Inklusi adalah tentang memberikan ruang bagi mereka yang selama ini tersisih untuk terlibat secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu sosial, ekonomi, dan politik.Â
Sebagai contoh, artikel dari Masterplan Desa menunjukkan bagaimana pemberdayaan ekonomi di desa dapat membantu kelompok marginal meningkatkan taraf hidup mereka.Â
Namun, hal ini hanya akan berhasil jika program-program tersebut benar-benar dirancang dengan melibatkan mereka sebagai subjek, bukan sekadar objek bantuan. Â
Ketidaksetaraan Adalah Masalah Nasional
Argumen utama yang harus kita pahami adalah bahwa ketidaksetaraan bukan hanya masalah kelompok marginal, tapi masalah kita semua.Â
Ketika ada bagian dari masyarakat yang tertinggal, dampaknya dirasakan oleh seluruh bangsa. Dalam konteks ekonomi, misalnya, rendahnya partisipasi kelompok marginal di pasar tenaga kerja berkontribusi pada lambatnya pertumbuhan ekonomi. Â
Data dari BPSÂ juga menunjukkan bahwa pengangguran lebih banyak terjadi di kalangan kelompok marginal, seperti penyandang disabilitas dan masyarakat miskin.Â
Tanpa akses pelatihan keterampilan dan permodalan, mereka tidak memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas hidup. Ini adalah lingkaran setan yang hanya bisa diputus dengan kebijakan inklusif yang sistematis. Â
Di sisi lain, minimnya partisipasi kelompok marginal dalam pengambilan keputusan politik adalah kerugian besar bagi demokrasi kita.Â
Sebagai contoh kasus, Jurnal Aspirasi Universitas Wiraraja mencatat bahwa partisipasi pemilih dari kelompok marginal dalam Pilkada Indramayu 2020 sangat rendah, salah satunya karena kurangnya edukasi politik yang inklusif.Â
Jika suara mereka tidak terdengar, bagaimana mungkin kebijakan yang diambil akan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua lapisan masyarakat? Â
Inklusi Sebagai Investasi Masa Depan Â
Mungkin ada yang berpikir, "Kenapa kita harus repot-repot memikirkan ini?"Â