Sebagai contoh, tingkat keterisian penumpang Trans Mamminasata masih rendah, mengindikasikan bahwa layanan ini belum sepenuhnya diminati oleh masyarakat.Â
Menurut pendapat saya, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari rute yang kurang strategis, jadwal yang tidak efisien, hingga kurangnya sosialisasi yang efektif kepada masyarakat.Â
Selain itu, masalah pendanaan dan subsidi juga menjadi kendala yang signifikan. Jika isu-isu ini tidak segera ditangani secara komprehensif, potensi krisis transportasi di Makassar pada tahun 2025 akan semakin nyata.
Kemacetan Makassar Semakin Mengkhawatirkan
Data dari Kementerian Perhubungan, seperti yang dilansir di situs resminya, menunjukkan bahwa tingkat keterisian penumpang Trans Mamminasata masih di bawah 35%.Â
Angka ini sangat rendah dan mengindikasikan bahwa layanan tersebut belum berjalan efektif seperti yang diharapkan.
Lebih lanjut, seperti yang diberitakan oleh Jejakfakta.com, ketidakcukupan subsidi dari pemerintah pusat telah menyebabkan penghentian dua koridor layanan Trans Mamminasata pada awal tahun 2025.Â
Hal ini tentu berdampak langsung pada masyarakat yang sebelumnya mengandalkan layanan tersebut untuk beraktivitas.Â
Kondisi ini berpotensi meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi, yang pada akhirnya akan memperparah kemacetan di Kota Makassar.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan data kemacetan di jam sibuk Makassar dari tahun 2024 hingga 2025 dari KabarSulsel dan RakyatSatu, yang menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi tantangan yang signifikan.Â
Pada Desember 2024, kemacetan parah melanda Jalan Perintis Kemerdekaan, bahkan mencapai Jalan Urip Sumoharjo, dengan panjang antrean kendaraan diperkirakan mencapai 3 kilometer.Â
Kemacetan ini terjadi mulai dari depan Kampus STIMIK Dipanegara hingga kawasan Taman Makam Pahlawan Panaikang.Â