Seperti yang diungkapkan oleh Lucius Karus, peneliti senior Formappi, dalam artikel Tirto.id yang berjudul "Masalah DPR Bukan pada Kuantitas Parpol tapi Kualitas Kerja", masalah utama DPR terletak pada kualitas partai dan kadernya, bukan pada jumlah partai.Â
Lucius Karus berpendapat bahwa kualitas partai yang rendah menyebabkan kepentingan elite lebih dominan diperjuangkan di DPR, sehingga kepentingan publik seringkali terabaikan.
Argumen ini diperkuat oleh analisis dari Artikel Hukum Rechtsvinding yang berjudul "Peningkatan Nilai Parliamentary Threshold untuk Meningkatkan Kualitas Pengkaderan Politik di Indonesia".Â
Artikel tersebut memberikan contoh perbandingan efektivitas DPR pada Pemilu 1999, di mana terdapat 21 partai, dibandingkan dengan pemilu setelahnya yang jumlah partainya lebih sedikit.Â
Hasilnya menunjukkan bahwa efektivitas tidak selalu berkorelasi positif dengan jumlah partai. Justru, pada pemilu 1999, meskipun jumlah partainya lebih banyak, efektivitas pengambilan keputusan dinilai lebih baik.Â
Analogi sederhana, bayangkan kita ingin membangun sebuah jembatan. Apakah kita hanya fokus pada jumlah besi yang digunakan, atau juga pada kualitas besi dan keahlian tukang yang membangunnya?Â
Tentu saja keduanya penting, tetapi kualitas besi dan keahlian tukang jauh lebih krusial. Begitu pula dengan DPR, kualitas kader dan sistem kepartaian jauh lebih penting daripada sekadar jumlah partai.
Jika kita terus menerus berfokus pada kuantitas partai tanpa memperhatikan kualitasnya, maka kita hanya akan berputar-putar pada masalah yang sama.Â
Kinerja DPR tidak akan meningkat secara signifikan, dan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif ini akan terus tergerus.Â
Sebaliknya, jika kita berfokus pada peningkatan kualitas partai dan kader, maka kita akan melihat dampak yang lebih positif.Â
Para wakil rakyat akan lebih kompeten, berintegritas, dan lebih responsif terhadap aspirasi rakyat.Â