkatkan sistem transportasi publiknya, seperti Tokyo atau Singapura, dapat dijadikan acuan.Â
Misalnya, di Tokyo, sistem hub transportasi yang menghubungkan berbagai moda transportasi, seperti kereta api, bus, dan taksi, sangat efektif dalam memudahkan mobilitas warga.Â
Sistem serupa, dengan penyesuaian konteks Makassar, dapat dipertimbangkan, misalnya dengan membangun hub yang menghubungkan bus Trans Mamminasata, pete-pete (angkutan kota khas Makassar), dan layanan ojek dan taksi online.Â
Integrasi ini dapat mencakup sistem tiket terpadu, informasi jadwal yang real-time, dan fasilitas transfer penumpang yang nyaman.
Dampak Krisis Transportasi bagi Makassar
Potensi krisis transportasi publik di Makassar pada tahun 2025 membawa implikasi yang luas bagi masyarakat.Â
Dampak negatifnya dapat dirasakan di berbagai sektor, mulai dari mobilitas, perekonomian, hingga kualitas hidup secara keseluruhan.Â
Jika masyarakat kesulitan beraktivitas karena sistem transportasi yang buruk, produktivitas ekonomi akan menurun.Â